Apa yang hari ini dijelaskan oleh pamannya itu ternyata memang tidak hanya berkaitan dengan latihan tulis-menulis saja tetapi juga berkaitan dengan banyak hal – termasuk pemahaman paling mendasar dalam berlatih bela diri dan ilmu pedang.
Mulailah perlahan-lahan, lakukan dari yang gampang terlebih dahulu, berlatihlah sesering mungkin.
Bennosuke mengulang-ulang kata-kata itu dalam pikirannya.
Paman pasti menguasai seni berperang!
Selama lebih dari seratus tahun era perang saudara di Jepang – yang disebut sengoku jidai (zaman peperangan seluruh negeri), kuil-kuil buddha merupakan tempat penyimpanan literatur yang aman, karena tempat tersebut relatif tidak terjamah peperangan. Berbeda dengan kastil para daimyo yang banyak dirusak, dijarah, dirobohkan, ataupun dibakar habis, sehingga hasil karya seni bernilai tinggi serta koleksi pustaka dan naskah kuno yang terdapat di dalamnya ikut musnah.
Di masa itu, beberapa samurai tangguh dan jenderal melepaskan status ksatria mereka dan menempuh hidup membiara sebagai biksu. Ada yang melakukannya secara suka rela namun beberapa di antaranya dipaksa untuk menjalaninya. Tidak mengherankan jika ada biksu yang memiliki kecakapan dan pemahaman akan strategi militer atau seni berperang.
Taigen Sessai, misalnya, seorang biksu yang masih merupakan kerabat Imagawa Yoshimoto, mendapatkan kedudukan sebagai penasihat militer klan tersebut karena kemampuannya di bidang politik dan militer. Yoshimoto merupakan seorang daimyo yang sangat berkuasa sebelum ia terbunuh dan pasukannya dikalahkan oleh pasukan Oda Nobunaga dalam pertempuran di Okehazama.
Selain itu, ada juga biksu yang mengajar – memberikan pendidikan bagi putra-putra daimyo. Salah seorang di antaranya adalah Kosai Souitsu, yang menjadi guru bagi Date Masamune – seorang daimyo muda yang saat ini dianggap memiliki potensi untuk menandingi Hideyoshi. Selain Tokugawa Ieyasu, tentunya.
Apakah Paman Dorin juga salah seorang biksu yudhaka itu?
Bagian (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8), (9), (10)