Lebih jauh lagi, jika terjadi penghentian total dalam jangka lama, maka tentunya inflasi gila-gilaan, harga bahan pokok melambung, tidak terkendali. Perut menguasai otak, menguasai perasaan.
Di titik ini, munculah para oportunis yang mulai menjual kalimat provokatif “Revolusi! Pemerintah tak bisa menjamin rakyatnya!!”. Bisa ditebak selanjutnya. Chaos.
Ini fakta, toh saat ini mulai terlihat akun-akun palsu yang berteriak seperti itu, akun-akun ini mulai sering bersliweran di instagram resmi pemerintah atau di media kredibel seperti Detik atau Kumparan.
Siapa yang tertawa? Anda bisa menebak sendiri. Lalu jika revolusi terjadi, apakah lantas ekonomi membaik? Pret! Revolusi di tengah wabah sama saja bunuh diri massal. Kita sedang menuju titik kehancuran total.
Kita? Saya sih ogah.
Untungnya jelek-jelek gini saya pernah ikutin kelas mentor leadership di level pengambil keputusan. Dan memang mengambil keputusan strategis itu sulitnya luar biasa, ada banyak variabel dan data yang memang tidak bisa dilihat oleh level di bawah.
Gini bro..
Itulah mengapa semua pengambil keputusan wajib memakai “bird view”, istilah melihat sesuatu dari atas agar semua jelas terlihat. Anda akan merinding melihat apa yang anda lihat ketika anda ada di “atas”. Begitu jelas, sampai asap rokok supir angkot pun anda bisa lihat.
Dan karena itu, keputusan selalu berlaku dua hal: Keputusan terbaik atau keputusan terbaik dari yang terburuk.
Salah satu ujian pertanyaannya seperti ini: Jika ada kebakaran, di situ ada seorang anak dan seorang ibu, dan kondisi harus menyelamatkan salah satunya, siapa yang Anda selamatkan?
Lalu, mana jawaban yang benar? Jika Anda berpikir besok, maka selamatkan ibunya, jika Anda berpikir 5-50 tahun ke depan, selamatkan anaknya.