Mohon tunggu...
Sobran Holid
Sobran Holid Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pelaku usaha yang mengharapkan Indonesia lebih ramah terhadap rakyat kecil. toko onlinehttps://www.bukalapak.com/u/holids https://www.bukalapak.com/u/holids jangan lupa mampir bagi kompasianer dan pembaca yang membutuhkan sparepart motor .

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Konflik Tanah Register 45 B Sumberjaya Lampung Barat

3 Desember 2017   23:16 Diperbarui: 4 Desember 2017   00:31 2326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disahkan Soekarno, Dicabut Soeharto, Rakyat Sengsara,

Sumberjaya adalah pintu gerbang Lampung barat dari Bukit kemuning yang berbatasan dengan Lampung Utara,  saat ini Sumberjaya sudah dibagi beberapa  yaitu  kecamatan, yaitu Kec Waytebu, Kec Guneg Terang, Kec Air Hitam Kec pajar Bulan .

Sumberjaya sudah ditempati jauh sebelum Indonesia merdeka, pada tahun 1880  suku semendo dari Utara menempati daerah Sumberjaya tepatnya di Kec  Way tenung.

Pada tahun 1950 an ada transmigrasi melalui BRN (badan Rekonstruksi Nasional) didaerah Sumberjaya dan pada  tahun 1952 diresmikan oleh Presiden Soekarno  .

      Tugu peringatan soekarno  pada saat peresmian sumberjaya

Sebagai perkampungan baru pada tanggal 14 november 1952 (PASYA)

Lokasi transmigrasi hanya berdasar petunjuk dinas kehutanan Lampung pada saat itu, keterbatasan system pertanahan pada tahun 1950 an menyebabkan ketidak jelasan mana tanah untuk transmigrasi mana tanah peruntukan untuk hutan.

  Kebijakan Belanda sebagai penjajah juga berubah-berubah, pertama menghapus system marga dengan mengadopsi system Kepala Daerah, tetapi dengan tingginya penentangan masyarakat pada tahun 1920 sistem marga kembali  ditetapkan.

Pada saat itu untuk tanah mengacu kepada siapa yang pertama menempati maka dia kan menjadi pemilik.  Investor perkebunan pada Zaman Belanda tetap mengacu kepada kepemilikan hukum adat, sehingga konflik pertanahan jarang terjadi, yang ada adalah bahwa 20 persen dari komoditas yang di tanam harus berbasis ekspor.

Datangnya  migrasi spontan dari Jawa barat, Jawa tengah dan jawa timur, pada tahun 1970-1980 an membuat pertambahan penduduk semakin banyak dan ekspansi lahan perkebunan rakyat juga semakin memasuki areal --areal baru.

Berbekal citra satelit pada tahuan 1990 an Jakarta kebakaran Jengot,   kemudian pemerintah membuat Peta Wilayah Tata Guna Kesepakatan (TGHK) 1991  dan mengabaikan keberadaan penduduk  yang sudah lama menempati Sumberjaya, register 54 B dan berbagai sumber peta ini juga masih mengacu kepeta Belanda tahun 1930

Sejak itu tahun 1992 mulailah operasi pengusiran petani , pemghapusan desa-desa di Propinsi Lampung (kuswoyo), pada saat yang sama pemerintah memberikan izin HPH kepada beberapa perusahaan swasta.                                                                                                              

Pada tahun 1994 dan 1995 pemerintah melakukan operasi gajah dan mengusir penduduk deregister 45B  Sumberjaya, cerita kelam terjadi ribuan masyarakt terusir , termasuk masyarakat yang sudah menempati puluhan tahun, baik itu penduduk yang sebelum merdeka sudah menempati dan para transmigran BRN.

Sudah puluhan kali penduduk beraudiensi, pada tahun 1995 masyarakat tribudi sukur mendatangi DPRD Tingkat I lampung, sementara masyarat Sukapura juga melakukan hal yang sama, karena  mereka adalah para veteran yang dating dari Jawabarat dengan program resmi pemerintah, dan ini didukung oleh organisasi veteran.

Sementara masyarakat lain didesa Sinarluas, Purawiwitan, Gunung terang, Purajaya relative tidak ada perlawanan , karena mereka adalah orang-orang yang kalah dengan tingkat persamaan nasib yang tidak sesolid para veteran.

Tahun 1998 era refromasi masyarakat kembali menduduki lahan yang dulu mereka tempati, didampingi oleh F3KLB (mahasiswa)  Sobran Holid, Mulyadi, Watijo, sahriman, Parozil (bupati terpilih 2017-2023 Lambar) sumberjaya dan lain-lain, dan LSM watala yang memang sudah lama masuk sejak proyek PLTA waybesai Sumberjaya dimulai.

Perjuangan berat  para Mahasiswa ini kemudian menelorkan kesepakatan bersama yang dilakukan di Lapangan Purajaya pada tanggal 9 pebruari 2010, (data terlampir). pihak-pihak yang hadir

 Ketua DPRD tingkat I lampung

DPRD tingkat 2 lampung

Kanwil Kehutanan

Dinas kehutanan tingkat 1 dan dua

Pemda tingkat 1 Lampung

Tingkat 2 Lampung Barat.

Camat Sumberjaya

Hasil Kesepakatan memuat hak masyakarat  untuk mengelola kawasan hutan dengan pola HKM dan pungutan liar  harus dihilangkan dari masyarakat.

Pada akhir 2000 juga terjadi dialog dengan Bupati Lampung Barat, Kemudian pada tahun 2002 kembali terjadi konflik karena peraturan dari dinas kehutanan untuk menanam 1000 batangMBTS per hectare.

 

Pada tahun 2003 keluar  SK Bupati Lampunb baratKabupaten LampungNo.B/231/Kpts/01/2003 tentang Tim Terpadu Pengkajian Permohonan Tanah Di Hutan Lindung (Reg 45B) Sekitar Pekon Sukapura , tim ini tidak bisa berjalan maksimal karena Kec Sumberjaya pecah menjadi Kec Way tebu, Gedung Surian dan Air Hitam, kemudian sulitnya koordinasi  dan pemahaman yang lemah dari para camat baru akhirnya tim tim bubar dengan sendirinya.

 Pada saat yang sama masyarakat Sukapura dan Budisukur dan sebagian masyarakat yang berada di pinggiran hutan register 45B terus mendesak pemerintah untuk pemargaan pelepasan sebagian kecil tanah hutan baik berdasar sejarah masa lalau, yaitu transmigrasi tahun 1952 kemudian kondisi riil  sebelum penetapan TGHK 1994

 Perjuagangan FP3KLB kemudian membesarkan isu ini pada tahun 2000, akhirnya banyak  sekali LSM masuk, dari ICRAF, perguruan tinggi Unila,  dan lain-lain, bahkan konnflik kehutanan  Kec Sumberjaya menjadi bahan skripsi, disertasi dari berbagai perguruan tinggi negeri dari UNILA IPB, UNSRI dan lain.

Satu disertasi S3 mahasiswa Pasca serjana IPB, Gamal Pasya (Staff Bapeda Lampung) sangat lengkap menguraikan persoalan register B dengan Judul MODEL PENANGANAN KONFLIK LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG Studi Kasus Di Kawasan Hutan Lindung Register 45B Bukit Rigis Propinsi Lampung. pada tahun 2011.

Gamal Pasya pada sat itu adalah staff Bapepda Propinsi Lampung dan alah satu pengujinya adalah Siti Nurbaya yang saat ini menjadi menteri lingkungan hidup  dan kehutanan.

Pada tahun 2009 dipasilitasi oleh wg tenure hasil seminar pada tarnggal 11 maret 2009  dari kehati-Dehhut 2009 dengan dukungan MFPII-kehati-DEPHUT, dengan nara sumber  (1) Ichwanto M. Nuh (WATALA) yang mempresentasikan konstruksi sejarah Pekon Sukapura; (2) Gamal Pasya (ICRAF-SEA) yang menyajikan hasil kajian peluang pelepasan Pekon Sukapura dari kawasan hutan lindung Bukit Rigis; (3) Ir. Warsito (Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Barat) yang memaparkan upaya masyarakat dan Pemda Lampung Barat untuk mendapatkan kepastian status tanah Pekon Sukapura; (4) DR. Ir. Dwi Sudharto, MSi (Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan, Ditjen Planologi Kehutanan; dan (5) Kepala Bappeda Propinsi Lampung yang memaparkan RTRW Propinsi Penyelesaian Konflik di Kawasan Hutan. Seminar dihadiri sekitar empat puluh peserta dari unsur Pemerintah, NGO, Perguruan Tinggi, Lembaga penelitian, dan swasta. Seminar difasilitasi oleh Ir. Martua Sirait, MSc.    Rekomendasi Dirjen Planologi Kehutanan:

  • Dengan penyesuaian RT/RWK kabupaten diintegrasikan dengan RT/RWK Propinsi
  • Sebisa mungkin areal  luas hutan tidak berubah.

Seminar ini juga tidak menhasilkan apa-apa karena tidak ada tindak lanjut yang jelas. Pada tahun 2017 kembali masyakarat Budisukur meminta fasilitasi oleh  DPRD tingkat dua untuk permohonan permintaan pelepasan hutan  menjadi Hak milik, mengacu kepada  peta pencadangan tanah  BRN, sementara  masyarakat  Sukapura juga meminta kepastian hukum tentang tanah yang mereka tempati,  desa-desa lain juga Sinar Luas sudah mulai mengumpulkan KTP dan mulai mau melakukan pemetaan pastisipatif dan meminta hak yang sama kepada pemerintah.

DPRD tingkat 2 mempasilitasi ke  Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan, ke Komisi III DPR RI pada bulan mei dan juli 2017 , bukannya di kaji dan dibahas oleh KLH adanya malah surat penolakan.

Keluarnya Perpres 88  tahuan 2017  menjadi sebuah harapan baru, walau lampung tidak masuk kreteria dari kepres tersebut karena hutannya kurang dari 30 persen, tetapi untuk lampung barat 70 persen adalah hutan dan hanya 30 persen lahan yang bisa digarap.

Kepres ini bisa saja direvisi, karena akan sangat tidak bijak Presiden RI Jokowi jika mengabaikan konflik tanah Lampung, apalagi menteri Siti Nurbaya  lama berkarier di Lampung dan jabatan terakhir adalah Sekda Propinsi  Lampung, yang kharusnya jabatan yang disandang sekarang bisa memberikan manpaat  bagi masyarakat.

Sejarah konflik tanah Lampung yang sudah akut, harusnya menjadi perhatian dari presiden, DPR jika tidak diselesaikan dari sekarang satu persatu konflik lahan di Lampung akan memunculkan bara apa dalam sekam yang akan selalu membesar pada waktunya.

Karena persoalan konflik tanah  di Sumberjaya Sudah akut maka kami  dengan rendah hati meminta fasilitasi ke pada DPR terutama komisi IV untuk memperjuangan nasib petani  yang tak kunjung ada harapan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun