Mohon tunggu...
Rizqi Maulana
Rizqi Maulana Mohon Tunggu... Administrasi - Belajar mengubah rangkaian pikiran menjadi kata-kata

I talk (to myself) a lot

Selanjutnya

Tutup

Film

If Anything Happens I Love You

30 Mei 2021   13:00 Diperbarui: 30 Mei 2021   12:58 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perpisahan dengan orang terkasih tentu tidak mengenakan. Berpisah untuk waktu yang singkat maupun lama sama saja. Bayangkan jika perpisahan yang terjadi disebabkan oleh kematian yang tragis, tiba-tiba, dan brutal. 

Bisa dibayangkan betapa besar luka yang harus dibawa oleh mereka yang ditinggalkan. Semua tidak lagi sama. Barang yang tertinggal membangkitkan memori indah yang tidak bisa kembali. 

Makanan favorit yang dulu dinanti kini tidak menggugah lagi. Musik yang indah dan membuat menari, kini tak mampu membuat kita mengangkat kaki.

Sampai pada akhirnya, kita yang ditinggalkan berubah, menjauh, dan di suatu titik, memutuskan untuk menjalani hidup kembali walaupun tidak akan sama lagi. Itulah cerita singkat yang tergambar selama dua belas menit dalam film animasi 'If Anything Happens I Love You'.

Film ini merupakan film animasi tanpa dialog yang akan membawa kita mengikuti perjalanan ayah dan ibu yang baru saja kehilangan anaknya. Kematian anaknya yang tragis dan cepat membuat mereka sulit untuk mencerna keadaan hingga hidup mereka pun berubah.

Walau tanpa dialog, penggambaran cerita dengan animasi yang begitu dramatis tetap dapat membuat emosi menjadi terbawa. Meski cerita seperti ini sudah banyak diangkat, masih ada hal baru yang akan kita dapat. Rasa sedih, haru, momen-momen mengenang masa lalu, semua ada dan tergambar dengan jelas. 

https://thecinemaholic.com/
https://thecinemaholic.com/

Saat menonton film ini ada satu perasaan yang paling menonjol: Rasa Penyesalan. Kalau diperhatikan baik-baik, beberapa adegan menunjukkan perasaan itu dengan cukup gamblang dan jelas. 

Apa yang dilakukan oleh kedua orang tua saat sang anak masih hidup akan menjadi penyebab rasa sesal itu muncul, meski tidak secara langsung memengaruhi sang anak.

Belajar dari film ini, rasanya kita akan kembali diingatkan dengan satu pesan yang sering diulang-ulang: manusia akan menghargai sesuatu setelah merasa kehilangan. Walaupun dalam film ini tidak digambarkan kondisi sang anak yang terlantar atau tidak dianggap, tetapi ketika sang anak pergi, tetap saja kedua orang tua itu merasakan luka yang sangat dalam. Luka yang sangat dalam hingga mereka tidak bisa berfungsi sebagaimana biasanya. 

Tersedia di: Netflix

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun