Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Politik Menyebar Ketakutan, Politik ala Tiran

7 Desember 2018   21:30 Diperbarui: 9 Desember 2018   02:15 2430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jadi saya tidak heran ketika Capres anu marah sama media karena acara reuninya tidak menjadi Headline"

"Itu adalah gaya Tiran tahap pertama" Ujarnya serius. "Media harus tunduk, klaim massa jutaan ya harus ditulis jutaan, meskipun aslinya ratusan ribu" Sambungnya. 

"Lalu apa tahap berikutnya?" Tanya saya.

"Tahap berikutnya adalah penggalangan massa". Jawab sang Kakek.

Hitler, Mussolini, Stalin maupun Alexander Agung adalah Tiran yang membanggakan jumlah. Hitler sangat bangga akan mobilisasi massa yang seperti lautan atau genosida Yahudi yang di klaim jutaan dan hal lain yang jumlahnya masif.

"Jadi jangan heran ketika massa yang hanya ratusan ribu di klaim jutaan, jumlah adalah penting dalam setiap politik ketakutan"

"Pas jaman saya SMA dulu, sering ikut tawuran, yang pertama kita intai adalah berapa jumlah lawan. Nah disitulah pointnya". Dengan jumlah mereka menebar ketakutan tentang masif-nya jumlah pendukung. Dan ketika media meng-counter dengan jumlah yang rasional, mereka akan marah.

Juga seperti era '65. Dengan pembantaian massal, maka rakyat yang tidak tahu apa-apa akan takut, dan pasrah pada penguasa. Saat ini, ketakutan itu coba dibangkitkan lagi, ketakutan akan komunis, ketakutan akan matinya Islam, kemiskinan dan lain-lain yang tidak masuk akal.

Sayang, Kereta berhenti di stasiun Bekasi, sang kakek hendak bersiap turun ketika beliau kembali menengok ke arah saya. "Mas, jangan lupa, kalo ke Jogja harus mampir, saya punya lukisan bagus tentang obrolan kita tadi.."

Kakek pun turun, kereta kembali berjalan dan saya kembali menatap gelas kopi yang terasa semakin pahit saja.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun