Pekerjaan survei sesungguhnya tak pernah dimaksudkan untuk mengklaim kebenaran tunggal apalagi di antara perlombaan klaim itu sudah tercermin berbagai hal yang mencemaskan bagi keluhuran politik. Kita pun sangat perlu mencatat bahwa mestinya data survei hanya boleh salah karena hal-hal yang tak bersifat manipulatif atau bukan oleh hal yang di luar kesalahan metodologi belaka. Survei itu adalah instrumen demokrasi yang sangat penting, tetapi tentu hanya yang berbasis kejujuran dan keterandalanm metode. Jika pelaku survei memihaki salah satu kontestan, itu pun tidak masalah karena niat untuk mencari kehidupan dan termasuk kekayaan tidak dikecualikan pada pekerjaan survei. Syaratnya kredibilitas yang terjaga dengan kawalan code of conduct (kode etik).
Pengakuan terhadap data hasil survei pasti akan muncul oleh prasyarat kredibilitas itu. Saya kira, jika kredibilitas yang menjadi dasar pengajuan hasil, di antara sesama kontestan dalam level mana pun akan diperdapat pengakuan. Tentu Indonesia hari ini tak sedang ingin merontokkan demokrasi dengan supremasi lembaga survei. Kita tunggulah dengan sabar. KPU akan menjalankan tugasnya untuk itu. Saya juga sangat setuju peringatan KPK terhadap penyelenggara, bahwa “mereka tak tidur”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H