Jawabannya adalah nilai dan kesaling-percayaan. Orang-orang di dunia ini percaya kalau lembar kertas yang dimaksud Profesor itu punya sesuatu nilai yang bisa ditukar dengan benda bahkan hal-hal yang abstrak. Secara sederhana, uang bukanlah kenyataan material, ia merupakan produk psikologis.
Ada juga adegan menarik lainnya, yaitu saat Profesor duduk bersama seluruh anggota geng di meja makan di halaman rumah persembunyian sebelum hari H aksi.Â
Di rumah itu, ia membicarakan semua rencana perampokan. Ia telah berpikir, seandainya puluhan sandera di dalam gedung percetakan uang mulai sulit diatur. Kondisi chaos tersebut harus diatasi tanpa kekerasan dan lewat cara-cara dialogis. Profesor bertanya pada semua anggota, kira-kira kesepakatan semacam apa yang harus dibuat untuk mengatasi problem ini.
"Apa yang biasanya bisa menyatukan kita?" tanya Profesor.
Ada yang menjawab dengan, "Sepak bola" dan "Seks". Tapi maksud Profesor adalah sesuatu yang bisa membuat persatuan lebih kuat, tak sekadar hubungan dengan pasangan atau segelintir kelompok saja. Sesuatu yang menyatukan struktur yang lebih besar lagi.
"Apa yang membuat kita (baca: anggota geng) bergabung di sini untuk saat ini?" tanya Profesor lagi.
Kemudian Nairobi menjawab, "... uang," (P1.E8 )
Maka itulah rencana Profesor, menawarkan dua pilihan kepada para sandera yang bandel; mau bebas atau uang?
Uanglah yang menyatukan anggota geng, meski mereka semua punya latar belakang yang berbeda-beda. Tujuan utama mereka bertemu adalah uang.Â
Mungkin kita bisa mengecam mereka, sebab seolah-olah mengesampingkan nurani. Seolah-olah tindakan yang dilandasi uang merupakan akar kejahatan. Anggapan ini tak sepenuhnya keliru, tapi tak sepenuhnya benar.