Pada hari pertama ekskursi di Pesantren Al-Mizan, Jatiwangi, saya disambut oleh suasana yang penuh tantangan, namun juga penuh pembelajaran. Tidak hanya dalam hal agama, tetapi juga dalam membentuk diri menjadi pribadi yang lebih baik, lebih mengenal nilai-nilai kemanusiaan.Â
Perjalanan ini bukan hanya sekedar mempelajari ajaran agama Islam, tetapi juga meresapi pentingnya toleransi, persahabatan, dan kerja sama dalam kehidupan yang penuh keberagaman. Dalam tiga hari dua malam, saya belajar bahwa setiap pertemuan, meskipun singkat, mampu memberikan dampak yang mendalam bagi pembentukan karakter.
Kegiatan di Pesantren Al-Mizan, meskipun sederhana, memiliki makna yang sangat mendalam. Keberagaman peserta yang hadir di pesantren, dengan latar belakang yang berbeda-beda, memberikan kesempatan untuk berinteraksi, belajar, dan saling memahami.Â
Seperti yang dikatakan oleh Kahlil Gibran, perbedaanlah yang membuat kita lebih indah, dan melalui pengalaman ini saya semakin menyadari bahwa keberagaman itu bukanlah sesuatu yang harus ditakuti atau dijauhi, melainkan sesuatu yang harus kita hargai dan kita pelajari.
Hari pertama penuh dengan tantangan, terutama karena cuaca yang panas dan perbedaan lingkungan yang cukup signifikan. Namun, saat saya mulai mengikuti kegiatan mengaji bersama teman-teman, saya mulai merasa lebih nyaman. Saya belajar tentang dasar-dasar keimanan, serta bagaimana cara para santri dengan tekun membaca kitab suci.Â
Meskipun awalnya saya merasa asing, namun saat saya mulai memahami makna yang terkandung dalam setiap ayat yang dibaca, rasa ketidaknyamanan itu perlahan menghilang. Keakraban para santri yang dengan ramah mengajak kami untuk bergabung turut memberikan rasa nyaman. Saya merasa diterima sebagai bagian dari keluarga besar pesantren.
Hari kedua di pesantren menjadi puncak pengalaman saya. Kegiatan ngaji kali ini tidak hanya berkutat pada membaca ayat-ayat suci, tetapi juga membahas sejarah Islam dan nilai-nilai toleransi. Kiai yang memimpin pengajian dengan bijaksana menyampaikan bahwa sikap toleransi yang diajarkan di pesantren sangat selaras dengan ajaran agama lain, dan ini sangat relevan dalam kehidupan bermasyarakat yang majemuk.Â
Saya tersentuh oleh pemahaman bahwa toleransi bukan hanya tentang menerima perbedaan, tetapi juga tentang saling menghormati dan bekerja sama demi kebaikan bersama.
Hal ini saya rasakan sangat kuat dalam kegiatan sehari-hari kami di pesantren. Di tengah perbedaan latar belakang agama, suku, dan budaya, kami bisa bergabung dalam satu tujuan yang sama: membangun harmoni dalam kebersamaan.Â
Sungguh, pertemuan dengan para santri mengajarkan saya banyak tentang pentingnya hidup berdampingan meskipun memiliki perbedaan yang jelas. Kami belajar untuk saling menghargai, memupuk rasa persaudaraan, dan menjalani kehidupan dengan penuh kebersamaan.
Selain kegiatan spiritual, hari kedua juga diisi dengan dinamika yang menyenangkan. Saya diajak untuk bermain musik bersama para santri menggunakan perkusi genteng dari tanah liat. Meskipun saya baru pertama kali memainkan alat musik tersebut, kebersamaan yang tercipta melalui musik membuat kami semakin akrab.Â