Mohon tunggu...
Rizqi Yusuf Muliana
Rizqi Yusuf Muliana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

part-time writing, full-time overthinking

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membaca Dampak Positif dan Negatif PSBB

13 Juli 2020   21:54 Diperbarui: 13 Juli 2020   21:56 1862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Covid-19 merupakan virus yang membuat geger masyarakat hingga pemerintah di Negara ini. Penyebaranya yang tidak terlihat dan sulit di indentifikasi secara kasat mata membuat virus jenis ini mudah sekali menyebar ke se-antero negeri. Dari satu orang yang teridentifikasi positif mengidap virus ini, perlu diwaspadai pula dua sampai banyak orang lainya yang pernah berinteraksi dengan satu orang yang terinfeksi tersebut. Karena persebaran virus ini umumnya melalui kontak fisik secara langsung dengan orang yang memiliki gejala sakit akibat Covid-19, kontak fisik seperti berjabat tangan dan lain sebagainya. 

Maka dari itu, dalam menangani semakin meluasnya Covid-19 ini pemerintah berupaya membatasi sebanyak mungkin adanya kontak fisik yang dilakukan masyarakat. Untuk memperkuat upaya itu, pemerintah menerapkan kebijakan yang awalnya Social Distancing, lalu menjadi Physical Distancing hingga sampai pada saat ini yaitu Pembatasan Sosial Berskala Besar atau biasa disebut PSBB. PSBB ini ialah pembatasan aktivitas sosial yang dilakukan di lingkup fasilitas umum maupun khusus untuk menghindari sedikit mungkin kerumunan manusia di satu titik. 

Kebijakan ini diatur dalam PP yang dikeluarkan presiden, yaitu PP Nomor 21 Tahun 2020 Pasal 1. Juga dijelaskan dalam peraturan tersebut  bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan pembatasan kegiatan-kegiatan tertentu dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Pengaplikasian kebijakan ini juga melibatkan pemerintah daerah dengan diperbolehkanya Pemda mengajukan status PSBB bila dirasa perlu kepada Pusat. 

Tercantum juga di dalam aturan PMK Nomor 9 Tahun 2020 pasal 2, bahwa untuk dapat ditetapkan sebagai PSBB, maka suatu wilayah provinsi/kabupaten/kota harus memenuhi dua kriteria. Pertama, yaitu jumlah kasus atau kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan secara cepat ke beberapa wilayah. Sementara kriteria kedua adalah bahwa wilayah yang terdapat penyakit juga memiliki kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa yang terdapat di wilayah atau negara lain. Dari kedua kriteria itulah pada nantinya Menkes dapat menentukan apakah wilayah atau daerah tersebut layak untuk diterapkan PSBB atau tidak.

Dilansir juga dari Kompas.com, hal-hal yang dibatasi menurut kebijakan PSBB di Ibukota Jakarta dimana DKI Jakarta yang pertama menerapkan PSBB, diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan atau PMK Nomor 9 Tahun 2020, Pasal 13 menjelaskan secara detail bahwa PSBB meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, hingga pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Selain itu, kegiatan sosial masyarakat dan kebudayaan juga bakal dibatasi, pembatasan moda transportasi, hingga pembatasan kegiatan lainnya khusus yang menyangkut aspek pertahanan dan keamanan. 

Sedangkan pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum juga dilaksanakan dalam bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang (Physical-Distancing). 

Pembatasan kegiatan sosial dan budaya yang dimaksud dilaksanakan dalam bentuk pelarangan kerumunan orang dalam dalam satu titik di kegiatan sosial dan budaya serta berpedoman pada pandangan lembaga adat resmi yang diakui pemerintah dan peraturan perundang-undangan. Pembatasan ini berlaku selama masa inkubasi terpanjang dan dapat diperpanjang jika masih terdapat bukti penyebaran.

Hingga saat ini, pemberlakuan kebijakan PSBB tidak lantas berjalan dengan lancar. Pastilah ada kendala apa yang diharapkan pemerintah dalam tujuan pemberlakuan PSBB ini kepada masyarakat. Salah satunya ialah bila kita membaca dampak dari kebijakan PSBB ini. PSBB ini merupakan suatu yang baru di Indonesia, peraturan ini juga membatasi kegiatan sosial di tingkat masyarakat. Karena munculnya kebijakan ini pastilah menuntut masyarakat merubah pola keseharianya di berbagai bidang dan membawa dampak dri perubahan pola tersebut. Meskipun pemerintah sudah pasti menganalisa konsekwensi baik buruk dan kemungkinan-kemungkinan yang ada sebelum menerapkan kebijakan ini pada masyarakat.

Dampak Ekonomi

Dampak yang paling signifikan pasti terasa di sector ekonomi. Utamanya bagi sektor-sektor yang tidak bergerak dalam penyediaan kebutuhan dasar atau primer masyarakat sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) nomor 9 tahun 2020 tentang pedoman PSBB. Hal ini sebagaimana tertuang dalam PMK pasal 13 (1)  poin a, ada 6 sektor publik yang dibatasi dalam PSBB ini, salah satunya tempat kerja, kegiatan sosial, dan fasilitas umum. Tempat-tempat itu merupakan titik aktivitas ekonomi masyaarakat sehari harinya. 

Ekonomi secara nasional juga terdampak akan hal ini, dilansir dari Detik Finance.com, Peneliti INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara menurutnya 70% perputaran uang itu ada di ibukota Jakarta yang sedang menerapkan PSBB ini. Karena Jakarta menyumbang cukup signifikan terhadap pendapatan Nasional, khususnya pajak dan ini akan berdampak pada makro ekonomi maupun APBN Negara saat ini. Bhima memprediksi, PSBB bila tak diiringi jaminan sosial terhadap masyarakat dapat menyebabkan krisis ekonomi yang lebih parah di semester II-2020. Ia juga memprediksi akan ada badai PHK skala besar melanda Indonesia. disamping itu di sector informal juga terkena dampak, apalagi masyarakat ekonomi menengah kebawah seperti UMKM, PKL bahkan asongan. Khususnya juga Driver Ojek Online Pasalnya, di halaman 23 poin (i) Permenkes tersebut, pemerintah melarang driver ojek online untuk mengangkut penumpang.

Dampak Sosial

Selain ekonomi, kebijakan ini juga memiliki Dampak Sosial. Kebijakan PSBB menerapkan pelarangan dan pembatasan semua aktivitas kegiatan sosial maupun budaya yang biasanya dipenuhi kerumunan yang rentan dengan penyebaran COVID-19. Larangan pembatasan kegiatan ini mengikuti pedoman dan pandangan lembaga adat resmi yang diakui dan ada dalam pengaturan perundangan pemerintah. Dampak dari keluarnya kebijakan ini pastinya berdampak pada intensitas aktivitas publik di beberapa daerah. 

Masyarakat di batasi untuk keluar rumah dengan alasan kesehatan ini pasti mambatasi kegiatan sehari-hari masyarakat seperti bekerja, sekolah, kuliah, berdagang dan kegiatan lain yang menghimpun banyak orang di satu tempat. Pembatasan aktivitas kegiatan sosial yang melibatkan beberapa tempat dan fasilitas umum dilakukan dengan cara membatasi jumlah orang dan mengatur jarak interaksi (physical distancing). Tetapi pembatasan ini tidak berlaku pada kegiatan di pusat perbelanjaan pasar, supermarket dan tempat penjualan obat maupun peralatan medis, toko penyedia kebutuhan pokok, bahan bakar seperti SPBU, pelayanan kesehatan dan juga tempat kegiatan olahraga tidak ikut dibatasi secara total. 

Kemudian, kalau kita update melalui portal berita, akan didapati massifnya phk bagi karyawan/pegawai perusahaan, ini menyusul Dampak Ekonomi yang sudah dipaparkan sebelumnya. Hal Ini merupakan akibat adanya tuntutan physical distancing membuat beberapa perusahaan menerapkan sistem Work from home (WFH) bagi karyawan, dimana hanya sedikit bidang dalam perusahaan yang bisa diinovasikan dengan konsep WFH ini, maka akibatnya beberapa perusahaan mengambil kebijakan untuk mengurangi jumlah karyawan sesuai kebutuhan.

Dampak Psikologis

Kita juga bisa membaca dampak ini terhadap Dampak Psikologis. Setelah sebelumnya karena fakta meningkatnya pasien PDP hingga korban yang meninggal akbiat virus corona, hal ini pastinya membuat warga dan masyarakat sekitar panik. Ini jga memunculkan fenomena yg disebut Panic Buying dimana masyarakat berlomba membeli kebutuhan pangan dan medis secara massif untuk persediaan mereka mengahadapi PSBB dan anjuran stay at home. 

Seperti yang dilansir pada Warta Ekonomi.co.id, Akibat dari ketakutan akan virus ini, masyarakat jadi ramai-ramai memborong barang-barang primer seperti sembako, masker, cairan pembersih tangan atau hand sanitizer, sabun, bahkan sampai alat pengukur suhu tubuh. Di sejumlah minimarket dan supermarket di kota-kota besar salah satunya, barang-barang kebutuhan pokok ludes habis, karena diborong warga yang panik. Selepas keluarnya kebijakan PSBB ini jga membuat warga tambah was-was ketika kontak dengan orang lain bahkan orang asing. Bahkan terhadap warganya yang baru pulang kampung dari kota besar yang notabenenya berstatus zona merah. 

Dan yang paling miris karena kepanikan seperti ini ada fenomena dimana warga menolak jenazah pasien yang positif corona untuk dimakamkan di lingkunganya. Ini tidak terlepas dri kurangnya pendidikan dan sosialaisasi pemerintah kepada masyarakat sebelumnya kebijakan ini dikeluarkan. Dan dampak kepanikan lainya seperti warga menutup akses keluar-masuk daerahnya secara swadaya dengan alasan pembatasan sosial.

Dampak Lingkungan

Dan yang terakhir ada fenomena yang mungkin tidak kita sadari akibat dampak pemberlakuan PSBB ini, khususnya di kota-kota besar yang biasanya padat dan ramai. Yaitu Dampaknya terhadap lingkungan sekitar. dari beberapa dampak sebelumya di atas terlepas baik buruknya danpak tersebut, sepertinya dampak pada lingkungan agaknya cenderung positif. Dimana menyusul Pembatasan Sosial Berskala Besar ini, moda transportasi darat, laut, maupun udara juga dibatasi operasinya. 

Pengurangan moda transportasi dan anjuran stay at home, Sadar atau tidak ini telah mengurangi tingkat polusi udara di beberapa daerah, utamanya karena berkurangnya angka kendaraan dan pabrik-pabrik yang tutup atau dibatasi jam operasionalnya. Seperti dilansir pada Kompas.com, Di tengah wabah pandemi corona, ternyata kondisi nitrogen dioksida atau polutan lingkungan di Indonesia, mengalami penurunan. 

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga menginfromasikan, bahwa kualitas udara saat ini pada Maret tahun 2020 lebih bersih jika dibandingkan Maret tahun 2019. Juga di beberapa kota besar angka yang menerapkan PSBB angka pencemaran lingkungan dan sampah pasti berkurang menyusul diberlakukanya kebijakan ini.

Dalam dinamika pemberlakuan PSBB ini memang pastinya ada Pro-Kontra oleh masyarakat. Ini adalah proses penyesuaian aturan-aturan yang ada oleh masyarakat. Namun tujuanya ialah untuk menekan percepatan persebaran virus Covid-19 ini. Disamping dampak positif maupun negative yang ada pemerintah seharusnya mengajak dengan langkah persuasive kepada masyarkat untuk ikut pro aktif mencegah persebaran virus ini supaya tidak menyebar luas. 

Karena untuk implementasi kebijakan ini harus ada sinergi antara pemerintah sebagai pembuat kebijakan dengan masyarakat yang terdampak langsung maupun tidak, agar kebijakan ini efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun