Mohon tunggu...
Cahya Alkahfi
Cahya Alkahfi Mohon Tunggu... -

Mantan Mahasiswa yang saat ini menjadi Abdi Negara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Masyarakat, BPS dan Kemajuan bangsa

18 September 2010   06:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:09 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badan Pusat Statistik (BPS) sebuah instansi vertikal yang berurusan dengan data. BPS adalah instansi dimana tempat saya bernaung, belum satu tahun saya berada di sana, namun sudah cukup banyak pengalaman yang saya dapatkan.

Banyak pihak yang menunggu-nunggu data BPS, terutama pemerintah namun tidak sedikit pula yang menghujat data BPS, misalkan tidak valid lah, tidak up to date lah...atau apalah...namun itulah BPS...sebuah badan yang harusnya menjadi ujung tombak pembangunan Indonesia.

Kita tentu tahu, tanpa tersedia data yang baik...pembangunan apapun di sektor apapun akan seperti meraba-raba tidak tahu ke arah mana pembangunan akan dilaksanakan...yang pada akhirnya akan menyebabkan pembangunan yang tidak tepat sasaran, bahkan salah sasaran.

Lalu bagaimana kita bisa mendapatkan data yang baik??

Jawabannya akan saya jelaskan secara tersirat berdasarkan apa yang sudah saya alami sejauh ini.

Pernah suatu ketika saya menggunakan angkutan umum untuk menuju kantor saya yang terletak di kawasan terpadu (Jadi semua kantor pemerintah berada di satu kawasan), satu persatu penumpang menyebutkan nama dinas-dinas tempat mereka akan turun, dinas inilah, dinas itulah...terakhir saya menyebutkan BPS pak!, apa yang terjadi? sang supir pun bingung, lalu saya bicara lagi, Statistik pak??? sang supir pun masih juga bingung,....ketiga kali terpaksa saya menyebutkan nama tetangga kantor saya..di sebelah KPU pak....! lalu jawab si supir..o, sip deh! ....

Saya yakin di setiap daerah, masih banyak orang-orang yang tidak mengetahui bahwa ada suatu instansi yang bernama BPS seperti apa yang saya alami bersama supir angkutan tersebut. Jangankan supir, teman-teman saya yang berpendidikan juga masih banyak yang tidak tahu apa itu BPS, bergerak di bidang apa? Walah-walah....

Pengalaman lain yang juga saya yakin dialami rekan-rekan BPS lainnya adalah ditolak oleh responden...pernah ketika saya hendak mencacah SUSENAS (Surve Sosial Ekonomi Nasional) di sebuah desa, belum juga saya menjelaskan maksud kedatangan saya kepada seorang ibu, malah sudah diusir duluan...saya jelaskan dia tidak mau dengar, akhirnya terpaksa saya membawa seorang teman yang lebih "berpengalaman" menerima cacian dan usiran untuk menjelaskan pada sang ibu....dan akhirnya sang ibu pun mau menerima saya...(teman-teman saya yang lain pun banyak mengalami hal serupa, bahkan lebih tidak menyenangkan)

Pengalaman yang tidak kalah seru adalah menghadapi (beberapa) perusahaan-perusahaan, sangat sulit rasanya bisa memasuki perusahaan untuk melakukan pencacahan ( padahal sudah membawa surat tugas -terbukti bahwa sura tugas dengan cap dan tanda tangan kepala BPS sama sekali tidak ampuh-). Kalaupun bisa ditemui sulit untuk diwawancarai, dan seringnya harus meninggalkan dokumen untuk mereka isi kemudian, tapi apa yang terjadi, setiap saat datang mengecek, dokumen belum juga diisi, bahkan seringkali hilang....atau paling tidak diisi sekedarnya (lumayan lah)

Berkaca dari hal tersebut, terlihat sekali sepertinya masih banyak pihak yang tidak tahu pentingnya apa yang dikerjakan BPS. Dari ketidaktahuan ini akhirnya memunculkan ketidak pedulian dari kita mengenai kebutuhan data sebagai penunjang kebijakan.

Sementara sebagian pihak sama sekali tidak mendukung bahkan terkesan menyulitkan kegiatan BPS, sebagian lainnya sibuk menghina data yang dihasilkan oleh BPS, bahkan kaum intelek...

Lihat saja sensus penduduk kemarin, daerah mana yang paling sulit dicacah? Papua? Kalimantan? jawabannya adalah Jakarta....kenapa? kenapa jakarta, padahal penduduknya mayoritas lebih berpendidikan dibanding daerah lainnya dan seharusnya lebih melek informasi..ya begitulah terkadang pendidikan tinggi membuat seseorang menjadi tidak peduli sekelilingnya.

Lalu siapa yang harus disalahkan andaikan data yang dihasilkan BPS jelek...????

Jika memang tidak terlalu penting membicarakan siapa yang salah, mungkin sangat penting berbicara bagaimana jika kita menggunakan data yang jelek dan salah??

Dalam penelitian sering kita mendengar istilah garbage in garbage out, jika yang masuk sampah (jelek) maka akan menghasilkan sampah juga. Jika menggunakan data yang jelek untuk mengambil suatu keputusan maka sudah barang tentu jelek juga efek dari keputusan yang diambil.

Jadi jelas untuk mendapat data yang baik diperlukan input yang baik, input yang baik hanya akan diperoleh dari sumber yang benar dan jujur, baik itu perorangan maupun perusahaan, maupun dari pihak yang mendata, input yang baik itu pun selanjutnya akan menjadi informasi yang baik jika diolah dan dikaji secara benar oleh pihak yang berwenang, informasi yang baik tersebut pada akhirnya akan menghasilkan kebijakan yang benar pula untuk memajukan kehidupan bangsa kita.

Kita sebagai masyarakat harus menjadi warga negara yang baik, menjadi pemberi informasi yang jujur dan dapat dipercaya karena itu memang kewajiban kita.

BPS sebagai Badan harus menjadi semakin solid, dan semakin giat menjadi pelopor data statistik terpercaya dengan meningkatkan kualitas data yang dihasilkan, serta lebih memasyarakatkan (pentingnya) statistik ke penjuru nusantara).

Pemerintah selaku penentu kebijakan, harus  lebih arif dan bijaksana dalam mengambil kebijakan-kebijakan berdasarkan data yang tersedia sehingga kemajuan bangsa ini dapat segera terwujud.

Maju Bangsaku!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun