RAT TUA - FSTVLSTÂ
Jejak primata berjalan tegak dengan kedua kaki-kakinyaÂ
Jelajahi Rat Purwa (alam permulaan)
Syahdan (selanjutnya) menafsir anima (jiwa) menjawat (merangkul) api dan bahasa
Beradab nan purna (selesai/mati)
Sebelum manusia, manusia pertamaÂ
Sudah ada mereka
Sebelum kita semua saudara tua
Ajar (guru) bijaksanaÂ
Yang terlupa kisahnyaÂ
Bersila tenang pada akarnyaÂ
Bersembah indah dengan daun-daunnya
Berdoa dengan air dan udaraÂ
Berserah pada kehendak semestaÂ
Kemudian manusia-manusia ituÂ
Datang bersenjatakan bara api nafsuÂ
Bakar indah teduhnya
bunuh penjaganya
Saudara tua ajar bijaksanaÂ
Saudara tua yang terlupakan kisahnyaÂ
Manusia lupa, sang reksa (penjaga)
Manusia lupa kisahnya
Sebuah lagu dari grup band rock asal yogyakarta, FSTVLST, yang dapat ditemukan di album kompilasi bertajuk "Sonic Panic" yang diprakarsai oleh Robi Navicula.
Cukup berbeda jika kita tilik lagi beberapa lagu FSTVLST dalam 2 album sebelumnya, mulai dari sudut pandang materi, penggunaan diksi yang lebih 'keramat' dan pengisian instrumen yang memberikan tambahan tenaga untuk lirik-liriknya.
Bait-bait fase pertama, banyak ditemukan diksi-diksi yang cukup unfamiliar namun anehnya tidak 'risih' di telinga dan mudah melekat. Saya menyebutnya diksi 'keramat'. Pada bagian ini menjabarkan perkembangan manusia yang 'katanya' tumbuh dari primata yang berjalan dengan dua kaki menjelajahi awal jagat raya, mulai menafsirkan jiwa, menemukan api dan bahasa hingga akhirnya purna atau mati.
Bait-bait fase ke dua, hendak mengingatkan dan menggarisbawahi adanya penghuni 'awal jagat' ini sebelum kita sosok-sosok yang mengajarkan kebijaksanaan dan ketenangan, senantiasa pasrah berserah kepada sang pencipta. Tak bergeming meski dilupakan, disingkirkan, mati digunduli, ia akan tetap bersila tenang pada akarnya dan bersembah indah dengan daunnya.
Sementara manusia pada akhirnya datang dengan segala macam proses evolusi menghasilkan banyak predikat "yang paling". Dan ironisnya, manusia  justru kalah oleh bara api keserakahanya sendiri, dengan mata yang buta dan nurani yang berkabut membumihanguskan segala sesuatu yang sudah merawatnya selama ini. Manusia tak hanya melupakan saudara tuanya, manusia juga melupakan tempat tinggal mereka. Manusia melupakan dirinya sendiri.Â
Sudah selayaknya manusia mengingat kembali, merapikan lagi susunan yang sudah teracak. Â Bahwa manusia dengan segala predikatnya tetaplah adik terkecil dalam keluarga semesta ini, sudah saatnya menunaikan tugas untuk gantian menghormati merawat rumah dan saudara-saudara tuanya. Akan sangat tidak mengenakkan jika manusia terkenang sebagai 'tombol restart' dalam peradaban selanjutnya.
Menjawab kebebasan bertafsir yang di berikan mas Farid sang vocalis, begitulah out put yang bisa saya berikan setelah menelaah, meresapi dan mencari-cari pembenaran terhadap Rat Tua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H