Sebelum mencapai puncak, tangga yang sebelumnya selalu tangga melingkar berakhir dengan tangga vertikal yang licin. Sadar akan sepatu yang tidak mengakomodasi permukaan licin, saya memutuskan untuk tidak naik. Hanya om Said yang merasakan kencangnya angin dan kelajangan yang amat parah karena di puncak katanya hanya ada pasangan-pasangan yang sedang bermesraan.
Ternyata perjalanan ke kota tidak semulus perjalanan pagi hari. Kayuhan terasa berat saat melawan angin pantai yang bertiup cukup kencang. Usai keluar dari kawasan pantai, kayuhan tidak bisa bertambah cepat karena kondisi cuaca sungguh terik. Berkali-kali kami berhenti untuk mengistirahatkan kaki dan makan di angkringan. Bahkan saya sempat terjatuh karena terhimpit dua teman saya. Hasilnya lutut saya lecet dan sedikit terasa nyeri. Namun itu masih tidak menghalangi saya untuk terus mengayuh, meskipun kecepatan yang saya hasilkan makin rendah.
Hingga sekitar pukul 15 lebih saya baru masuk kawasan kota, hujan turun tetapi tidak deras. Saya putuskan terus mengayuh agar lekas sampai ke kos untuk beristirahat tanpa berhenti untuk memakai jas hujan. Akhirnya pukul 15.30 saya bisa merebahkan badan setelah perjalanan yang begitu berat tapi sangat memuaskan.
Jika ditotal, perjalanan yang ditempuh hari itu mungkin mencapai sekitar 60 Km. Kaki saya pegal, juga punggung saya. Bekas petualangan yang sangat berkesan, yang pegalnya baru hilang setelah tidur dua malam. Berwisata ke pantai tanpa keluar ongkos untuk memasuki obyek wisata pantai (hanya membayar di kebun cabai, mercusuar, kamar mandi, dan makan). Menarik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H