Mohon tunggu...
S. R. Wijaya
S. R. Wijaya Mohon Tunggu... Editor - Halah

poetically challenged

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Holocaust Ayam

27 September 2010   13:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:55 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

”Dan kau, Kernet, pinggirkan truk kau ke belakang motorku itu,” hardik sang pengancam yang telah menudingkan senjata genggamnya ke sasaran baru. ”Lekas!”

*

Tapi kopling yang terlalu segera dilepaskan membuat mesin truk itu terbatuk dan mati. Si sopir di atas bak terjungkal menghujam bagian atas deretan kotak. Beberapa buah kontainer bambu itu pecah; membebaskan sebagian warganya yang langsung beterbangan ke udara.

*

”Hei! Kali ini kalau mati lagi mesinmu, aku janji kau ikut pula.”

*

Si kernet selamat dari horor. Dia sudah berdoa sedalam-dalamnya meminta penundaan maut. Roda-roda truknya kini berhasil keluar dari tepian aspal.

*

”Sekarang angkat bak kau itu!”

*

Kernet menekan kenop. Terdengar dengung, lalu tungkai hidrolik perlahan menjungkirkan bak itu ke belakang. Ayam-ayam tolah-toleh gelisah. Mereka sudah cukup kelu, kelaparan dan berdesakan setelah diangkut semalaman tanpa makanan dan air. Penjara cuma menyediakan rontokan bulu, dingin, debu, dan bulir-bulir kotoran. Kini lantai bak yang makin miring membuat mereka semua merosot ke satu sisi kandang masing-masing. Suara protes mulai riuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun