Mohon tunggu...
Rizka Khaerunnisa
Rizka Khaerunnisa Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Mengumpulkan ingatan dan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"La Casa de Papel": Sejumput Ode dan Alegori Perlawanan

18 April 2020   16:59 Diperbarui: 19 April 2020   18:11 3873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Enric Duran | Credit: CC0 via Wikimedia Commons

Ditambah lagi, musim ketiga dan keempat tak menawarkan formula, narasi, dan motif yang berbeda, seolah-olah hanya tambalan di sana-sini dan alibi untuk memperpanjang durasi episode.

Pembukaan musim ketiga rasanya nggak make sense, hanya gara-gara tak mampu menahan gejolak rindu sebab berpisah kira-kira dua pekan dalam masa pelarian, dua sejoli bucin -Tokyo dan Rio- harus 'membayar mahal' dampaknya. Padahal keduanya tahu, kontak jarak jauh sangat berisiko terhadap keamanan mereka sendiri, betapapun telah diminimalisir.

Rio pun tertangkap interpol, tanpa melewati prosedur hukum dan tanpa pemberitaan di publik. Ia ditahan di antah barantah. Atas motif inilah musim ketiga dan keempat berjalan -dan masih akan bersambung di musim kelima- bersama dalih misi perampokan kedua, yaitu merampok emas di Bank Spanyol.

Jadi sebetulnya, apa yang membuat La Casa de Papel sangat digemari di Perancis, Italia, Argentina, Chile, Brazil, dan Portugal setidaknya hingga April tahun ini? Apa yang membuatnya menjadi serial favorit dan populer di Netflix?

Saya menemukan tulisan singkat dari Pauline Bock di New Statesman. Ada satu pernyataannya yang menarik, dia bilang begini: 

"La Casa de Papel bukan serial yang luar biasa. Sama sekali bukan serial yang bagus. Tapi ia bisa bergaung dengan penonton internasional karena ketegangan sosial dan ekonomi yang digambarkannya, dan karena pelarian utopia yang ditawarkannya kepada mereka. Pada tahun 2018, Robin Hood tidak mencuri orang kaya untuk diberikan kepada orang miskin. Mereka meretas kapitalisme pada sumbernya."

Yeah... That's the point!

Sempilan-sempilan kecil tentang idealisme perlawananlah yang menjadi poin penting dalam cerita. Kata Alex Pina, dikutip dari The Guardian:

"... Serial ini (tak hanya) dimaksudkan untuk menghibur, tetapi juga ada gagasan yang terselip di dalamnya," jelasnya. "Skeptisisme terhadap pemerintah, bank sentral, sistem ... Gagasan ini tidak akan meresap kecuali dirumuskan dalam narasi yang menghibur. Genre aksi biasanya dianggap dangkal, sementara film dengan isu sosial cenderung membosankan. Mengapa tidak menggabungkan kedua konsep ini?"

Secara implisit, Pina memang tak bermaksud membangun cerita yang super-idealis. Jadi wajar saja kalau di sana-sini didominasi bumbu-bumbu populer -kisah bucin itu salah satunya. 

Di satu sisi saya ingin menoleransi ego, "Baiklah ini hanya karya populer dengan target pasar". Di sisi lain, saya juga kecewa-tapi-cinta dengan gagasan yang Pina selipkan.

Pina benar, menggabungkan dua konsep yang acapkali dipertentangkan justru jadi semacam gerbang bagi awam menyentuh ide-ide sosial, betapapun sederhananya. Itu kenapa saya tertarik dengan La Casa de Papel. Buat saya, ini poin yang seksi.

"Somos la Resistencia, no?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun