Menteri agama Lukman Saepudin yang mengeluarkan rekomendasi 200 ulama yang layak dijadikan sumber rujukan masyarakat untuk mengundang dalam acara-acara keagamaan menjadi isu yang hot dan menjadi perdebatan sampai hari ini.
Sudah barang tentu gaya menteri agama satu langkah lebih maju dibanding zaman Orde baru, bahkan lebih gila, karena proses penetapan kreteria yang layak dan tidak layak tidak mempunyai standar yang jelas.
Bahwa alasan kompetensi pengetahuan agama, reputasi yang baik, dan berkomitmen kebangsaan yang tinggi, indah didengardan bisa banyak tapsiran menurut selera pemerintah yang sedang berkuasa. Â Â
1. Â Kompetensi Pengetahuan Agama
Ada ribuan pesantren, dari Gontor yang level internasional dan ribuan pesantren yang tersebar dari sabang sampai merauke, apakah mereka tidak mempunyai kompetensi pengetahuan agama, apakah ratusan ribu alumni pesantren, IAIN dan alumni AL AZHAR kairo, arab Saudi maroko kompetensi pengetahuan agama mereka kurang?. Â Kurang apa Kyai Sahal (pimpinan Gontor), Ustad Somad dan ribuan dai laiinya.
2. Reputasi yang baik,
Ini bisa berstandar ganda, bukankah banyak orang terdidik mereka juga adalah koruptor, bukan Depag gagal mengawasi lembaga umroh nakal dan korbannya ratusan ribu orang?. Â Kenapa tidak membenahi Depag Dulu, jangan-jangan banyaknya biro-biro umroh nakal juga karena ada kolusi, korupsi sehingga pengawasan dari depag lemah
3. Berkomtimen terhadap kebangsaan, ini juga bisa menjadi dilema, dasarnya apa, apa karena hapal Indonesia raya, apa tidak berkata yang mengeritik pemerintah, atau apa?.
Saya ingat betul dizaman Orba, walau tidak ada release model Lukman Hakim, begitu banyak korban dari Ustad sampai kyai, karena berseberangan dengan pemerintah.  Ingat kasus SDSB (sumbangan dana social Berhadiah), judi berkedok sumbangan, ribuan kyai  dan santri protes, dan akhirnya Soeharto menutup SDSB, teteapi banyak ustad dan kyai yang ditahan dibawah undang-udang Subpersip, bahkan seorang kyai pemimpin pesantren pernah diberhentikan ceramahnya dan langsung ditahan di koramil karena menyinggung SDSB dan pelarangan Jilbab.
Kasus SDSB dan beberapa kebijakan pemerintah yang menyudutkan umat Islam termasuk pelarangan Jibab disekolah , itu juga yang masih membuat PPP tetap menjadu harapan  sebagai alat perjuangan umat Islam pada zaman orba .
Saya ingat pada pemilu tahun 1987 golkar lagi jaya-jayanya, PDIP dan PPP partai gurem, partai pelengkap penderita, sulit dapat izin untuk kampanye terbuka, bahkan seluruh penyelengara Negara dari PNS, ABRI, POLISI berlomba memenangkan golkar dari pusat sampai daerah bahkan kepala desa  dan Babinsa.