[caption id="attachment_348700" align="aligncenter" width="400" caption="Sumber: http://goo.gl/v4QnbN"]
5. Kerja keras dan kerja pintar
Orangtua seringkali menerapkan nilai-nilai kerja keras kepada anak-anak mereka. Hal ini tidak salah, memang kita perlu kerja keras untuk mencapai sesuatu, namun akan jadi sia-sia saat kerja keras hanya menjadi rutinitas yang mati. Karena itu, kita harus kerja secara pintar.
Saya seringkali melihat orang-orang yang bekerja keras, namun mengeluh bahwa mereka tidak mendapat apa-apa. Seperti contoh saya pada poin nomor empat, kepala mekanik yang pelit ilmu adalah contoh pekerja keras, tapi tidak sepintar kepala mekanik yang memang dengan mudah membagikan ilmunya.
Di sini terlihat, bahwa keterampilan dan kepintaran akademik saja tidak cukup. Diperlukan kepintaran dalam bekerja, bagaimana memanfaatkan dan menggunakan waktu dan sumber daya dengan cara yang efisien dan efektif.
Sedari dini, kita harus menanamkan pada anak-anak kita untuk dapat bekerja dengan baik, mengelola waktu dan sumber daya dengan baik, dimulai dari kebiasaan merapikan dan mengerjakan segala sesuatu secara terstruktur dan tersistem. Mengajarkan bagaimana cara mengatur dan membuat perencanaan.
[caption id="attachment_348701" align="aligncenter" width="467" caption="Sumber: http://goo.gl/5Q6gYW"]
6. Jarak orangtua dan anak.
Akan ada sebuah jarak yang besar, ketika kita memberi jarak dan menegaskan bahwa kita adalah orangtua dan mereka adalah anak. Jarak terkadang diperlukan, namun dengan membuat jarak, maka kita akan lebih sulit untuk mengenal anak kita lebih dalam, karena akan ada rasa segan dan takut untuk bercerita.
Jadi lah orangtua yang juga bisa menjadi teman untuk mereka berbagi dan mencurahkan isi hati. Dengan menjadikan anak sebagai teman, orangtua punya kesempatan lebih besar dalam mengawasi dan mengenal anaknya.
[caption id="attachment_348702" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: http://goo.gl/YTgWsI"]
7. Pahami arah pikiran anak.
Salah satu kegagalan dalam mengembangkan potensi anak adalah kegagalan dalam memahami arah dan tujuan dari anak itu sendiri. Apa motivasi mereka? Apa tujuan mereka? Apa yang membuat mereka memilih sesuatu?
Dengan mengetahui ke mana arah berpikir anak, maka kita dapat mengarahkan, mendukung dan menasehati mereka.
Untuk memahami pikiran seorang anak, kita harus melakukan komunikasi dan tidak selalu memaksakan kehendak kita sebagai orangtua. Komunikasi bisa terjalin lebih intens bila orangtua mau merangkul anaknya bukan hanya sebagai anak, tapi juga sebagai seorang teman.
Gali lah potensi anak Anda sebelum mengarahkannya, kembangkan apa yang sudah dia miliki dan awasi proses tumbuh kembangnya. Berhenti lah memaksakan keinginan dan mengarahkan anak pada tujuan orangtua. Dengan begitu, kita bisa menggali dan mengembangkan potensi anak tanpa membebaninya.
Note: Tulisan di atas murni karya saya pribadi dari pengalaman dan berbagai sumber inspirasi. Untuk saran atau kritik dan tanya jawab, silakan isi di kolom komentar. Silakan copy paste, namun tetap santun dengan cara memasukkan nama dan email penulis.
Penulis: Hong Kosan Djojo
email: ryukiseki@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H