Mohon tunggu...
Rizka Khaerunnisa
Rizka Khaerunnisa Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Mengumpulkan ingatan dan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"Umur 23 Tahun, Kamu Udah Ngapain Aja?"

27 Maret 2021   10:21 Diperbarui: 27 Maret 2021   15:03 4152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi umur 23 tahun | Foto oleh Gareth Ford (flickr.com/photos/gareth_ford)

Awkarin itu hanya segelintir di antara orang-orang yang beruntung dan punya privilese. Persentasenya sedikit sekali jika dibandingkan dengan angka pengangguran di atas. Jadi, wahai sobat misquin, buang jauh-jauh perasaan insecure-mu itu!

Intinya, jangan membanding-bandingkan diri kita dengan pencapaian hidup orang lain. Hidup ini memang kurang ajar, Lur. Akui, terima, hadapi, dan fokus selesaikan momen saat ini jauh lebih baik daripada overthinking terus-terusan dan cuma bisa jalan di tempat.

Boleh saja Awkarin beserta kaum muda 'sukses' lainnya dijadikan dambaan tentang imaji bahkan goals sukses-di-usia-muda. Tak ada yang keliru dengan jargon sukseslah-di-usia-muda. Siapa sih yang tak bangga saat sebelum usia 25 bisa dapat gelar magister di luar negeri atau bisa beli rumah bahkan beli hotel seperti Awkarin? Tentu saja bangga.

Hanya saja, jargon seperti itu sangat mudah jadi bahan obralan. Kalau jargon sukseslah-di-usia-muda terpatri di pikiran terlalu dalam, secara tak sadar kita jadi manusia obsesif.

Sejauh ini, saya belajar bahwa hidup itu bukan melulu yang kita inginkan. Sewaktu zaman SD bolehlah kita merangkai mimpi dan cita-cita setinggi langit. Tetapi, saat memasuki usia dewasa dan menyadari tak semua yang kita angankan 100% terwujud, berarti waktunya kita belajar tentang kompromi. Semakin dewasa, hidup kita penuh dengan kompromi.

Sebagai penutup, saya ingin menyinggung lagi intermeso receh di awal paragraf. Apakah sudah waktunya kita bikin konsolidasi generasi Z dan milenial supaya bisa saling support ketahanan mental dan berjuang meraih bonus demografi? Oh, ya. Tentu saja calon konsolidasi ini perlu dibedakan dengan 'perwakilan' milenial di pemerintahan yang suka banyak gimmick. He he.

Baca juga: Buku dan Televisi, Dua Tembok Pembatas Antara Saya dan Ibu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun