Seingat saya ada kejadian besar yang menarik perhatian publik Indonesia pada tahun 1986, yaitu saat di gelarnya Muhtamar NU. Media massa begitu antusias meliput momen besar organisasi Islam dengan pengikut terbanyak itu. Namun dalam pelaksananaan penyelenggaraan hajatan, muhtamar NU dihebohkan dengan isu mendapatkan bantuan dana dari penyelenggaran SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah). Sebuah penarikan dana masyarakat untuk olah raga, tapi mengandung unsur judi. Isu ini santer dan memecah fokus pemberitaan pada muhtamar itu sendiri.
Dalam ilmu komunikasi, situasi seperti itu diistilahkan sebagai pseudo event. Ternyata pada tahun 2015 ini muncul kembali. Kecelakaan tragis yang menimpa pesawat Air asia QZ8501 rute Surabaya-Singapura pada penghujung akhir tahun 2014, yang menewaskan seluruh penumpang dan awak pesawat, menjadi sorotan publik lebih dari satu pekan. Dua stasiun TV pemberitaan: Metro TV dan TV One selalu melakukan up date berita. Bahkan sampai menayangkan gambar ataupun liputan yang tidak layak publikasi, yang akhirnya membuat jengkel masyarakat.
Pemberitaan yang gencer tentang tragedi pesawat, terutama terkait dengan pencarian pesawat dan penanganan korban oleh SAR gabungan, lambat laut mulai disisipi berita lain yang tidak kalah menarik. Ternyata ada masalah yang berkaitan dengan izin terbang pesawat naas itu. Investigasi pun dilakukan oleh Kementerian Perhubungan selaku regulator penerbangan Indonesia.
Ignatius Jonan, yang semenjak pengangkat jadi menteri perhubungan tidak seterkenal Menteri Susi Pudjiastuti, mulai masuk dalam banyak liputan media. Kendatipun sudah enam tahun menjadi lokomotif penggerak reformasi manajemen di PTKAI, namun tidak semua masyarakat Indonesia tahu sepak terjangnya.
Jonan memarahi Direktur Air Asia. Begitulah berita yang berkembang. Hingga munculah banyak komentar dan cibiran yang berkaitan dengan pejabat yang marah-marah. Beberapa artikel yang muncul di Kompasiana pun mengangkat kejadian itu. Sedangkan saya, membuat tulisan dengan cara yang beda yang diposting pada rubrik humor dengan judul Tips Menghadapi Menteri Marah.
Jonan dituduh melakukan pencitraan, melakukan sesuatu yang tidak tepat waktu dll. Tidak sedikit yang mendukung Jonan sebagai bentuk tegasnya kepemimpinan pemerintah.
Dalam perkembangan lebih lanjut, Menteri Jonan membuat gebrakan untuk meniadakan angkutan dengan biaya murah atau sering disebut Low Cost Carrier (LCC). Menurutnya dengan LCC menjadikan keuangan organisasi penerbangan tidak sehat, yang dampaknya mengabaikan keselamatan penerbangan.
Lagi-lagi, rencana penataan kembali regulasi penerbangan di Indonesia itu menuai pro dan kontra di Kompasiana. Beberapa postingan baik yang mendukung maupun yang mencela masuk dalam TA, HL ataupun menempel di highligt. Setidaknya discouse yang dilontarkan oleh Menteri jonan telah bisa sedikit menggeser postingan yang berkaitan dengan kecelakaan Air Asia QZ8501.
Semua artikel yang berkenaan dengan “tiket murah” memiliki argumentasi dari sudut pandang masing-masing. Kebanyakan berdasar pengalaman pribadi sebagai pengguna moda trasportasi udara. Dari sudut manapun selalu ada kebenaran dalam opini mereka. Pembaca kompasiana cukup menikmati perbedaan itu. Terlihat dari hits yang diperoleh postingan itu.
Saya orang yang begitu suka dengan kerja beliau sewaktu menjadi CEO di PT KAI. Penghargaan yang diterimanya sebagai salah satu CEO BUMN terbaik , membuktikan pengakuan terhadap kinerjanya selama membenahi moda trasportasi darat yang berada di atas dua lajur besi itu. Siapapun yang masih waras akan mengakui perubahan yang terjadi. Mengubah paradigma “menjual produk” menjadi “menjual layanan”. Hingga memberi dampak positif bagi keuangan negara. Seorang teman yang tengah naik KA kelas ekonomi jurusaan Purwokerto-Yogyakarta mengirim SMS ke saya,”Tiket lima puluh ribu...nyaman banget....luar biasa ignatius jonan.” Sebuah contoh pengakuan dari seorang pengguna KA.
Sebagai orang yang belum pernah naik moda trasportasi udara (maaf, bukan bercanda), rencana penghapusan tiket murah serasa mengubur impian untuk bisa terbang bersama si burung besi. Jangankan naik pesawat, melihatnya saat terbang rendah pun saya masih terkagum-kagum. Ndesani banget! Dalam hati saya berkata,”Ah, Jonan sialan.” Ia sudah menutup impian sekian banyak masyarakat kelas bawah untuk naik pesawat terbang. Orang Jawa bilang: Kapal Mabur.
Kemudian saya merenung dengan sejernih-jernihnya sebagai bagian dari masyarakat. Terkenang dengan ucapat Robi Johan saat menjadi Dirut Garuda Indonesia, bahwa dalam penerbangan yang keselamatan adalah utama. Intinya safety, safety dan safety.
Saya memaknai, kebijakan Menteri Johan semata-mata untuk mengunggulkan keselamatan penerbangan di Indonesia. Menata kembali regulasi yang ada agar bisnis penerbangan Indonesia handal dan berkelas. Mungkin tidak semua setuju dengan itu. Ada kompasianer menulis bahwa ia terbiasa naik pesawat LCC di Eropa, tetapi tetap menjunjung tinggi keselamatan.
Setiap ada tragedi selalu menyimpan misterinya sendiri. Sebagaimana Tsunami Aceh 2004, yang akhirnya membawa kesadaran baru antara Gerakan aceh Merdeka (GAM) dengan pemerintah Indonesia, setelah puluhan tahun penuh ketegangan.
Setidaknya dengan tragedi Air Asia kemarin, menjadi jalan baru untuk membenahi ketidakberesan yang justru ada di dalam diri regulator maupun maskapai penerbangan. Tapi, janganlah kita selalu diingatkan untuk memperbaiki dengan suatu tragedi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H