Oleh: Ryutaro Siburian
(Pemerhati pemerintahan, asuransi, dan ekonomi politik Indonesia)
Hari ini, Senin (31/5/2021), adalah hari terakhir bagi nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) untuk memilih satu dari tiga opsi dalam program restrukturisasi polis perusahaan asuransi tersebut.
Nasabah yang belum menyatakan kata sepakat dari tiga opsi restrukturisasi disebut-sebut tidak dapat mengikuti program ini.
Sebelum tenggat waktu berakhir, program restrukturisasi ini telah tercoreng dengan adanya penolakan oleh para pensiunan dari 12 perusahaan BUMN, yang terdiri dari Garuda Indonesia, Pupuk Kaltim, Petro Kimia Gresik, Rekayasa Industri, Bukit Asam, Garuda Maintenance Facility, Gapura Angkasa, Timah, Asuransi Kesehatan, Surveyor Indonesia, dan Sucofindo.
Tak hanya penolakan, sejumlah pihak pun melakukan langkah yang lebih ekstrem, yaitu upaya gugagatan hukum. Sampai saat ini, terhitung ada 19 gugatan yang dilancarkan kepada Jiwasraya di pengadilan, mulai dari nasabah ritel, gugatan perwakilan kelompok (class action) seperti yang dilakukan 195 warga negara (WN) Korea Selatan.
Gugatan ini pun bermacam aneka, yaitu perbuatan melawan hukum (PMH), wanprestasi, penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), dan pembatalan program restrukturisasi polis asuransi.
Padahal, menurut Jiwasraya, terdapat empat keuntungan bagi nasabah yang mengikuti program restrukturisasi.
Pertama, menghindari kerugian besar atas nilai tunai nasabah jika Jiwasraya dipailitkan karena tidak mampu membayar kewajiban akibat tekanan likuiditas.
Kedua, menghindari tidak jelasnya waktu pengembalian nilai tunai nasabah, akibat proses kepailitan dan penjualan aset-aset Jiwasraya yang tidak likuid," ujar Kompyang kepada Kontan.co.id, Kamis (7/1).
Ketiga, melanjutkan proses bisnis dengan entitas baru bernama IFG Life (Entitas usaha BUMN) dengan potensi bisnis yang sangat besar, profitable dan berkelanjutan.
Keempat, program restrukturisasi memastikan polis akan berjalan dengan baik dan sehat dengan entitas baru IFG Life dan Manajemen IFG Life memiliki waktu untuk memenuhi kewajiban.
"Hingga 04 Januari 2020, sudah ada 745 kontrak korporasi yang menyetujui program restrukturisasi. Sementara untuk (nasabah) ritel, kami sedang menunggu data terbaru karena saat ini masih dalam proses pengiriman formulir restrukturisasi ke seluruh pemegang polis. Kami menargetkan paling lambat akhir Mei 2021 semua pemegang polis telah menyetujui program restrukturisasi," jelas Sekretaris perusahaan Jiwasraya Kompyang Wibisana sebagaimana dilansir dari Kontan.co.id pada 7 Januari 2021. (https://keuangan.kontan.co.id/news/jiwasraya-ada-empat-keuntungan-bagi-pemegang-polis-yang-ikut-program-restrukturisasi)
Sementara Ketua Tim Percepatan Restrukturisasi Jiwasraya untuk Solusi Jangka Menengah, Angger P. Yuwono mengatakan bahwa program restrukturisasi Jiwasraya merupakan implementasi dari UU Perasuransian, Peraturan OJK (POJK) 72 dan Rencana Penyehatan Keuangan (RPD) Jiwasraya yang telah disusun dengan cermat sejak 2018.
"Kami berharap Program Restrukturisasi Polis Jiwasraya ini dipahami sebagai itikad baik Pemerintah dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi selama ini di Jiwasraya. Pun program ini merupakan implementasi dari UU Perasuransian, POJK 71/2016 dan Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) Jiwasraya yang sejak 2 tahun lalu telah disusun dengan cermat," tutur Angger yang juga Direktur Teknik Jiwasraya, sebagaimana dikutip dari website resmi Jiwasraya. (https://www.jiwasraya.co.id/?q=id/pengumuman-restrukturisasi-jiwasraya)
Selain mampu meminimalisasi potensi kerugian menyusul terus menurunnya kondisi keuangan Jiwasraya akibat besarnya beban bunga, Program Restrukturisasi Polis Jiwasraya juga akan memberikan memberikan kepastian waktu terkait pengembalian dana bagi para pemegang polis.
Opsi restrukturisasi ini sendiri diambil oleh pemegang saham Jiwasraya setelah tidak dimungkinkannya opsi likuidasi atau pembubaran perusahaan. Opsi likuidasi ini diperkirakan dapat menimbulkan dampak yang besar dalam aspek ekonomi dan sosial di tengah masyarakat. Terlebih, ada perusahaan BUMN yang memiliki portofolio pensiun di Jiwasraya.
Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo, baru-baru ini menuliskan opininya di Harian Kompas edisi 29 Mei 2021. Â
Secara tersirat, dalam tulisannya, Irvan mengkritik langkah restrukturisasi Jiwasraya. Menurutnya, restrukturisasi sepihak kepada pemegang polis yang tidak memberikan tanggapan hingga 31 Mei 2021, telah nyata melanggar asas konsensus dan asas itikad baik yang menjadi dasar perjanjian asuransi yang diatur dalam KUH Perdata.
Dalam opininya, Irvan pun mengulas terkait fenomena pemailitan sejumlah perusahaan asuransi setelah terbitnya UU 4/1998. Hingga 2004, kata Irvan, proses permohonan pailit banyak diajukan karena terbilang mudah, yaitu hanya diperlukan dua kreditor yang mempunyai piutang jatuh tempo.
Ironisnya, pengadilan juga memailitkan sejumlah perusahaan yang justri sehat secara keuangan dan mampu menyelesaikan kewajibannya membayar utang, dan punya pemegang polis.
"Putusan pengadilan niaga yang telah menyatakan pailit beberapa perusahaan asuransi telah mengguncang industri asuransi karena di antara yang dinyatakan pailit ada perusahaan patungan yang cukup besar dgn kesehatan keuangan yang baik dan mampu menyelesaikan kewajibannya dan punya jutaan pemegang polis," tulis Irvan dalam opininya.
Kondisi ini, kata Irvan, meresahkan perusahaan asuransi, pemegang polis, dan masyarakat karena tidak ada jaminan kepastian atas polis yang telah mereka beli. Kondisi yang mencerminkan ketidakadilan dalam pemailitan perusahaan asuransi ini pun berakhir dengan terbitnya UU 37/2004.
Pemailitan Jiwasraya memang sulit dilakukan, mengingat aset yang dimiliki perusahaan asuransi pelat merah ini hanya Rp 15,7 triliun, jauh lebih kecil dari jumlah liabilitasnya yang mencapai Rp 54,36 triliun.
Dengan demikian, pemailitan tidak dimungkinkan karena sebuah perusahaan yang pailit akan membayar utang-utangnya dengan menjual aset yang mereka miliki. Jadi Jiwasraya pun takkan mampu melunasi semua utangnya kepada pemegang polis karena asetnya hanya sepertiga dari jumlah liabilitas mereka.
Setali tiga uang dengan program restrukturisasi. Penanaman Modal Negara (PMN) sebesar Rp 22 triliun pun takkan mampu masalah Jiwasraya dalam jangka waktu pendek. Kondisi pandemi sejak tahun lalu telah menjadi rahasia umum telah memperburuk kondisi fiskal pemerintah. Artinya, akankah program restrukturisasi berjalan tuntas hingga 15 tahun ke depan?
Problem pun bertambah dengan sejumlah kalangan yang tidak puas dengan mekanisme pembayaran dalam program restrukturisasi sehingga menolaknya dan bahkan ada juga yang melakukan gugatan hukum ke pengadilan. Belum lagi dengan pilihan restrukturisasi sepihak bagi pemegang polis yang tidak menyampaikan tanggapannya atau menolak mengikuti program restrukturisasi ini.
Dalam opininya, Irvan Rahardjo pun berpendapat bahwa tekad untuk mengundang investasi akan menjadi sia-sia jika ketidakpastian hukum berlangsung dengan tidak menghormati hak-hak debitor dan kreditor dalam hubungan kepercayaan yang dijamin undang-undang.
"Kita tidak berharap menegakkan hukum dengan cara melanggar hukum yang hanya akan menjauhkan kita dari negara yang ramah bagi investasi," tutup Irvan dalam opininya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H