"Indomie pun begitu, mulai menangkap era rendang, era soto mie, era cakalang malah mungkin era soto babat, kalau tidak begitu, takutnya Indomie tidak bisa bersaing" Sambung pak Yai.
"Hmm..nganu pak Yai, jadi orang mesti bisa menangkap era-era itu pak Yai?" Tanya Gudel.
"Ya ndak mesti, itu pilihan, asal jangan ujug-ujug terus menganggap diri bagian dari santri hanya karena dirimu pakai sarung"
"Hehe iya pak Yai, saya Insyallah paham, lha terus pak Yai, kalo seperti cak Qadri itu lalu disebutnya apa?" Tanya Gudel.
"He he..itu disebut P O S T S E K U L E R I S M E..he he hee..HHEEEHH..MAU KEMANA KAMU DELL..?!"
"Aduhh ampun amppuunn pak Yai...ada Ningsih lewaat" Jawab Gudel sambil bangkit tergesa-gesa, sandal jepitnya nyaris putus.
"Ningsiiihhhhh...tungggguuu.."
Ningsih yang bersiap ke pasar, kaget bukan kepalang melihat Gudel mengejarnya dari pintu gerbang pesantren.
Ningsih pun lantas lari.
"Waaa...adaa Gudeeelll...tooolongg mas Kloboottt"
***