[caption id="attachment_94863" align="alignright" width="285" caption="poto google"][/caption]
Pengakuan Daniel Sinambela bahwa Nazaruddin (Bendum Partai Demokrat) melakukan pemerasan terhadap Daniel, membuat kisah membuka sisi negatif Partai Demokrat mencari uang untuk kebutuhan partai.
Berdasarkan penelusuran tempo, Sutan, yang duduk di Komisi Energi dan Pertambangan Dewan, yang mengenalkan Daniel dengan Nazaruddin.
Sutan Bhatoegana dan Nazarudin (anggota DPR dari Demokrat), mempertemukan Daniel dengan Direktur Energi Primer PT PLN Nur Pamudji.
Nur Pamudji berjanji akan membantu perusahaan (Matahari Anugrah) yang dimiliki Daniel dalam prosesnya. Hebatnya setelah Perusahaan D aniel mendaftarkan Matahari Anugrah untuk tujuh paket pengadaan batu bara yang ditenderkan. hari itu juga PLN mengumumkan hasil tender. Matahari Anugrah mulus memperoleh proyek. Perusahaan ini menjadi pemenang dua paket, yakni paket PLTU Suralaya dan paket batu bara buat persediaan.
Sementara keuntungan dari hasil proyek tersebut menurut Daniel, "Lima puluh persen untuk Partai Demokrat, 35 persen untuk Nazaruddin, dan 15 persen untuk Matahari, bahkan Nazarudin menyertakan modal sebesar 25 miliar.
Maklum saja sesama kader Demokrat, saling bantu baik dari lobi sampai modal barangkali sudah wajar, apalagi keuntungan terbesarnya adalah untuk kas partai Demokrat.
Sayangnya perusahaan Matahari Anugrah gagal memenuhi kalori yang Sesuai dengan kesepakatan, kalori minimal batu bara yang disetor adalah 4.300. Ternyata batu bara dari PT Matahari hanya 3.700.
Indonesia Power, selaku pengguna batubara tersebut sudah jelas complain, membaca gelagat ini Nazaruddin sudah barang tentu harus membersihkan namanya dan uangnya kembali, tidak heran kasus ini berkembang dan berujung ke penangkapan Daniel yang dianggap ingkar dalam mengembalikan uang yang dikasih pinjam oleh Nazarudin.
Kasus ini berkembang dan akhirnya , membuka kedok kader Demokrat yang memanpaatkan kekuasaan untuk mengatur proyek pengadaan memanpaatkan kekuasaan yang mereka miliki.
Belum kelar kasus ini, Kader Partai Demokrat yang duduk di Komisi B DPRD Kota Bandar Lampung, suka meminta uang kepada pemilik hotel dengan alasan yang bermacam-macam, pelaku usaha hotel dan hiburan harus mengeluarkan dana 300-500 ribu sebagai dana partisipasi buat kegiatan partai.
Kasus-kasus ini sama aja dengan zaman Ordebaru, dimana proyek-proyek pemerintah sudah diatur tendernya, bahkan bila usaha ingin cepat berkembang, maka jalan pintas adalah masuk Golkar pada waktu itu,bisa juga dekat dengan pusat kekuasaan atau pengurus pusat Golkar agar segala urusan lancar. Cara lain dengan memberikan upeti/sumbangan, bisa ke yayasan yang dibina oleh Pak Harto, atau membantu pendanaan Golkar .
Cara kader partai Demokrat untuk mendapatkan dana dari pengaturan tender proyek di BUMN juga barangkali diproyek-proyek pemerintah, sampai dengan meminta dana partisipasi yang biasanya agak "maksa", membuktikan bahwa orientasi kekuasaan SBY dan Demokrat, tidak 100% berorientasi kepada rakyat.
Saya kira benar pernyataan Ruhut Sitompul, Demokrat adalah Anak kandung SBY, PKS dan Golkar adalah anan tiri, sementara rakyat Indonesia yang lain tidak jelas anak siapa.
Jadi jangan heran bila pemerintahan SBY dan Parpol hanya sibuk mengurus koalisi, oposisi dan bagi-bagi rejeki sesama mereka, sementara kehidupan rakyat jelata semakin menderita.
Semoga, banyaknya kasus yang terungkap baik yang dungkap media asing, media nasional, bisa membuat malu para elite parpol dan pemimpin negeri ini untuk tidak terus mementingkan diri dan kelompok mereka, tapi juga berbuat untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H