"Tante,, te,, tanteee," teriak Evan usai membuka pintu rumah.
"Iya kak, tante di dapur! Ada apa?," kataku menjawab teriakanya yang cukup melengking ditelinga.
"Perut kakak sakit. Sepertinya kembung te! Coba periksa," lanjutnya.
Bagaikan dokter, ku pegang perutnya dengan sedikit menepuk-nepuk. Hhem, perut mungil ini terasa keras. Mungkin, sudah banyak sekali angin yang masuk namun ia kesulitan keluar karena tersesat tak tau jalan pulang. Baiklah, ku putar otak ini memikirkan cara bagaimana keponakanku tak merasa kesakitan lagi.
"Mau diolesi minyak angin sama ante?," tawarku kepada Evan yang mulai meringik.
"Enggak mau. Tante punya tolak angin?," tanya bocah enam tahun ini.
"Ada. Kakak mau minum?," jawabku.
"Iya mau te, boleh minta tolong diambilkan?," pintanya.
Segera saya menuju lemari es, untuk mengambil Tolak Angin Anak. Kemudian saya sodorkan sebungkus obat herbal berwana hijau muda kepada keponakan yang telah menunggu di meja makan. Tanpa disuruh, bocah yang baru duduk di bangku sekolah dasar ini, segera mengocok sebungkus Tolak Angin Anak yang berisi 10ml sebelum diminum.
"Tapi adek kan enggak sakit perutnya! Masak mau minum juga," kataku heran.
"Iya te, tapi adek suka sekali sama rasanya. Manis ada madunya itu loh," jelas bocah lima tahun ini kepadaku.
"Baiklah, tante ambilkan," lalu ku iyakan permintaanya.
Loh, kok obat herbal Tolak Angin-nya ditaruh lemari es? karena ini tidak lepas dari kebiasaan keluarga kami meminum tolak angin dengan sensasi dingin. Rasa sejuk Tolak Angin dingin, akan lebih terasa nikmat di tenggorokan saat diminum. Bahkan, saya punya cara sendiri dalam meminum Tolak Angin.
Jika dilanda demam, biasanya ibu selalu membuatkan teh tawar hangat yang telah dicampur geprekan jahe. Namun, minuman itu tak langsung saya teguk. Melainkan, saya campurkan dengan satu sachet Tolak Angin. Tau tidak! Wangi herbal daun mint, jahe, daun cengkeh, adas, kayu ules dan madu langsung mencuat ke permukaan saat semuanya tercampur. Aromanya saja bisa melegakan hidung tersumbat, apalagi kalau diminum. Hangatnya langsung ke dada. Nyess deh!!
Bagi saya, minuman ini tidak hanya setia diminum saat demam. Melainkan, juga mujarab ketika dinikmati di alam bebas. Ya, karena saya sendiri merupakan pegiat alam yang sudah keluar masuk hutan sejak masih duduk di bangku kuliah. Naik turun gunung, keluar masuk gua, hingga berjemur cantik di pantai, semua terlakoni dengan mbois. Tentunya, semua aktifitas tersebut bisa terlaksana dengan baik, tidak lain karena kekasih kecil yang berdampak besar, Tolak Angin!!
Kenapa saya jatuhkan hati ini kepada Tolak Angin? karena, obat herbal ini memiliki standar yang telah diakui dari BPOM RI. Bahkan produk yang dicetuskan oleh Rachmat Sulistyo pada 1930 lalu, telah lulus uji toksisitas dan uji khasiat. Ini bukti, bahwa resep turun-temurun keluarga yang telah diproses secara modern berstandar Good Manufacturing Practices ini, mampu membawa khasiat bagi tubuh.
Teh tawar hangat dengan campuran jahe dan akar naga yang saya temukan di perjalanan, ditambah dengan satu sachet Tolak Angin, siap menghangatkan tubuh yang mulai ditusuk dinginnya angin. Dan benar saja, keesokan harinya saat fajar telah menyingsingkan sinarnya tanpa sadar ku bombardirkan kentut ini secara membabi buta di dalam tenda. Bahkan, seorang kawan sampai terbangun karena bunyi kentutku yang merdu. Sebenarnya malu, tapi mau bagaimana lagi. Hehehe..
Kejadian ini tidak lepas dari, khasiat Tolak Angin yang selalu bisa menghangatkan tubuh saya di saat hiking, rafting, caving maupun snorkling. Bagi saya, Tolak Angin adalah formula khusus penambah semangat disaat badan mulai digrogoti oleh penyakit. Karena orang pintar minum tolak angin. Orang pintar saja minum tolak angin, kenapa kamu enggak!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H