Pada saat PPP akan kampanye dilapangan Purajaya Kec Sumberjaya pada tahun 1987, tiba-tiba kapolsek, kepala Desa dan Babinsa tidak mengizinkan kampannye dilapangan terbuka tanpa ada alasan yang jelas.
Orang tua kami sebagai simpatisan PPP akhirnya setelah berembuk dengan pengurus PPP lampura dan Propinsi Lampung dan Jurkam PPP pusat tetap mengadakan Kampanye didepan Rumah kami, karena kebetulan mempunyai halaman luas.
Keberanian politisi PPP dari Propinsi, pusat dan daerah yang hadir pada waktu itu akhirnya membuat aparat merestui tetapi hanya dilakukan dari  jam 9 dan jam 12  harus bubar.
Setelah Kampanye berakhir, Pak Bahnan (Kades desa purajayatahuan 1987), pensiunan TNI dan juga muspida setempat, Â diam-diam melarang ayah saya Hj Jamaani untuk khutbah dimasjid Nurul Iman.
Saya masih SD pada saat itu, tapi saya sudah mulai mengerti apalagi itu jadi pembicaraan dikeluarga dan masyarakat.
Tak Lama kemudian, ada warga yang kebetulan PNS complain karena suara ngaji pada subuh dini hari dan menggangu tidur dan masjid sempat dilempar, tapi isu ini tak meluas, karena Pak Bahnan selaku Kades dan muspida setempat cepat tanggap, beliau  ceramah didepan Masjid sebelum Sholat Jumat, bahwa beliau saja langsung bangun pada saat ada suara ngaji dan azan Shubuh.
Isu ini reda dan tak lama kemudian, Ayah kami kembali bisa khutbah Jumat, pelarangan clear, karena jika tidak akan menimbulkan keresahan apalagi pada saat yang sama ada protes suara azan dan ngaji pada subuh hari.
Inilah sekilas catatan yang saya ketahui tentang pelarangan ceramah di kampung kami, yang saya sedihkan ini dilakukan oleh Lukman Hakim, menteri Agama dari PPP, andai dia tahu betapa beratnya perjuangan para ustad  simpatisan PPP pada zaman orde baru untuk mendapatkan kebebasan dan mendukung PPP  sebagai corong umat Islam di politik saat itu.
Ada baiknya Lukman Hakim belajar dari sejarah sebelum mengambil kebijakan, pada sisi lain sebagai menteri mempunyai prioritas terutama penanganan biro umroh yang korbannya puluhan ribu dan pada saat yang sama tidak membuat gaduh, bangsa ini  sedang berduka dan terus berupaya membangun kepercayaan yang sedang terkoyak, tapi jangan sampai salah memberi obat, yang ada bukan merajut, tapi malah menambah besar luka yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H