Mohon tunggu...
Ryu Amakusa
Ryu Amakusa Mohon Tunggu... - -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Moralitas Ataukah Munafik

19 Februari 2017   12:21 Diperbarui: 19 Februari 2017   12:32 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Betapa rapuh rasanya meski hanya untuk mencoba menjadi diri sendiri.  Mulai mencari sesuatu lain yang dirasa lebih pas untuk mengungkap. Ketika semua terasa bertopeng dan upaya merebak semuanya ternyata menghukum. Sesuatu yang selalu menghantui. Pada akhirnya ada keterpaksaan dalam keharusan mengundurkan keberadaan diri sesungguhnya.

Sesuatu yang berpupur tebal dan bertopeng oportunis lebih dimaklumi daripada kebenaran itu sendiri yang terasa sulit dan sangat menyakitkan. Bongkahan kebenaran tidak hanya menyangkut diri sendiri namun juga sekitarnya yang belum tentu paham akan apa yang sebenarnya terjadi.

Apakah sebenarnya moralitas itu? 

Akhlak yang digemborkan dengan pongah dan dilacurkan dengan murah bahkan diobral jika tak ada yang tertarik membeli.

Ada cerita tentang sebuah kota di tepi hutan yang dihuni oleh orang-orang selalu bahagia. Orang-orang berjalan-jalan, bernyanyi, bermain, berbelanja, makan bersama keluarga dan sebagainya. Intinya mereka sangat bahagia menjalani hari-hari mereka seolah tak ada beban sama sekali. 

Suatu hari datanglah dua ekor beruang keluar dari hutan dan berdiri di tepi hutan dengan kepala menunduk seperti sedang saling berbisik. 

Mulanya tak seorang pun yang memperhatikan dan menggubris kedua beruang tersebut. Lalu perlahan sedikit demi sedikit orang-orang mulai menghentikan kegiatannya dan berusaha mendengarkan apa yang dikatakan oleh kedua beruang tersebut. Tapi, tak seorang pun yang bisa mendengarnya. 

Malam harinya kedua beruang tersebut kembali masuk ke hutan. Orang-orang mulai berkerumun dan membicarakan kehadiran beruang-beruang tersebut. Salah seorang wanita mengatakan ia mengetahui apa yang dibisik-bisikkan kedua beruang tersebut. Katanya beruang-beruang itu menertawakan penduduk kota. 

Lalu semua orang mulai memperhatikan satu sama lain dan menganggap betapa anehnya cara berjalan atau betapa kasarnya cara berbicara orang lain dan sebagainya kemudian mereka saling menertawakan pada akhirnya, semua saling marah dan banyak terjadi perkelahian. 

Keesok harinya beruang-beruang itu keluar lagi dan seolah berbisik. Malamnya mereka kembali masuk ke hutan. Kali ini ada pria tua yang mengaku mengetahui apa yang dibisikkan beruang-beruang itu. Katanya mereka bergosip tentang penduduk kota. Semua orang menganggap yang lain tahu rahasia mereka, jadi mereka pulang dan menutup pintu-jendela dan mereka takut keluar rumah. 

Hari ke-3, beruang-beruang itu keluar lagi dan kejadian yang sama terulang, namun kali ini seseorang yang lain mengatakan ia tahu apa yang dibisikkan beruang itu. Bahwa beruang-beruang itu menyusun rencana untuk menyerang kota. Lalu penduduk kota beramai-ramai mengambil obor untuk mengusir beruang-beruang itu, namun tanpa sengaja membakar rumah mereka sendiri. Kebakaran meluas dan seluruh kota habis terbakar. (Speaking in Tongues-Jeffery Deaver) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun