Mohon tunggu...
Rizka Khaerunnisa
Rizka Khaerunnisa Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Mengumpulkan ingatan dan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"La Casa de Papel": Sejumput Ode dan Alegori Perlawanan

18 April 2020   16:59 Diperbarui: 19 April 2020   18:11 3873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Raquel Murillo (diperankan oleh Itziar Ituno) dan Profesor | Credit: IMDb/Netflix

"Saat orang kecanduan serial, mereka kecanduan karakter," tutur Alex Pina, pembuat cerita La Casa de Papel, dalam dokumenter Money Heist: The Phenomenon (2020).

Mendengar itu, saya jadi tercenung dan mengidentifikasi diri sendiri. Ia tak sepenuhnya keliru. Soalnya ini yang terjadi pada saya, rela menonton La Casa de Papel a.k.a Money Heist secara maraton pula sangat didukung efek stres #dirumahaja dan suasana buruk Covid-19 yang muncul setiap hari, suntikan eskapisme dengan dosis tinggi semacam ini jadi meringankan kepala saya, hehe.

Tapi, candu itu hanya benar-benar bertahan di musim pertama dan kedua -misi perampokan di Badan Percetakan Uang Spayol rampung dalam 22 episode.

Meski, ya, saya juga setuju, secara umum serial ini sangat menghibur. Plotnya penuh kejutan. Ketegangannya terjaga dari satu episode ke episode lainnya.

Akting pemeran yang penuh emosional. Sekali menonton ngga bisa berhenti. Menutup misi perampokan pertama, saya berdecak kagum sendiri.

Fyi, semula La Casa de Papel  memiliki 15 episode, mengudara di jaringan televisi Spanyol (Antena 3). Akhir 2017 Netflix memperoleh hak penyiaran global atas serial ini.

15 episode itu pun dipangkas ulang menjadi 22 episode -musim pertama tayang pada bulan Desember 2017 dan musim kedua tayang April 2018. Selanjutnya, pada Juli 2019 musim ketiga dirilis dan baru-baru ini, 3 April lalu, musim keempat pun dirilis.

Poster
Poster "La Casa de Papel" | Credit: IMDb/Netflix

Ketika sampai di pembukaan musim ketiga, saya mulai terganggu. Lanjut sampai musim keempat, tak juga membaik. Well, musim ini bisa dibilang 60%-nya didominasi kisah cinta.

Para perampok yang mabuk asmara dengan sesama anggotanya (Anda bisa lihat ada cerita 'reuni keluarga' di pembukaan musim ketiga itu, setiap anggota geng perampokan terlibat kisah cinta).

Ditambah lagi, musim ketiga dan keempat tak menawarkan formula, narasi, dan motif yang berbeda, seolah-olah hanya tambalan di sana-sini dan alibi untuk memperpanjang durasi episode.

Pembukaan musim ketiga rasanya nggak make sense, hanya gara-gara tak mampu menahan gejolak rindu sebab berpisah kira-kira dua pekan dalam masa pelarian, dua sejoli bucin -Tokyo dan Rio- harus 'membayar mahal' dampaknya. Padahal keduanya tahu, kontak jarak jauh sangat berisiko terhadap keamanan mereka sendiri, betapapun telah diminimalisir.

Rio pun tertangkap interpol, tanpa melewati prosedur hukum dan tanpa pemberitaan di publik. Ia ditahan di antah barantah. Atas motif inilah musim ketiga dan keempat berjalan -dan masih akan bersambung di musim kelima- bersama dalih misi perampokan kedua, yaitu merampok emas di Bank Spanyol.

Jadi sebetulnya, apa yang membuat La Casa de Papel sangat digemari di Perancis, Italia, Argentina, Chile, Brazil, dan Portugal setidaknya hingga April tahun ini? Apa yang membuatnya menjadi serial favorit dan populer di Netflix?

Saya menemukan tulisan singkat dari Pauline Bock di New Statesman. Ada satu pernyataannya yang menarik, dia bilang begini: 

"La Casa de Papel bukan serial yang luar biasa. Sama sekali bukan serial yang bagus. Tapi ia bisa bergaung dengan penonton internasional karena ketegangan sosial dan ekonomi yang digambarkannya, dan karena pelarian utopia yang ditawarkannya kepada mereka. Pada tahun 2018, Robin Hood tidak mencuri orang kaya untuk diberikan kepada orang miskin. Mereka meretas kapitalisme pada sumbernya."

Yeah... That's the point!

Sempilan-sempilan kecil tentang idealisme perlawananlah yang menjadi poin penting dalam cerita. Kata Alex Pina, dikutip dari The Guardian:

"... Serial ini (tak hanya) dimaksudkan untuk menghibur, tetapi juga ada gagasan yang terselip di dalamnya," jelasnya. "Skeptisisme terhadap pemerintah, bank sentral, sistem ... Gagasan ini tidak akan meresap kecuali dirumuskan dalam narasi yang menghibur. Genre aksi biasanya dianggap dangkal, sementara film dengan isu sosial cenderung membosankan. Mengapa tidak menggabungkan kedua konsep ini?"

Secara implisit, Pina memang tak bermaksud membangun cerita yang super-idealis. Jadi wajar saja kalau di sana-sini didominasi bumbu-bumbu populer -kisah bucin itu salah satunya. 

Di satu sisi saya ingin menoleransi ego, "Baiklah ini hanya karya populer dengan target pasar". Di sisi lain, saya juga kecewa-tapi-cinta dengan gagasan yang Pina selipkan.

Pina benar, menggabungkan dua konsep yang acapkali dipertentangkan justru jadi semacam gerbang bagi awam menyentuh ide-ide sosial, betapapun sederhananya. Itu kenapa saya tertarik dengan La Casa de Papel. Buat saya, ini poin yang seksi.

"Somos la Resistencia, no?"

"Kita adalah pemberontak, iya kan?" tanya Profesor a.k.a. Sergio Marquina (diperankan oleh Alvaro Morte), menuntut keyakinan dan dukungan dari lawan bicaranya.

Kalau ndak salah pertanyaan itu sudah diulang dua kali. Pertama, ia katakan pada Berlin a.k.a Andres saat keduanya duduk bersama di meja makan dalam rumah persembunyian sebelum hari H perampokan di Badan Percetakan Uang. Kedua, ia katakan pada Tokyo sebelum hari H perampokan di Bank Spanyol.

Profesor alias Sergio Marquina, sang dalang perampokan. Diperankan oleh Alvaro Morte | Credit: IMDb/Netflix
Profesor alias Sergio Marquina, sang dalang perampokan. Diperankan oleh Alvaro Morte | Credit: IMDb/Netflix

Sejauh ini, ide pemberontakan hanya diucapkan dari mulut Profesor. Ia hanya mengucapkannya pada waktu-waktu tertentu saja. Tak ada adegan yang menggambarkan dirinya 'berdakwah' tentang gerakan perlawanan di hadapan geng perampok.

Itu artinya, gagasan tersebut merupakan sesuatu yang personal bagi dirinya. Ia lebih mengutamakan aksi ketimbang sibuk nyerocos teori. Kata narator Tokyo, "Kehidupan Profesor hanya berputar di sekitar satu ide: pemberontak." (P1.E13)

Latar belakang tokoh Profesor masih jadi misteri. Alex Pina, selaku pembuat cerita, hanya menyebarkan remah-remah dan clue kecil.

Saya penasaran dengan historisitas kehidupan Profesor, tentang bagaimana seluruh pengalaman masa lampau membentuk diri sebagai 'Sergio Marquina'.

Bagaimana ia mulai memahami ketidakadilan dan ketidaksetaraan di dunia hingga akhirnya mengidentifikasi diri sebagai pemberontak dan penentang sistem.

Tak banyak yang diceritakan Profesor terkait masa lalunya. Kalau pun bercerita, ia hanya mengaku lewat percakapan personal. Tentang sosok ayahnya yang berdiri di balik ide perampokan Badan Percetakan Uang, hanya ia ceritakan pada tiga orang; Tokyo, Nairobi, dan Raquel -Berlin tampaknya sudah jauh lebih tahu dan mengenal persona Profesor, mengingat keduanya punya hubungan saudara tiri.

Profesor dan Berlin alias Andres (diperankan oleh Pedro Alonso) | Credit: IMDb/Netflix
Profesor dan Berlin alias Andres (diperankan oleh Pedro Alonso) | Credit: IMDb/Netflix

"Ayahku perampok bank. Dia tewas dalam baku tembak dengan polisi di depan bank. Dialah yang memiliki ide perampokan," ujar Profesor pada Tokyo saat didesak dengan pertanyaan 'siapa yang sebetulnya punya ide perampokan "gila" ini' (P1.E12).

Nama ayahnya Jesus Marquina. Saat itu Profesor kecil sering sakit-sakitan, bertahun-tahun. Sang ayah tak mampu membayar biaya perawatan di rumah sakit. Ia terpaksa merampok, sebab tak seorang pun bisa membantunya. Sayang, perampokannya gagal -namun kelak diwujudkan oleh Profesor.

"Dan mesin itu ada di suatu tempat yang disebut 'Pabrik Uang'. Dan dengan rencana, rencana besar, harus rencana yang matang, orang bisa masuk dan membuat uang sebanyak yang dia mau tanpa harus merampok siapapun. Mengerti?" Cerita Profesor pada Nairobi, menirukan ucapan yang pernah dikatakan mendiang ayahnya (P1.E12).

Yang menarik, soal riwayat sang kakek. Di musim pertama, Bella Ciao, lagu rakyat Italia itu -penonton pasti tahu- disenandungkan dua kali. Salah satunya di episode terakhir musim pertama, saat Profesor duduk bersama Berlin di meja makan dalam rumah persembunyian sebelum hari H perampokan. 

Mereka menyanyikan lagu Bella Ciao. Penutup episode ini juga diiringi Bella Ciao bersama potongan gambar tentang krisis ekonomi tempo doeloe. Kata narator Tokyo:

"Kakeknya, yang melakukan perlawanan bersama partisan melawan fasisme di Italia, mengajarkan lagu itu padanya. Lalu dia mengajarkan lagu itu pada kami." (P1.E13)

Saya sangat bertanya-tanya, seperti apa sosok ayah dan kakek Profesor? Seberapa besar keduanya mempengaruhi alam pikir Profesor? Luka dan pengalaman sedalam apa yang dibawa Profesor selama hidupnya?

Sayangnya, rasa penasaran kita semua masih tertunda. Sabar menanti musim berikutnya...

Dua "Robin Hood"

Sejak misi di Badan Percetakan Uang Spayol berhasil, rakyat mulai bersimpati pada gerombolan perampok yang dipimpin Profesor. Bagi rakyat, para perampok merupakan simbol dan representasi pemberontakan sipil untuk menentang sistem kapitalisme. Mereka menjuluki Profesor and the gang sebagai "Robin Hood".

Julukan itu, dalam dunia nyata sudah lebih dulu ada dan populer di Spanyol. Orang-orang menyematkan julukan itu pada seorang aktivis dari Catalonia bernama Enric Duran. Ya, he is the real "Robin Hood". I mean, "Robin Hood of the Banks" (sekilas tentang Enric Duran bisa dibaca di sini).

Enric Duran | Credit: CC0 via Wikimedia Commons
Enric Duran | Credit: CC0 via Wikimedia Commons

Sementara Profesor dalam La Casa de Papel 'merampok' secara terang-terangan dan mencetak uangnya sendiri di dalam gedung percetakan uang, Duran mengambil 68 pinjaman komersial dan pribadi dari 39 bank sejak tahun 2006 hingga 2008 tanpa ada niat untuk membayar utangnya kembali.

Duran menggunakan uang itu untuk mendanai sejumlah inisiatif lokal dan global yang bertujuan untuk membangun struktur alternatif di luar negara.

Pada tahun 2008, Duran secara terbuka mengumumkan 'perampokan' yang telah dilakukannya itu. Ia merilis sebuah artikel berjudul "Saya telah 'merampok' 492.000 euro dari mereka yang paling merampok kami, untuk mengecam mereka dan membangun alternatif untuk masyarakat".

Bagi kebanyakan orang, Duran adalah simbol kekuatan pembangkangan sipil. Sebagian lagi, termasuk pemerintah, ia adalah penjahat kriminal yang naif. Begitu pula dengan tokoh Profesor di dalam film.

Sampai sekarang, Duran hidup dalam pelarian dan ruang-ruang bawah tanah -Profesor juga begitu. Setelah lebih dari satu dekade, Duran sedikit demi sedikit membangun komunitas alternatif di luar sistem kapitalisme.

Pada tahun 2011, ia membantu mendirikan Catalan Integral Cooperative (CIC), sebuah jaringan usaha koperasi yang longgar. Setelah meninggalkan Catalonia pada tahun 2014, ia juga mendirikan koperasi global FairCoop, seperti CIC namun tingkatannya internasional, yang memungkinkan produsen kecil dan independen untuk berdagang di luar sistem perbankan melalui penggunaan mata uang kripto.

Duran sempat dipenjara selama dua bulan sebelum dibebaskan dengan jaminan 50.000 euro. Pada tahun 2011, jaksa penuntut negara meminta agar pengadilan menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara, namun ia memutuskan untuk pergi dari Spanyol dan hidup dalam persembunyian.

Duran mengklaim, "Saya tidak melihat legitimasi dalam sistem peradilan yang didasarkan pada otoritas, karena saya tidak mengakui otoritas tersebut."

Sementara itu, mimpi Profesor masih abu-abu. Ini takkan terjawab sebelum episode baru dirilis. Saya bertanya-tanya; tujuan seperti apa yang ingin ia ciptakan?

Apakah ia akan membangun ekonomi alternatif seperti yang Duran lakukan? Atau sekadar menjadi Robin Hood yang melakukan 'injeksi likuiditas' untuk rakyat dan akan selamanya jadi oposan pemerintah?

Yang kita tahu, Profesor baru melakukan 'injeksi likuiditas' berupa lembaran uang kertas 140 juta euro (sedikit dari hasil jarahannya di Badan Percetakan Uang Spayol) dari langit Madrid menggunakan helikopter. 'Hujan uang' ini, katanya, adalah cara Profesor mengembalikan uang pada rakyat.

"Kita dijuluki Robin Hood. Masuk akal sebagian jarahan berakhir untuk rakyat," tutur Profesor (P3.E2)

Bisa dikatakan, tokoh Profesor ini adalah alegori sosok Duran dalam 'versi yang lebih canggih'. Semangatnya serupa, sama-sama menentang sistem kapitalisme -barangkali Alex Pina terinspirasi dari Enric Duran. Keduanya 'merampok' uang dari bank untuk dikembalikan lagi pada rakyat.

Dalam pandangannya soal hukum, Duran mengatakan, "Jelas bahwa Anda tidak dapat membangun alternatif semacam ini (baca: ekonomi di luar kapitalisme) jika Anda tidak melanggar hukum negara. Kita perlu mempraktikkan ketidaktaatan ekonomi dengan cara yang mendukung alternatif ini." 

Duran sama sekali tak ragu atas perampokannya itu, ia merasa sudah melakukan hal yang benar dengan menerabas hukum yang menguntungkan penguasa.

Begitu pula bagi Profesor, hanya dengan jalan menentang hukumlah struktur otoritas yang korup bisa ditelanjangi. Profesor mengklaim, ia bukan merampok dari seseorang, melainkan merampok dari tangan penguasa. 

Bahkan dalam aksinya, Profesor berusaha menjadi 'penjahat yang manusiawi', yang tidak menyiksa dan membunuh seseorang (betapa pun hal ini bisa diperdebatkan).

Kasus pelanggaran HAM pada Rio, penangkapan dan penyiksaan yang dilakukan pemerintah secara ilegal, sejatinya merupakan api dalam sekam. Pada akhirnya, amarah rakyat ikut tersulut. 

Pemerintah, lagi-lagi, mempertontonkan kecerobohannya. Dalam situasi yang memanas ini, Profesor berusaha melibatkan rakyat dalam gerakan perlawanan, katanya:

"Pesan ini ditujukan untuk semua yang percaya bahwa topeng ini simbol perlawanan. Kami butuh kalian. Negara menyatakan perang melawan kami. Perang kotor. Kami putuskan melawan mereka." (P3.E2)

Rakyat menyambut pesan itu, memberi dukungan untuk Profesor and the gang. Mereka berdemontsrasi di depan gedung Bank Spanyol dengan mengenakan atribut khas perampok, jumpsuit merah dan topeng Salvador Dali. Gambaran ini dituturkan lewat narator Tokyo:

"Di sanalah mereka. Profesor memakai topeng, memanggil keluar semua Dali, dan Dali merespons. Mereka rencanakan di media sosial dan grup WhatsApp. Mereka meneriakkan yang kami harus dengar. 'Kau takkan berjalan sendiri.'" (P3.E2)

Saya harap langkah final Profesor tak mengecewakan penonton. Kalau Anda menonton, pasti ngeuh dengan konflik internal di antara mereka sendiri.

Bukan soal konflik cinta dan segala rupa romansanya, bukan. Tapi soal kudeta dan perebutan kekuasaan di dalam tubuh anggotanya sendiri. 

Di sisi yang tersembunyi, kadang-kadang tokoh Profesor pun menunjukkan watak penguasa; ia adalah tuhan dalam mikrokosmos, penguasa bidak catur dan ilmu pengetahuan.

Ini agak mengkhawatirkan, jangan sampai Profesor and the gang yang dipuji sebagai pahlawan rakyat malah tak mampu mengalahkan ego mereka sendiri. 

Jangan sampai tindakan Profesor ujung-ujungnya malah bernada politik praktis, hihi. Sebab, ya sebab, ia tokoh koentji dan mastermind dalam semesta serial ini (jangan heran kalau saya kebanyakan ngomongin Profesor).

Raquel Murillo (diperankan oleh Itziar Ituno) dan Profesor | Credit: IMDb/Netflix
Raquel Murillo (diperankan oleh Itziar Ituno) dan Profesor | Credit: IMDb/Netflix

Bicara soal posisi Profesor itu, kita bisa lihat bahwa kenyataannya La Casa de Papel masih bertumpu pada kekuatan tokoh sentralistik. Meski, ya, karakter dari tokoh-tokoh lain mewarnai keseluruhan cerita, tetapi sesungguhnya tak ada karakter yang benar-benar kuat -setidaknya sampai tulisan ini dibuat dan sudah 38 episode dirilis.

Saya nggak tahu, apakah tokoh sentralistik akan jadi kekuatan atau bumerang buat La Casa de Papel -selama masih banyak kemungkinan pengembangan karakter di musim selanjutnya, siapa yang tahu.

Dan hei, coba pikir, siapa sih yang tak 'jatuh hati' pada sosok Profesor?

Ya jenius, ya pemikir ulung, ya kritis. Terus juga kharismatik, serius, humanis. Lucunya ia punya stereotip karakter kutu buku -berkacamata tapi (untungnya) nggak culun. Ia juga kaku kalau menari (bukan tipikal cheerful) dan tuna-asmara (well, setidaknya sebelum jatuh cinta pada Raquel Murillo). Tapi tak cuma stereotip, ia juga punya perpaduan karakter bad-guy, penentang, dan licik.

Ia seperti perpanjangan tangan tuhan, merancang seluruh rencana perampokan dengan rapi hingga detail-detail terkecil. Profesor nyaris selalu punya back-up plan jika skenario yang diprediksinya gagal. Atau paling tidak, ia mampu mengimprovisasi dan membalikkan situasi dari hasil pemikirannya.

Profesor dengan cermat mempelajari psikologis para anggota geng, sehingga bisa leluasa mengatur dan memberi perintah.

Ia juga mempelajari kemungkinan tindakan-tindakan polisi dan intelijen, mencari titik kelemahan mereka sambil membagun tak-tik yang unpredictable. Ia telah merencanakan skenario perampokan selama bertahun-tahun, step by step, dan dengan penuh kehati-hatian.

Profesor juga seperti sosok hantu. Sementara polisi dan intelijen memegang data sidik jari semua anggota, ia telah memilih hidup tanpa identitas resmi selama lebih dari dua puluh tahun -tindakan ini merepresentasikan penolakannya terhadap otoritas negara sejak lama, selain demi alasan praktis keamanan.

Begitulah Profesor. Semua mata rasa-rasanya hanya tertuju padanya. Tokyo menyebutnya sebagai 'malaikat pelindung' dan 'laki-laki berotak seksi'.

Raquel, yang tadinya merepresentasikan posisi pemerintah, jadi jatuh cinta dan berpihak pada Profesor. Nairobi ingin punya anak dengan kombinasi gen milik Profesor. Perfecto~

Imajinasi Kolektif tentang Uang

Sejak diakusisi Netflix, La Casa de Papel punya judul versi bahasa Inggrisnya, Money Heist. Di Netflix, judul yang tertera adalah 'Money Heist', sementara judul 'La Casa de Papel' hanya muncul dalam intro saat film diputar.

Saya tidak tahu, kenapa Netflix memilih menerjemahkannya sebagai 'Money Heist' yang sekadar punya makna harfiah, merujuk pada apa yang aktor mainkan. 

Saya pribadi lebih suka judul 'La Casa de Papel' sebab maknanya lebih dekat pada simbol. 'La Casa de Papel' artinya 'rumah kertas', frasa ini merujuk pada penyebutan gedung percetakan uang di Spanyol. 'Rumah kertas', rumah atau tempat yang 'memproduksi' sesuatu dari 'kertas'.

Gedung Percetakan Uang Spanyol dalam
Gedung Percetakan Uang Spanyol dalam "La Casa de Papel" | Credit: IMDb/Netflix

Ada satu adegan yang sangat menarik ketika Profesor memberi 'pidato' pada Raquel tentang apa itu 'perampok' dan apa itu 'uang' -waktu itu Raquel berhasil menyusup masuk ke tempat kendali dan persembunyian Profesor, tapi keadaan justru mengubah ke arah sebaliknya, Raquel ditahan oleh Profesor.

"Apa ini? Ini bukan apa-apa, Raquel. Ini kertas." Profesor mengacungkan selembar uang kertas pada Raquel. "Kertas, kau lihat? Ini kertas," dan ia pun menyobek uang itu (P2.E9).

Profesor benar. Uang kertas hanyalah lembar kertas. Tapi, apa yang menjadikannya demikian berharga dan penting bagi dunia ini?

Jawabannya adalah nilai dan kesaling-percayaan. Orang-orang di dunia ini percaya kalau lembar kertas yang dimaksud Profesor itu punya sesuatu nilai yang bisa ditukar dengan benda bahkan hal-hal yang abstrak. Secara sederhana, uang bukanlah kenyataan material, ia merupakan produk psikologis.

Credit: IMDb/Netflix
Credit: IMDb/Netflix

Ada juga adegan menarik lainnya, yaitu saat Profesor duduk bersama seluruh anggota geng di meja makan di halaman rumah persembunyian sebelum hari H aksi. 

Di rumah itu, ia membicarakan semua rencana perampokan. Ia telah berpikir, seandainya puluhan sandera di dalam gedung percetakan uang mulai sulit diatur. Kondisi chaos tersebut harus diatasi tanpa kekerasan dan lewat cara-cara dialogis. Profesor bertanya pada semua anggota, kira-kira kesepakatan semacam apa yang harus dibuat untuk mengatasi problem ini.

"Apa yang biasanya bisa menyatukan kita?" tanya Profesor.

Ada yang menjawab dengan, "Sepak bola" dan "Seks". Tapi maksud Profesor adalah sesuatu yang bisa membuat persatuan lebih kuat, tak sekadar hubungan dengan pasangan atau segelintir kelompok saja. Sesuatu yang menyatukan struktur yang lebih besar lagi.

"Apa yang membuat kita (baca: anggota geng) bergabung di sini untuk saat ini?" tanya Profesor lagi.

Kemudian Nairobi menjawab, "... uang," (P1.E8 )

Maka itulah rencana Profesor, menawarkan dua pilihan kepada para sandera yang bandel; mau bebas atau uang?

Uanglah yang menyatukan anggota geng, meski mereka semua punya latar belakang yang berbeda-beda. Tujuan utama mereka bertemu adalah uang. 

Mungkin kita bisa mengecam mereka, sebab seolah-olah mengesampingkan nurani. Seolah-olah tindakan yang dilandasi uang merupakan akar kejahatan. Anggapan ini tak sepenuhnya keliru, tapi tak sepenuhnya benar.

Coba pikirkan sisi lain. Uang juga merupakan puncak toleransi manusia. Mengapa? Sebab semua orang di dunia ini, terlepas dari latar belakang budaya, bahasa, agama, suku, ras, bahkan politik, bisa 'mempercayai' uang. 

Kalau kata abang Yuval Noah Harari dalam kitab suci Sapiens; uang adalah sistem kesaling-percayaan paling universal dan paling efisien yang pernah diciptakan. Uang, sebetulnya, hanya produk imajinasi kolektif yang diciptakan manusia.

Seandainya umat manusia di bumi ini tak ada satu pun yang mempercayai uang lagi -pada semua mata uang dan alat pertukaran lainnya seperti emas dan perak- maka sistem-sistem yang menyokong peradaban modern ikut hancur. 

Sebab sistem keuangan kita bertalian erat dengan sistem politik, sosial, dan ideologi kita. Dengan kata lain, kedaulatan negara akan terancam.

Jangankan terbayang ketidakpercayaan semacam itu, tindakan memalsukan uang pun -iya, Profesor mencetak uang aslinya sendiri- sama artinya dengan menentang kedaulatan, kekuasaan, dan hak istimewa pemerintah. 

Itu sebab, tugas sistem politik adalah memastikan agar kepercayaan itu tetap langgeng, dengan menetapkan hukuman, mendirikan serta menghadirkan polisi, pengadilan, dan penjara.

Ujung-ujungnya kita bisa bilang kalau idealisme Profesor dan Enric Duran kelewat utopis. Namun itulah jalan ninja mereka (ya elah, jalan ninja cuy). Sembari di sudut seberang sana, penganut nasionalisme harga mati, fasisme, dan otoritarianisme tulen mulai resah dan gerah, gara-gara posisinya terancam, hihi.

***
Sekadar bacaan: "'The Resistance' - An Anarchist Insight on Alex Pina's Money Heist" oleh Anandita Pagnis, Mithibai College of Arts.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun