Mohon tunggu...
Syahrial Hidayat
Syahrial Hidayat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Guru, praktisi public relations Tinggal di Cibubur, Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bisnis untuk Pensiunan

23 Oktober 2018   15:38 Diperbarui: 23 Oktober 2018   15:43 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Minggu pagi blan Oktober, Kota Bandung tampak sudah menggeliat. Beberapa ruas jalan terlihat macet, terutama di sekitar kawasan Gasibu dan jalan Dago. Tak mengherankan sebenarnya. Bandung sudah dimaklumi sebagai salah satu "kota termacet"  di Indonesia, terutama di setiap akhir pekan .  Kalau ditanya penyebab macet, warga Bandung biasanya menjawab  "Gara-gara orang Jakarta lagi liburan!"

Jawaban warga Bandung tersebut tampak ada benarnya. Sekilas saja orang bisa menyaksikan betapa ramainya turis yang menyerbu kota Bandung di setiap hari Sabtu dan Minggu. Sebagian besar turis itu dari Jakarta. Di sejumlah lokasi wisata favorit, jalan di sekitarnya seringnya macet. Di kawasan Lembang misalnya. Kemacetan kawasan Bandung Utara itu di akhir pekan seolah hal yang lumrah.

Bus-bus wisata maupun mobil pribadi terlihat mengular sejak pagi, mulai jalan Setiabudi hingga ke Lembang. Meskipun macet, mereka rela harus melalui jalan Setiabudi-Lembang  karena itulah satu-satunya akses terpendek dan tercepat menuju lokasi wisata yang lagi "hits" di Bandung. 

Farm House dan Floating Market nampaknya jadi tersangka utama sumber kemacetan. Dua obyek wisata tersebut saat ini bisa dikatakan yang paling favorit diantara destinasi yang ada di Lembang. Setiap akhir pekan ribuan pengunjung berjubel .  Saking ramainya, mobil maupun bus harus mau antri agar bisa masuk ke dua lokasi. Saya sendiri sudah beberapa kali masuk ke kedua obyek wisata tersebut. Bukan karena itu tempat favorit saya, tetapi lebih karena "terpaksa", karena harus mengantar teman dan sanak keluarga yang lagi liburan ke Bandung.

Kalau ditanya Farm House atau Floating Market, mungkin hampir semua orang Bandung menjawab tahu. Tapi kalau ditanya siapa Perry Tristianto, saya yakin tidak banyak orang Bandung yang kenal. Kalaupun kenal mungkin baru sebatas dengar nama.  Padahal Perry ini menurut saya orang hebat. Sejak googling tentang beliau, saya pingin segera berguru kepadanya. Niat ini akhirnya bisa kesampaian ketika di pertengahan Oktober lalu saya bertemu beliau di Summit Hotel Bandung, dalam acara seminar singkat tentang memulai dan mengembangkan usaha bagi para pensiunan.  

Sedikit info yang saya peroleh sebelumnya, Perry adalah sang kreator sekaligus pemilik beberapa  tempat wisata yang menjadi tren atau hits di Bandung. Sejauh ini, selain Farm House dan Floating Market, Perry juga meng-create sejumlah obyek wisata yang hingga saat ini termasuk destinasi ramai pengunjung seperti  De Ranch, Rumah Sosis, Rumah Stroberi, dan Tahu Susu Lembang.  

Perry mungkin termasuk sosok yang low-profile. Dia tidak setenar Kang Emil, mantan walikota Bandung (sekarang Gubernur Jabar). Padahal dulu Perry sempat dijuluki sebagai Raja FO Bandung saking banyaknya cabang FO (factory outlet) yang dia miliki di era tahun 90-an hingga tahun 2000-an.

Kalau mau jadi orang terkenal sebenarnya gampang saja bagi Perry. Tapi tampaknya Perry lebih memprioritaskan bisnis-bisnisnya untuk menjadi brand-brand yang terkenal dan diterima pasar, ketimbang menonjolkan "brand" pribadi. 

Ketika bertemu beliau di acara seminar tersebut, Perry terlihat sangat santai dengan pakaian kasual layaknya anak muda. Perry juga tampak begitu hangat dan cair ketika berinteraksi dengan para peserta, yang sebagian besar merupakan pensiunan karyawan eks Hotel Panghegar Bandung.

Dalam bincang-bincang singkat sebelum acara, Perry menyampaikan bahwa dia sangat senang bisa berbagi ilmu dan pengalaman dengan orang-orang yang ingin terjun ke dunia bisnis. Khusus untuk kalangan setengah baya atau yang akan memasuki usia pensiun, Perry bahkan menyatakan sudah memiliki formula khusus, yang berisi kiat-kiat hidup sehat, bahagia dan produktif.

Menurut Perry, para karyawan dan calon pensiunan yang ingin terjun ke dunia wirausaha sebaiknya  dibekali 3 materi pokok yakni tentang kesehatan, keuangan, dan entrepreneurship. Tanpa pengetahuan dan pemahaman yang benar terhadap ketiga hal tersebut, dikhawatirkan mereka akan salah arah. Alih-alih mendapatkan manfaat kebaikan dari bisnis malah sebaliknya menambah masalah, baik dalam hal keuangan maupun kesehatan.

Perry mengakui bahwa orang Indonesia, khususnya Bandung, adalah pekerja keras, mau usaha, punya inisiatif, dan loyal. Namun kurangnya adalah "smart". Dia mencontohkan karyawannya sendiri. Ketika suatu malam menyambangi salah satu toko miliknya, terlihat para karyawannya sedang nongkrong-nongkrong saja di depan toko. Pengunjung sepi kata mereka. Bukan Cuma hari itu sepi, tapi juga pada hari-hari sebelumnya. Ketika ditanya apa solusinya. Para karyawan tersebut mengusulkan pergi dukun. Menurut Perry usulan pergi ke dukun ini adalah bentuk inisiatif, hanya saja bukan itu tentunya yang dia harapkan.

 

Creating Market

Dalam berbagai kesempatan Perry selalu menekankan pentingnya menciptakan pasar sendiri untuk bisnis yang kita geluti. "Masuk pasar yang sudah ada itu melelahkan. Kita harus gontok-gontokan, perang harga. Mendingan ciptakan pasar sendiri, agar leluasa menentukan harga," jelasnya.

Contoh. Banyak ibu-ibu yang pintar bikin kue enak. Tapi yang dipikirkan selalu adalah bagaimana bisa menitipkan kue tersebut di toko besar. Akibatnya, agar produknya laku mereka terpaksa mengikuti harga jual yang ditentukan pemilik toko.  Untuk jenis panganan atau kuliner, Perry menyarankan si produsen menjajagi berbagai alternatif tempat jualan. Misalnya jual di apotik, bahkan kuburan.

Perry mencontohkan susu kedelai MDL 525, yang dijualnya bukan di toko makanan atau minuman tapi di apotik. Padahal produk tersebut bukan termasuk kategori obat. Si produsen jeli dalam mengemas produk tersebut sebagai vitamin atau minuman sehat, dengan harga yang ditentukan sendiri oleh produsen tentunya.

Sebagai latihan agar bisa menemukan ide-ide bisnis yang unik, Perry menyarankan peserta untuk sering mengamati hal-hal yang lagi happening, lagi hits. Dia sendiri misalnya senantiasa mengamati perkembangan yang lagi tren di dunia fashion hingga kuliner. Bahkan sinetron yang lagi populer pun dia ikuti, karena banyak ide yang didapat dari acara tersebut.

Khusus bagi para pemula Perry menyarankan untuk mulai dari yang kecil, yang mudah ditemui di sekitar kita misalnya penjual gorengan atau gado-gado. Amati yang ramai, lalu cari tahu kenapa. Dari sini kita bisa menemukan ide-ide yang unik misalnya gado-gado dengan kepedasan berbagai level (seperti keripik mak icih).

"Jadi pebisnis itu harus sabar. Jangan langsung pengen dapat hasil besar," ujar Perry. "Kalau selama ini, saat jadi karyawan dapat gaji 30 juta per bulan, jangan langsung target penghasilan yang sama dari bisnis yang baru mulai," jelasnya.

Mulailah dari skala kecil dengan risiko kecil. Kalau ibu-ibu bisnis gado-gado, katakanlah modal peralatan 2 juta, kalaupun bisnis tersebut gagal si ibu-ibu tersebut paling bilang gak apa-apa. Cuma 2 juta ini. "Jangan sampai kita punya 20 juta tapi pengen masuk ke bisnis yang perlu modal 100 juta," papar Perry.

 

Packaging

Kreativitas dalam bisnis itu banyak bentuknya. Dalam urusan packaging atau kemasan misalnya, ternyata bukan semata membuat bungkus atau dus makanan-minuman.

"Bapak ibu tahu nggak, Floating Market itu apa?" tanya Perry kepada peserta seminar. Tanpa menunggu jawaban peserta, Perry menuturkan bahwa Floating Market itu sebenarnya adalah food-court. Cuma kemasannya beda dengan food-court yang biasa kita lihat. "Yang penting kita tahu siapa target market kita," jelas Perry.

Makanan dan minuman yang tersedia di Floating Market pada dasarnya adalah jajanan kampung. Tapi karena disajikan dengan cara dan suasana yang unik, kesannya terhadap pengunjung jadi berbeda. Apalagi sebagian besar pengunjung adalah "orang kota" yang biasa makan di mall atau restoran modern jaman now. Mereka biasanya agak sensitif terhadap masalah higinitas. Kalau warung makanan atau pelayannya jorok, biasanya nggak jadi beli.

Harga makanan-minuman di Floating Market dipatok sekitar 20-25 ribu rupiah per porsi. Dibandingkan jajanan serupa yang dijual di kampung-kampung harga tersebut 2-3 kali lipat. Namun dibandingkan dengan harga rata-rata makanan food court di mall-mall, harga tersebut relatif murah. Para pengunjung sadar, yang mereka beli itu bukan Cuma makanan tapi termasuk suasana dan pengalaman yang unik, yang belum mereka dapatkan di tempat lain.

Contoh lain kemasan yang dibikin Perry adalah Rumah Stroberi. Yang dijual sebenarnya stroberi biasa, tapi untuk mendapatkannya para pembeli dipersilahkan memetik sendiri di kebon. Ini menarik bagi orang-orang yang belum pernah "merasakan" atau "mengalami" sendiri memetik stroberi. Harga stroberi kalau kita beli di pasar paling sekitar 15 ribu rupiah, tapi para pengunjung rela membayar 3x lipat di Rumah Stroberi karena itu tadi...experience.

Untuk membuat kemasan  memang dituntut kejelian dan kreativitas. Dalam pengadaan produk atau jasa, tidak jarang Perry bekerjasama dengan pihak lain. Di obyek wisata De Ranch misalnya, yang dilakukan Perry adalah menyiapkan lahan, perlengkapan, pakaian dan asesoris koboi. Sementara kuda-kudanya disiapkan oleh tukang kuda yang memang sebelumnya berbisnis kuda keliling atau sewa kuda.

Selain bekerjasama dengan pihak lain, Perry juga kerap "bermitra" dengan karyawannya sendiri. Anda mungkin pernah menyaksikan sesi memberi makan domba di Farm House. Khusus urusan wortel misalnya Perry menugaskan beberapa staff. Para staff tersebut bertanggungjawab dalam penyediaan wortel mulai dari  membeli, membersihkan hingga mengemas. Perry menerapkan sistem komisi atau bagi hasil. Berapapun yang terjual, para staff itu mendapat komisi, selain gaji pokok. Dengan cara ini para staff senang dan bersemangat dalam menjalankan tugasnya.

 

Sentuhan

Salah satu kelebihan para pensiunan atau orang-orang tua adalah pengalaman hidup. Ini yang tidak dimiliki anak muda. Karenanya untuk para pensiunan yang ingin berbisnis, Perry menekankan pada kelebihan ini. Dengan pengalaman hidup yang dimilikinya, para orangtua dapat memberikan sentuhan emosional yang lebih baik ketika berinteraksi dengan para pelanggan.

Kalau misalnya anda beli waralaba sebuah mini market. Baiknya anda selaku pemilik selalu hadir di lokasi atau di toko milik anda tersebut. Setidaknya pada jam-jam ramai. Sapalah para pelanggan. Tawarin mereka teh atau kopi atau cemilan. "Dijamin toko anda akan jadi yang paling laris di wilayah itu," ujar Perry.

Sayangnya saat ini bisnis mini market atau bisnis-bisnis waralaba lainnya, pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada karyawan. Entah karena sistemnya dibuat demikian atau karena si owner memang pengennya Cuma sekedar jadi "investor". Padahal kalau si owner ini juga mencintai bisnisnya, hasilnya tentu lain.

Perry mencontohkan salah satu Factory Outlet yang ada di jalan Setiabudi Bandung. Pemiliknya, seorang ibu-ibu tua, setiap hari ada di tokonya. Dia perhatikan betul setiap detail yang ada di toko tersebut, mulai dari interior, asesoris, nuansa, bahkan hingga jenis ikan yang ada di kolam. "Melawan ibu seperti ini susah, saya nyerah lawan dia, " ujar Perry.  

Banyak pelajaran yang bisa dipetik dan ide-ide inspiratif setiap kali kita ngobrol dengan Perry. Kalau mau ketemu beliau, jangan sungkan bertanya segala macam persoalan,  baik urusan bisnis, kesehatan, keluarga, dan sebagainya. Kabar baiknya, Perry dalam waktu dekat akan mengadakan workshop atau boothcamp, terutama bagi pensiunan atau pemula bisnis yang ingin mendapatkan pembekalan lebih mendalam tentang cara memulai dan mengembangkan bisnis.

Acara workshop tersebut rencananya akan dikemas secara "mobile", tidak monoton dalam ruangan. Ada yang dilakukan dalam ruangan ada juga yang di luar. Tempatnya  bisa di Bandung bisa juga di kota-kota lain.Tergantung temanya. Yang jelas konsepnya akan dibikin unik, memadukan setidaknya dua aktivitas yakni edukasi dan wisata. Dengan program pelatihan ini, Perry berharap akan lebih banyak lagi muncul  pengusaha baru di bidang pariwisata maupun bisnis umum.

Saya sendiri melihat banyak potensi wisata berbasis alam seperti wisata sungai, laut, gunung, dan hutan yang belum dikembangkan secara optimal. Juga wisata kulinernya. Di setiap daerah di Indonesia pasti punya setidaknya salah satu dari potensi tersebut. Di Palembang misalnya, ada Sungai Musi yang tidak kalah keren dari Chao Praya Bangkok. Atau di Banjarmasin yang punya pasar terapung tradisional yang sangat unik. Belum lagi daerah-daerah lain di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dll. Banyak yang potensial tapi belum ada sentuhan sebagaimana yang dilakukan Perry.

Banyak pihak yang mungkin berharap ada upaya-upaya berkelanjutan untuk menggali potensi-potensi tersebut. Khusus untuk rekan-rekan pengusaha tour & travel, saya mengajak mari kita semua bersinergi. Mari kita optimalkan goodwill atau niat baik dari orang-orang seperti Perry yang siap memberikan kontribusi sesuai keahliannya. Kita ciptakan destinasi-destinasi baru dan pengusaha-pengusaha handal di bidang pariwisata di daerah masing-masing.   

Cibubur, 23 Oktober 2018

  

Pensiun Sehat, Bahagia dan Produktif Ala Perry Tristianto

Oleh : Syahrial Hidayat  

Penggiat Usaha Eduwisata. Tinggal di Cibubur 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun