Mohon tunggu...
Ryu Kiseki
Ryu Kiseki Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja

Saya adalah seorang penulis yang senang menulis tentang gambaran kehidupan. Pemerhati politik dan menyukai hal-hal berbau psikologi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

OC Kaligis dan Diskusi Hangat Kompasiana TV

6 Agustus 2015   01:06 Diperbarui: 6 Agustus 2015   01:19 1361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Sumber: ICW 

 

Maraknya pemberitaan tentang OC Kaligis, menambah deretan daftar kelam hukum di Indonesia. Kasus ini yang kemudian diangkat dalam live Kompasiana TV pada Rabu, 5 Agustus 2015, pukul 8 malam.

Saya kebetulan berpatisipasi menggunakan google hangout dalam live tersebut, sayangnya karena waktu yang terbatas, maka saya hanya dapat mengajukan satu pertanyaan selama acara berlangsung.

Dalam acara tersebut, salah satu narasumbernya adalah Bapak Juniver Girsang, Ketua dari DPN Peradin yang mengatakan bahwa dalam catatannya, ada lebih dari 100 orang yang dihukum dan tidak diekspos ke publik pada menit ke 23 detik ke 10. Lantas saya bertanya, kenapa tidak diekspos, apakah demi menjaga citra advokat di mata publik?

Beliau menjawab bahwa kasus-kasus tersebut diekspos kepada penegak hukum yang lain. Jawaban yang sebenarnya terlihat sedikit melindungi celah institusi. Kemudian ditambahkan oleh salah satu narasumber yang menegaskan pertanyaan saya, kenapa tidak diekspos ke publik?

Akhirnya beliau mengatakan bahwa oknum akan disosialisasikan (ekspos) pada menit ke 48 detik ke 52. Mendengar jawaban beliau, saya sedikit pesimis dan yakin bahwa ini hanya akan jadi wacana yang tidak akan terlaksana.

Pembahasan lainnya yang juga sedikit menggelitik adalah ketika beliau mengatakan bahwa ada sumpah jabatan atau kode etik untuk membela rekan sejawat pada menit ke 38. Pertanyaannya kemudian berdasarkan logika, rekan sejawat yang tercatat dalam catatan beliau, berarti sudah jelas, salah. Lalu apakah harus dibela?

Pembahasan beliau berikutnya, hukuman kepada pengacara yang melanggar kode etik berguna untuk menjadi contoh bagi pengacara lainnya agar tidak melanggar kode etik atau sumpah jabatan.

Kemudian apa alasan mereka tidak mengekspos rekan-rekan mereka yang melanggar sumpah jabatan? Apa contoh yang dimaksud adalah longgarnya hukuman bagi para oknum?

Seperti yang kita tahu bahwa hukuman sosial jauh lebih berat daripada hukuman yang kebanyakan bisa dibeli atau melindungi segelintir orang. Apakah kasus ini akan tenggelam dan berganti ke kasus lainnya?

Saya rasa secara psikologis, hukuman yang ada tidak akan memberi efek jera atau menjadi contoh menakutkan bagi oknum lainnya. Seperti kasus OC Kaligis kali ini, yang ketahuan mungkin hanya ini, tapi apakah sebelumnya ada suap-suap dalam kasus yang ditanganinya? Kita tidak tahu.

Jadi logikanya, keuntungan yang didapat banyak, sedangkan hukuman yang diterima tidak sebanding. Artinya mereka tidak akan takut pada hukum, karena keuntungan mereka jauh lebih besar dari kerugiannya.

Setelah keluar dari masa yang ditentukan atau masa tahanan, mereka dapat kembali bekerja. Kenapa tidak diberhentikan kalau memang mau jadi contoh? Saya rasa dengan diberhentikan dan diekspos ke media, maka akan ada efek jera bagi oknum lainnya.

Satu lagi, saya rasa perlu ada daftar blacklist untuk oknum-oknum tersebut, supaya Indonesia bisa lebih profesional dan publik diberi akses untuk melacak mana saja oknum-oknum yang masuk dalam daftar blacklist. Dengan demikian, hukum di Indonesia akan lebih profesional dan melayani.

Dan jika kalian masih ingat UU MD3, apakah kalian tahu bahwa banyak peraturan yang dibuat ambigu atau seolah diatur untuk melindungi mereka yang berkepentingan, bukan untuk masyarakat. Kadang saya berpikir, kita telah merdeka dari masa penjajahan, tapi malah dijajah oleh oknum-oknum dalam institusi pemerintahan.

Hukum jadi tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Hukum tidak lagi melindungi di tangan oknum-oknum hukum. Hukum menjadi tameng untuk mereka yang berkuasa dan senjata untuk melawan keadilan itu sendiri.

Sungguh sangat menyedihkan melihat bobroknya hukum di Indonesia. Sangat memprihatinkan mengingat banyaknya orang-orang pintar di negeri ini yang pada akhirnya tidak dapat berkembang di negeri sendiri, karena institusi-institusi negara ini dipenuhi oleh oknum-oknum yang lebih memikirkan uang, kekuasaan dan kepentingan mereka dan golongannya.

Dari pembahasan dalam live tersebut membuat saya berpikir, mungkinkah kasus ini akan diusut jika tidak terekspos media? Dan dari pernyataan beliau, berarti sebenarnya kasus-kasus kecil banyak yang tidak diketahui publik atau dengan kata lain, tenggelam begitu saja.

Jadi yang terlihat dan muncul ke permukaan hanya sepuluh kasus seperti yang diperlihatkan di awal acara. Sepuluh bongkahan es besar yang terlihat. Sisanya, es-es kecil yang tidak terlihat atau memang sengaja disembunyikan?

Rasanya sulit untuk menjadi baik dalam institusi pemerintahan sementara orang-orang baik tersebut didominasi oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.

Semoga hukum dan institusi pemerintahan lainnya, termasuk birokrasi bisa jadi lebih baik dan hukum dapat ditegakkan seadil-adilnya. Saya mungkin hanya warga biasa yang awam terhadap hukum. Tapi saya tahu bahwa hukum adalah salah satu aturan yang dibuat agar orang tidak berbuat melanggar aturan yang ada atau menimbulkan keresahan bagi orang lain.

Hukum dibuat karena ada pelanggar peraturan, seperti polisi ada, karena ada penjahat. Tapi jika kita pun sudah tidak bisa percaya pada hukum karena dominasi oknum, maka ke mana lagi kita harus berlindung?

Tapi dengan tulisan ini, saya menyatakan prihatin dengan institusi pemerintahan dan hukum yang ada. Keadilan tidak akan jadi keadilan lagi jika dapat dibeli dan dikuasai.

Saksikan juga tayangan selengkapnya di episode KompasianaTV edisi 5 Agustus 2015... di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun