Mohon tunggu...
Rimang Absal
Rimang Absal Mohon Tunggu... Lainnya - Daily Manager

Pemikiran sehari-hari

Selanjutnya

Tutup

Music

Rat Tua; Manusia Sudah Berjalan Terlalu Jauh

5 Januari 2024   17:00 Diperbarui: 5 Januari 2024   17:03 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RAT TUA - FSTVLST 

Jejak primata berjalan tegak dengan kedua kaki-kakinya 

Jelajahi Rat Purwa (alam permulaan)

Syahdan (selanjutnya) menafsir anima (jiwa) menjawat (merangkul) api dan bahasa

Beradab nan purna (selesai/mati)

Sebelum manusia, manusia pertama 

Sudah ada mereka

Sebelum kita semua saudara tua

Ajar (guru) bijaksana 

Yang terlupa kisahnya 

Bersila tenang pada akarnya 

Bersembah indah dengan daun-daunnya

Berdoa dengan air dan udara 

Berserah pada kehendak semesta 

Kemudian manusia-manusia itu 

Datang bersenjatakan bara api nafsu 

Bakar indah teduhnya

bunuh penjaganya

Saudara tua ajar bijaksana 

Saudara tua yang terlupakan kisahnya 

Manusia lupa, sang reksa (penjaga)

Manusia lupa kisahnya

Sebuah lagu dari grup band rock asal yogyakarta, FSTVLST, yang dapat ditemukan di album kompilasi bertajuk "Sonic Panic" yang diprakarsai oleh Robi Navicula.

Cukup berbeda jika kita tilik lagi beberapa lagu FSTVLST dalam 2 album sebelumnya, mulai dari sudut pandang materi, penggunaan diksi yang lebih 'keramat' dan pengisian instrumen yang memberikan tambahan tenaga untuk lirik-liriknya.

Bait-bait fase pertama, banyak ditemukan diksi-diksi yang cukup unfamiliar namun anehnya tidak 'risih' di telinga dan mudah melekat. Saya menyebutnya diksi 'keramat'. Pada bagian ini menjabarkan perkembangan manusia yang 'katanya' tumbuh dari primata yang berjalan dengan dua kaki menjelajahi awal jagat raya, mulai menafsirkan jiwa, menemukan api dan bahasa hingga akhirnya purna atau mati.

Bait-bait fase ke dua, hendak mengingatkan dan menggarisbawahi adanya penghuni 'awal jagat' ini sebelum kita sosok-sosok yang mengajarkan kebijaksanaan dan ketenangan, senantiasa pasrah berserah kepada sang pencipta. Tak bergeming meski dilupakan, disingkirkan, mati digunduli, ia akan tetap bersila tenang pada akarnya dan bersembah indah dengan daunnya.

Sementara manusia pada akhirnya datang dengan segala macam proses evolusi menghasilkan banyak predikat "yang paling". Dan ironisnya, manusia  justru kalah oleh bara api keserakahanya sendiri, dengan mata yang buta dan nurani yang berkabut membumihanguskan segala sesuatu yang sudah merawatnya selama ini. Manusia tak hanya melupakan saudara tuanya, manusia juga melupakan tempat tinggal mereka. Manusia melupakan dirinya sendiri. 

Sudah selayaknya manusia mengingat kembali, merapikan lagi susunan yang sudah teracak.  Bahwa manusia dengan segala predikatnya tetaplah adik terkecil dalam keluarga semesta ini, sudah saatnya menunaikan tugas untuk gantian menghormati merawat rumah dan saudara-saudara tuanya. Akan sangat tidak mengenakkan jika manusia terkenang sebagai 'tombol restart' dalam peradaban selanjutnya.

Menjawab kebebasan bertafsir yang di berikan mas Farid sang vocalis, begitulah out put yang bisa saya berikan setelah menelaah, meresapi dan mencari-cari pembenaran terhadap Rat Tua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun