Mohon tunggu...
Shohibul Anshor Siregar
Shohibul Anshor Siregar Mohon Tunggu... -

Koordinator Umum 'nBASIS (Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya), tinggal di Medan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gubsu Ideal dan Merakyat

6 September 2012   15:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:50 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam pemilukada ada pilihan ikut berkompetisi melalui jalur perseorangan atau yang lazim disebut independen.  Tetapi sepanjang pengalaman empirik selain sulit memenangkan (OK Arya Zulkarnain di Batubara tercatat menjadi orang pertama yang berhasil), kelak mereka terbukti bukan orang yang yakin dengan sebuah keindependenan. Kejadian jamak ialah orang partai mengaku independen. Juga orang yang tadinya tak berpartai, setelah menang berkompetisi, merasa mempunyai modalitas untuk merebut kepemimpinan partai. Memang partai selalu mengutamakan pentingnya menggenggam kekuasaan. Jika seorang penguasa dapat dijadikan sebagai ketua, tentulah itu dianggap sebuah prestasi luar biasa.

Penutup. Apa ukuran ideal dan merakyat? Ketika sudah dipatok sebuah batas akhir pencapaian untuk sesuatu yang terbaik dalam satu masa dan tempat, agaknya secara realistis harus diterima bahwa itulah idealitas itu. Betulkah? Tentu hanya karena rakyat dan para elitnya sudah berdamai dengan ketakmampuan diri dan lebih memilih melupakan perangkat nilai ultimate goal (tujuan akhir) yang diwariskan. Apa itu? Ya, kompleks. Di antaranya Pancasila. Memang, jika korupsi masih dianggap jalan hidup prestisius, Pancasila sudah dianggap tak perlu kecuali sekadar untuk formalisme belaka.

Ketak-mungkinan memperoleh figur ideal dan merakyat berawal dari model rekrutmen yang tak sehat. Sistem politik yang dikembangkan menyebabkan seperti itu. Mestinya jalur perseorangan (independen) dapat diandalkan sebagai alternatif. Tetapi pengalaman empirik membuktikan  bahwa tokoh jalur perseorangan pun akhirnya  sudah bukan sebuah alternatif untuk memperbaiki buruknya pengarusutamaan rekrutmen partai. Keduanya tak mungkin tahan terhadap bobroknya sistem.

Tanpa maksud memandang tak penting yang lain, tulisan ini telah mengemukakan 4 di antara para mantan gubsu dengan catatan keistimewan masing-masing. Catatan itu pun dapat dianggap subjektif oleh orang lain. Tentu setiap generasi memiliki tantangan sejarahnya sendiri dan untuk daerah ini, dalam ikhtiyar mencari figur ideal dan merakyat,   kenanglah hal-hal terbaik dari Abdul Hakim, Marah Halim Harahap, EWP Tambunan dan Raja Inal Siregar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun