Pembangunan bandara, jelas untuk meningkatkan efisiensi penumpang, agar bisnis menggeliat ya infrasturktur perlu digenjot. China, Jepang dan Korea Selatan adalah contoh yang berhasil dalam mengelola utang infrastrukturnya.
Jangan samakan dengan Zimbabwe wahai gaes-gaes yang kurang kopi. Zimbabwe gagal mengelola utang karena utangnya digunakan untuk berperang, selundupkan senjata dan korupsi, tidak ada infrastruktur yang di bangun disana.
Lalu apa risikonya? Semua hal pasti ada risikonya, risiko terbesar BUMN Konstruksi apabila Pemerintah sebagai pemilik proyek mengalami gagal bayar. Pemerintah tidak punya uang, hanya bikin proyek sana-sini.
Bersyukur, sampai saat ini kita tidak melihat Pemerintah berjalan ke arah situ. Seret iya, tapi tetap ada usaha dari Pemerintah, seperti menerbitkan Reksadana Penyertaan Terbatas (RDPT) dan dua Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragunan Aset (KIK EBA), detail bisa dibaca disini.
Saya pun tidak bilang proyek-proyek ini mulus-mulus saja, kalau mulus-mulus saja artinya loe orang gak kerja gaes. Loe cuma cari aman. Kita buka toko aja masalahnya bejibun, apalagi ini.
Apakah langkah Pemerintah di atas cukup membantu? Sepertinya belum. Tetapi usaha mengurangi risiko telah dijalankan. Ingat, risiko sifatnya dikurangi, bukan dihilangkan.
Tugas Pemerintah untuk terus memantau perkembangan proyek-proyek BUMN tersebut, jangan hanya jadi bancakan, di korup dan terus mangkrak, seperti proyek-proyek yang lalu.
Tapi untuk berkata bangkrut? Hey...ngopi dulu bung!
*Ditulis juga di blog pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H