Mohon tunggu...
Rizki Purnomo
Rizki Purnomo Mohon Tunggu... Mahasiswa / Freelancer -

Un-football-skilled football maniac

Selanjutnya

Tutup

Bola

Zona Extraterrestrial Messi dan Kontemplasi Copa America (Part II)

9 Juli 2015   17:34 Diperbarui: 9 Juli 2015   17:34 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Final pun berakhir anti-klimaks untuk Messi dan negaranya. Mimpi Argentina hancur berkeping-keping, lebih parah dari Ferrari Arturo Vidal pasca kecelakaan lalu lintas. Trofi idaman Messi melayang jauh, lebih jauh dari tendangan Gonzalo Higuain ketika adu penalti.

Sebelumnya, menyeruak kabar tidak sedap bahwa Messi berseteru dan dianggap terlalu mencampuri keputusan pelatih Gerardo Martino. Messi kecewa. Seusai pengalungan medali runner-up Messi langsung melepaskannya lagi dari lehernya. (Beruntung tidak ada tong sampah di dekat podium juara). Bahkan Messi menolak diberikan penghargaan most valuable player.

Layakkah itu semua?

Sepertinya anda harus beranjak dari hingar bingar kosmis yang mengagungkan Lionel Messi. Publik sepakbola harus paham bahwa Barca’s Messi adalah hal yang berbeda dengan Argentina’s Messi. Sebuah anomali sepakbola.

Perannya di lapangan hijau juga terus berevolusi. Semakin advance. Berubah menjadi Messi yang lebih komplit di mana beban maha-berat akan selalu berada di pundaknya. Sendirian.

Si nomor 30 kini sudah berubah menjadi nomor 10 sejati. The Perfect number 10. Layaknya trequartista a la Italia. Seorang pemain dengan kapasitas mumpuni dalam playmaking role. Pusat dari segala macam aktivitas dan serangan tim. Ban kapten di lengan makin mengukuhkan dirinya sebagai pemilik sahih nomor 10 kebanggaan tim Tango.

A talisman, captain, leader.

Sebuah tanggung jawab untuk seluruh rakyat Argentina. Sekaligus beban yang makin nyata terlihat dari sorot matanya.

Wajar bila Messi tak bisa terima harus gagal di dua final kejuaraan level Timnas. Menjadi nomor dua bukanlah habitatnya. Wajar dia menolak mendapatkan award pemain terbaik turnamen. Bukan itu yang ia cari. Sudah terlalu banyak gelar dan rekor pribadinya. Menerima award tersebut hanya akan menambah mainan baru untuk Thiago Messi.

Biarkan Messi bersedih. Yang ia butuhkan saat ini adalah sedikit perenungan dan berharap publik tak terlalu mendewakan dirinya - menganggap dirinya makhluk surgawi yang tak punya cacat sama sekali.

Dan tampaknya kita harus kembali pada kenyataan bahwa Messi hanyalah seorang manusia. Dialah yang harus berjuang melewati zona extraterrestrial-nya. Zona yang masih sangat sulit ia lewati. Sebuah zona khusus bagi elite sepakbola yang mampu menempatkan negaranya di puncak tertinggi. Dan sebuah zona di mana orang-orang berhenti membandingkan Messi versi Blaugrana dengan Messi versi Albiceleste.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun