Mohon tunggu...
S. R. Wijaya
S. R. Wijaya Mohon Tunggu... Editor - Halah

poetically challenged

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Fusi Keakanan

23 Mei 2011   18:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:18 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pada titik-kala yang itu pula, bagi sang nenek, kedatangan suaminya masih berada di keakanan. Kekiniannya cuma berupa gagang sapu lidi, getar tempurung, sebatang pohon ara di mana aku tersembunyi, dan deru kekhawatirannya sendiri.

.

Dari ketinggian, aku melihat dua bentuk keakanan ini—dari sepasang manusia yang saling mengasihi—justru sebagai satu kekinian utuh. Keakanan-keakanan yang jamak itu menjadi kekinian tunggal buatku. Aku sanggup melihat mereka berdua sekaligus, namun mereka tak dapat melihat satu sama lain. Ini adalah, seperti wejangan masa silam lazim katakan, sebentuk tarian sawang-sinawang. Pada satu titik-kala mereka tadinya belum saling bertemu; masih terpagari oleh kekinian yang tak menyertakan satu sama lain, yang tentu mengasingkan. Tetapi mereka berdua sudah bertaut lebih dahulu dalam kekinianku.

Beberapa detik kemudian barulah mereka benar-benar bertemu. Sang kakek menghela pagar dan sang nenek menyandarkan sapu ke dinding garasi untuk menyambut suaminya. Mereka menyungging senyum terang dan berangkulan di dekat rumpun gladiol.

I hope you both find beauty in every single leaf that falls....

.

*

Aku tak mengerti kenapa satu perspektif bisa demikian sentimental. Aku sebetulnya hanya merasa kaya demi menyaksikan mereka berpelukan, berbagi kekinian, yang juga menjadi kekinianku saat itu.  Lantas ada semacam dering di dadaku, ngungun, tertuju kepadamu dan siapa saja di atas dunia yang sedang tercerai-berai dari sisimu:

Kalian berdua memang acap terpisah. Hari-hari pernah muram. Namun keakananmu dan keakanannya suatu masa nanti barangkali akan kembali saling memeluk, memanunggal. Dan seperti kakek-nenek itu, kalian akan berbagi kekinian yang baru. Sementara menunggu, mulai hari ini kalian boleh belajar percaya bahwa sejauh apapun jarak itu terbentang, kalian masih tetap menghuni perspektif milik Mata yang jauh lebih tinggi, yang melihat segalanya. Kalian menghuni Kekinian Tuhan.

.

Terinspirasi oleh Wendelin van Draanen Medan, MMXI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun