[caption caption="Oyabun (www.metal-archives.com)"][/caption]Pertama kali melihatnya, aku merasa agak takut. Wajahnya bukan cuma mengerikan, sebelahnya malah belang. Mukanya yang putih dan lebar itu hampir separuh tertutup warna abu-abu, di sisi kanan, termasuk bagian sekeliling matanya. Hidungnya pun belang. Jarang sekali ada wajah yang belang sedemikian rupa.
Dialah Oyabun – sebutan untuk sosok petinggi Yakuza yang ditakuti. Oyabun juga memiliki ekspresi muka yang tidak ramah juga tidak bersahabat. Dia selalu memandang orang lain dengan curiga. Termasuk aku. Padahal aku selalu menunjukkan sikap hormat setiap kali berjumpa dengannya. Ya, siapapun pastinya begitu kalau bertemu dengan Oyabun yang tampangnya sangar itu.
Berapakah usia Oyabun? Aku tidak tahu pasti. Kuperkirakan – umumnya bapak-bapak, pastilah dia sudah separuh baya.
Bagaimana dengan kondisi fisiknya? Oyabun belum terlihat renta. Tidak gagah juga, walaupun dia masih terlihat gesit.
Oyabun kerap bertandang ke rumahku. Aku pun berusaha menjamunya sebaik mungkin. Walaupun apa yang kusajikan sangat sederhana dan bukan dalam porsi yang mencukupi, Oyabun terlihat menikmatinya.
Kalau sudah kenyang, Oyabun akan memasang tampang yang tenang, enak dilihat. Tatapan matanya teduh, dan mulutnya juga tidak lagi … bagaimana aku menggambarkannya? Mulutnya tidak monyong, miring, sedikit manyun, pokoknya tidak enak dilihat. Walaupun tidak bisa dibilang dia sedang tersenyum, tampangnya jadi mendingan banyak.
Menurutku, Oyabun pastilah memiliki wajah yang tampan sewaktu muda.
Ya, seperti saat ini. Oyabun sudah selesai menyantap makanan yang kusajikan. Dia sekarang sedang menatapku.
Kuperhatikan wajah Oyabun, berbeda sekali dengan saat pertama kali aku bertemu dengannya. Dulu itu Oyabun sepertinya kusut – mungkin banyak pikiran. Sekarang dia terlihat jauh lebih sehat.
Tentu kalian bertanya di mana Oyabun tinggal? Aku juga tidak tahu.
“Ricca!” terdengar suara seseorang memanggilku.
Mamaku!
“Iya, Ma!” sahutku. “Maaf, Oyabun, aku tinggal sebentar ya, Mama memanggilku.”
Belum sempat aku beranjak dari tempat itu, Mama sudah muncul.
“Eeeeh! Kucing!” jeritan Mama yang terkejut melihat Oyabun. “Hus! Hus! Sana pergi!”
Tanpa menunggu diusir kedua kalinya, Oyabun segera melesat meninggalkan tempat duduknya semula. Dalam hitungan detik dia sudah menghilang dari pandanganku dan Mama.
Mama sekarang melotot melihatku dengan kesal.
Aku cuma tersenyum saja.
“Ini ikan goreng sisa kemarin kok Ma. Sudah tidak ada yang makan lagi,” sahutku.
Mama melihat ke luar rumah.
“Itu kucing yang sering main kemari kan?” tanyanya. “Mama baru perhatikan tampangnya, jelek amat ya.”
“Iya, Ma. Namanya Oyabun,” jawabku.
“Boss Yakuza?” tanya Mama lagi – mendelik.
Aku menganggukkan kepala. “Boss Yakuza yang sangar.”
Mama tertawa tergelak-gelak. “Cocok banget.”
Aku, Ricca, murid SD kelas 5, penggemar manga atau komik Jepang – sama seperti Mamaku. Di rumahku yang memiliki pekarangan yang lumayan luas tentunya mudah menemukan hewan liar kota – seperti anjing, kucing, burung-burung, ataupun tikus (Yuck!).
Dan untuk mereka yang menjadi tamu spesialku (para binatang yang kerap hadir di pekarangan rumahku dan bersikap manis tentunya), umumnya mereka kuberi nama panggilan. Bukan apa-apa, cuma untuk memudahkanku saja mengidentifikasi mereka sekaligus berinteraksi dengan mereka.
Nah, sebutan Oyabun yang artinya Boss Yakuza (Kepala/Pimpinan Geng) kuberikan kepada kucing putih dengan muka belang sebelah. Kucing yang rajin menangkapi tikus di rumahku. Kucing yang kebetulan tongkrongannya mirip dengan Boss Yakuza itu.
[caption caption="Oyabun (dokumen pribadi)"]
TAMAT
Tulisan ini kupersembahkan untuk Oyabun yang suka datang waktu tengah malam mencari tikus di rumahku.
Inspired by true character - an old stray cat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H