Mohon tunggu...
Rezky Aryani
Rezky Aryani Mohon Tunggu... Mahasiswa - 22107030005 | UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

4 Day Working Week, Kesempatan Emas Work Life Balance

16 Maret 2023   17:35 Diperbarui: 16 Maret 2023   17:32 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teman-teman sudah mendengar tidak tentang hari kerja empat hari per pekan? Kemarin sempat banter dibahas di sosial media oleh para netizen. Ada yang pro pula ada yang kontra.

Ada satu cuitan menarik di Twitter yang ditulis oleh pemilik akun @/MikaelDewabrata. Cuitannya mengenai 4 days working week sungguh menarik untuk teman-teman baca.

Dalam sebuah cuitan pada tanggal 14 Maret 2023, di akun Twitter milik @/MikaelDewabrata

Tahun lalu, di Inggris beberapa perusahaan nyobain 4 Day Work alias 4 hari kerja. 70+ perusahaan mendaftar, 61 di antaranya trial enam bulan. Setelah 3 bulan, 90% perusahaan melanjutkan 4 hari kerja, 18 perusahaan bahkan sudah memutuskan untuk fix 4 hari kerja seterusnya.

Eksperimen ini dilakukan dari Juni hingga Desember 2022. Berjalan enam bulan, 56 lanjut trial, 18 permanen, sementara sisanya memutuskan lain. Selain itu sebuah survei juga dilakukan untuk melihat apakah para pegawai senang kerja 4 hari seminggu, dan apakah jadi makin produktif.

sumber: Twitter @/MikaelDewabrata
sumber: Twitter @/MikaelDewabrata

O iya, project ini dijalankan menggunalan model 100-80-100 di mana pegawai tetap digaji 100% meski jam kerja 80% lebih sedikit dari sebelumnya, tetapi harus mengambil komitmen mempertahankan 100% produktivitas.

Terdapat hampir tiga ribu pegawai yang terlibat dari 61 perusahaan dari berbagai sektor mulai dari marketing, advertising, keuangan, retail, sampai manufaktur. Inisiatif ini dijalankan oleh 4 Day Week Global, survei dan riset oleh University of Cambridge dan Boston College.

Dari survei, perusahaan yang terlibat mengatakan bahwa produktivitas meningkat, dan beberapa peningkatan lainnya. Disebutkan juga kalau 65% dari mereka mengatakan bahwa angka pegawai absen sakit berkurang, dan 71% juga mengatakan bahwa burnout pegawai berkurang.

Di survei yang dilakukan ke tiga ribu pegawai, mereka mengatakan kalau mereka bisa menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan sosial atau keluarga. Dengan empat hari kerja, 54% mengatakan metode ini membuat work life balance lebih mudah.

Dalam survei juga disebutkan kalau cabutnya pegawai alias resign menurun 57% selama trial. Catatan: untuk survei ini tampaknya butuh disikapi lebih bijak karena faktor resign bisa bermacam-macam. Kurangnya stress akibat 4 hari kerja mungkin jadi salah satu faktor saja.

Tanggapan pegawai juga amat positif dengan inisiatif empat hari kerja ini. 15% pegawai yang terlibat bahkan dengan ekstrim mengatakan bahwa uang tidak bisa membuat mereka berpaling dari kerja empat hari seminggu di mana mereka sudah amat nyaman.

Satu hal lain yang mencengangkan adalah, ketika ditanya apakah waktu yang didapatkan lebih menyenangkan saat kerja empat hari seminggu dijalankan. 73% mengatakan iya.

Detil surveinya bisa dicek di sini,

sumber: Twitter @/MikaelDewabrata
sumber: Twitter @/MikaelDewabrata

Ketika hampir semua kantor menerapkan work form home, dikenal istilah WF24H alias WFH malah kerjanya digas sampai malam. Lalu, apakah model ini bikin kerjaan makin naik? 78% mengatakan bahwa workload sih sama saja. Walau, 20% mengatakan naik. 

sumber: Twitter @/MikaelDewabrata
sumber: Twitter @/MikaelDewabrata
Lalu, gimana tanggapan pegawai dengan kerja 4 hari ini. 90% mengatakan jelas mau ini lanjut, 6% mau tapi malu hehe.

sumber: Twitter @/MikaelDewabrata
sumber: Twitter @/MikaelDewabrata
Project ini sendiri gak semerta-merta langsung potong hari kerja. Sebelum trial enam bulan dijalankan, tiap perusahaan melakukan dua bulan persiapan dengan pegawai. Isinya workshop, pelatihan, mentoring, peer support, dan yang lainnya biar tetap produktif meski empat hari kerja.

Percobaan ini tentu mengacu juga pada negara lain yang sukses melakukan model bekerja seperti ini. Contohnya, Islandia.

Lewat survei terpisah, di inggris juga, sempat ditanya ke seribu pegawai dan lima ratua manager, apakah kerja empat hari itu tidak realistis, begini jawaban mereka:

sumber: Twitter @/MikaelDewabrata
sumber: Twitter @/MikaelDewabrata

Lalu, ada sebuah akun yang menanyakan, apakah empat hari kerja ini senin hingga kamis atau senin, selasa, kamis, dan jumat?

Ini dia jawaban dari @/MikaelDewabrata

Jadi, tiap perusahaan dari 61 perusahaan tersebut menerapkan cara beda-beda untuk day off tambahan. Contoh pertama adalah menambah libur di Jumat karena mereka merasa penting kalau pegawai masuk di hari sama dan libur di hari sama.

sumber: Twitter @/MikaelDewabrata
sumber: Twitter @/MikaelDewabrata

Metode lain adalah dengan membagi beberapa tim, misal dibagi dua tim di mana tim 1 libur tambahan di Senin, sedangkan tim 2 libur di Jumat. Ini buat perusahaan yang perlu hadir lima hari seminggu, tapi pegawai tetap hanya kerja empat hari. 

sumber: Twitter @/MikaelDewabrata
sumber: Twitter @/MikaelDewabrata

Nah, ada juga yang menerapkan perbedaan hari tambahan libur berbeda dari tiap departmen. Jadi, keputusan tidak masuk hari apa tergantung keputusan per departemen.

sumber: Twitter @/MikaelDewabrata
sumber: Twitter @/MikaelDewabrata

Juga ada yang sistemnya adalah dengan pembagian jam kerja tergantung bisnisnya sibuk di kapan. Pokoknya pegawai tetap 32 jam kerja per minggu.

sumber: Twitter @/MikaelDewabrata
sumber: Twitter @/MikaelDewabrata

Ada juga yang memakai metode kondisional, di mana mendapatkan 4 hari kerja per minggu itu tergantung performa. Jadi, jika ternyata gak optimal dan gak produktif, terpaksa gak bisa ambil empat hari kerja.

sumber: Twitter @/MikaelDewabrata
sumber: Twitter @/MikaelDewabrata

Distribusi pemilihan metode day off tambahannya di antara perusahaan-perusahaan tersebut jadinya gini:

sumber: Twitter @/MikaelDewabrata
sumber: Twitter @/MikaelDewabrata

Just in. Ternyata dari yang trial, 92% memilih melakukannya permanen. Bahkan, Arab Saudi sedang mengkaji hal ini.

Itu dia point of view yang sudah dibagikan oleh @/MikaelDewabrata. Menarik bukan?

Bagaimana nih untuk teman-teman, jika perusahaan-perusahaan mencoba untuk menerapkan hal ini di Indonesia sepertinya akan menarik juga. Bagaimana menurut pendapat kalian? Share di bawah ya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun