"Bahkan sekedar produk pertanian pun langka, warga kenyang disubsidi, sehingga malas kerja keras. Barang black market sangat laris, orang lebih suka hisap ganja ketimbang bertanam. Ini masuk yang ketiga," ujarnya sambil mulai membuka bungkus rokok menthol.
"Yang ketiga buat apa menanam padi, lahan milik pemerintah, kita menggarap lalu dijual dengan harga dari pemerintah, lah kita dapat apa? Hanya kurang dari 5% saja lahan kita yang ditanami, lebih enak beli jadi. Import" Ujarnya ringan.
Artinya, di sisi lain, UU reformasi agraria Chaves berbalik bagai bumerang, oke di awal, tidak oce di akhir.
Venezuela menghadapi titik riskan menjelang krisis, selain pondasi ekonomi yang rapuh, ditambah lagi utang membelit yang hanya bisa di bayar dengan minyak. Begitu harga minyak drop, bayar utang ya pakai cadangan devisa, terus-terusan, ya kolaps.
Dihantam perang dagang China-Amerika, ya mewek, mewek darah. Belum lagi tekanan oposisi yang berisik ditunggangi Amerika, percobaan kudeta terhadap Maduro berkali-kali. Capek, kapan kerjanya.
Dan isu ketahanan pangan baru digemborkan akhir-akhir ini, ketika warga harus mengantri berjam-jam. Terlambat. Trumph keburu pasang perangkap ini itu, sosialis harus enyah dari dunia, ladang minyak dikuasai US, itu petuah Trumph.
Lawan Amerika cuma satu, dan satu-satunya saat ini, China. Russia? Beresin dulu internal deh, gitu mungkin kata Trumph.
Indonesia?
"Negaramu itu surga sob, di Jakarta, semua orang sibuk, jalan macet, tidak ada yang nongkrong. disini (Bandung) pun begitu, Mahasiswa lalu lalang, proyek banyak, data ekonomi dan yang kulihat realitasnya sama. Dari kereta ku lihat padi menguning, lahan sangat luas" Ujar Elimar.
"Disana, menghisap tembakau ini seperti mimpi..apalagi ngopi," Sambungnya, wangi menthol pun berkelebat di udara.
"Tapi..semangat Chaves yang tetap kami pegang, semangat revolusi, entah sampai kapan.."