Mohon tunggu...
M. Yusuf Apriyadi
M. Yusuf Apriyadi Mohon Tunggu... -

Seorang pemuda yang hanya mencoba mengisi hidup yang bernilai. Merupakan salah seorang pendiri komunitas Kalfa (http://www.facebook.com/groups/kalfa/).

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filosofi Topeng

4 Oktober 2011   08:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:21 1406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lama ini saya mengunjungi Museum Nasional di bilangan Jalan Merdeka, saya melihat ada koleksi topeng-topeng yang terpajang disana. Berbagai rupa ekspresi wajah yang ditampilkan, ada yang marah, sedih, datar, menyeringai, dan tanpa ekspresi. Ada pula berbentuk wajah manusia, kera, monster. Begitu banyak macam rupa topeng-topeng yang dipamerkan. [caption id="attachment_669" align="aligncenter" width="300" caption="Topeng-topeng"][/caption] Saat memandang lama suatu topeng bermuka baik, teringat ane kata-kata seorang teman bahwa dia itu orangnya baik, suka menolong, perhatian, dan lemah lembut suaranya saat berbicara. Saat pandangan berpindah ke topeng bermuka marah, teringat kata-kata teman yang lain mengenai bahwa dia pemarah, suka berkata menyakitkan, kasar, dan sikapnya tidak sopan santun. Kemudian berpindah memandangi topeng datar, kembali teringat kata-kata teman yang berbeda lagi bahwa dia biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa. Begitu berbedanya mengenai dia yang dibicarakan teman-teman sebelumnya padahal adalah sama orangnya. Mengapa orang yang dibicarakan bisa berbeda-beda sifat dimata orang lain? Dari sini tampaklah bahwa orang itu telah memakai topeng yang berbeda-beda dimata orang lain yang berbeda-beda pula. Disadari atau tidak disadari. Masuk akal dan alamiah, sebab orang yang sudah dikenal biasanya akan bersikap berbeda dengan orang yang baru kenal. Istilahnya jaim (jaga image). [caption id="attachment_671" align="aligncenter" width="300" caption="Dua Topeng"]

[/caption] Kadang-kadang saat berbuat kebaikan, dinilai sebagai keburukan. Di mata orang kita dianggap berbuat baik sementara dimata orang lain dianggap berbuat keburukan. Kadang pula pemakai topeng (dalam arti kiasan) sebenarnya ada maksud tersembunyi di dalam hatinya sehingga dipandang orang baik, padahal dalam hatinya tidak. Dari sini, saya berkesimpulan hanya niat tulus yang pantas mendapatkan ganjarannya entah terlepas dari pandangan orang lain yang memandang dari topeng-topeng yang dikenakan kita. Biarlah Allah yang mengetahui dan membalasnya. Topeng. Setiap orang memiliki topeng-topengnya masing-masing karena itulah terdapat berbagai macam persepsi, pendapat yang berbeda, dan kesan yang berbeda-beda.  Untuk melihat kesejatian kepribadian seseorang haruslah melihat dari berbagai sudut pandang orang-orang yang berbeda supaya mendapat gambaran utuh mengenai kepribadian seseorang karena masing-masing orang melihat dirinya dengan topengnya yang berbeda-beda. Terhadap orang yang sengaja memakai topeng dalam arti kiasan, kemungkinan dia memiliki maksud tertentu atas sesuatu atau bisa jadi menyembunyikan sesuatu. Topeng pertama adalah topeng politikus dimana dia mencoba untuk mendekati dan persuasif untuk menggapai keinginannya kendati terkadang hal itu sebenarnya tidak baik. Bingung? Contohnya begini, ada kue di meja. Hanya ada 1 kue yang tersisa dan itu untuk orang lain yang di dekatnya maka orang itu diajak berbicara mengenai hal lain. Sambil mengobrol dengannya, dia mencomot kue yang seharusnya untuk orang itu. Orang itu sendiri tak sadar, mungkin lupa, karena keasikan ngobrol dengan pemakai topeng politikus. Sedang tipe yang menyembunyikan sesuatu bisa dikatakan sebagai tipe pemakai topeng pelindung. Dia hendak menyembunyikan sesuatu entah karena ada hal-hal tabu ataukah untuk melindungi hal-hal yang dianggap aibnya. Topeng pelindung ini bisa bermacam-macam topeng, bisa berupa topeng marah, topeng datar, atau topeng bermuka seram tergantung kepribadian dan nilai sesuatu yang disembunyikan tersebut. Begitu kompleksnya topeng-topeng yang dipakai manusia seperti halnya kompleksnya kepribadian seseorang. Begitulah. Walau demikian yang terpenting adalah menjadi diri sendiri terlepas dari topeng-topeng yang bagaimana dilihat oleh orang lain. Biarlah orang lain menilai apa-apa sesuai pandangan matanya sendiri, karena inilah aku, inilah diriku apa adanya. Jika tidak disukai maka tak mengapa karena inilah topengku yang kumiliki selain itu pasti ada yang menyukai topeng yang berbeda selain topeng itu. [caption id="attachment_676" align="aligncenter" width="225" caption="Topeng Hitam"]
Topeng Hitam
Topeng Hitam
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun