Secara refleks Xander meraih ID Card miliknya yang tergantung di depan dadanya. Entah mengapa ia jadi kepikiran dengan benda tersebut. ID Card yang dikaitkan pada pengikat berbahan elastis dengan logo perusahaan tempatnya bekerja.
Pandangannya kini kembali beralih ke pintu di hadapannya. Ada tulisan besar-besar di pintu itu. Agak aneh, sepertinya tadi tulisan itu belum ada. Atau memang ia yang alpa memerhatikan? Selain itu banyak gambar hantu seperti coret-coretan yang dibuat oleh anak kecil.
Tulisan tangan dari kapur itu terbaca “Dilarang Masuk” dan persis di bawah tulisan itu ada gambar anak panah menunjuk ke bawah. Otomatis pandangan mata Xander mengikuti arah anak panah itu.
Ada kertas terlipat persis di bawah pintu. Seseorang menyelipkannya di sana? Xander membungkuk dan memungut kertas itu.
Aneh. Kok aku tidak melihatnya tadi? Seharusnya ia sudah menyadari keberadaan kertas itu saat ia memungut name tag milik Perilius barusan.
Kertasnya kotor berdebu dan … ada bercak kecoklat-coklatan. Darah lagi? Atau tanah biasa?
Xander membuka lipatan kertas itu dan membaca tulisan yang tertera di sana: Tolong! Siapapun, jangan masuk! Saya mati dibunuh hantu. – Perilius S.
Xander ingin tertawa ketika membaca tulisan yang dianggapnya konyol itu, namun hal itu urung ia lakukan. Ia merasakan sesuatu. Ada hawa dingin menerpa tengkuknya.
Ia berdiam diri sesaat. Konyol banget kalo ada orang yang mati dibunuh hantu, tapi masih sempat-sempatin nulis hal kayak gini.
Namun ketika ia memerhatikan nama yang tertera di kertas itu serta ID Card milik orang yang namanya juga tercantum di kertas itu, mau tidak mau Xander mengubah sikapnya.
Hal ini ganjil sekali. Kenapa sampai menyertakan tanda pengenal segala macam?