Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Salam Pak Silay, Selamat Hari Guru!

28 November 2016   07:19 Diperbarui: 28 November 2016   10:47 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan tak ada satupun juga dari kami yang bisa memecahkan soal-soalnya, bahkan Tommy, kawan terpandai kami pun takluk dengan soal setan itu.

Hukumannya ada dua, di coret pulpen di pipi, atau berbaris diluar kelas lalu push-up atau lari. Dan saya, adalah salah satu yang selalu mendapat dua hukuman itu, bersamaan.

Begitupula dengan ulangan, soal-soalnya selalu essay sehingga kami harus menulis cara menghitungnya, sependek apapun, tidak bisa dengan kode isyarat jari khas pilkada. Bagi kami, mendapat nilai empat (ya, empat!) adalah suatu anugerah melebihi mendapat senyum manis kakak kelas favorit.

Tak jarang angka telur mengisi kertas ulangan kami, dan penyemangat kami adalah kata-kata mutiara kaum proletar: "dunia tidak berakhir hanya dengan nilai nol"

Apa yang bisa diharapkan dari guru macam begitu, pikirku. Tapi, pertanyaan itu sontak berubah ketika menghadapi ulangan sesungguhnya, test kenaikan caturwulan. Soal-soal matematika tadi menjadi begitu mudah, hanya seujung jari dibanding soal yang diberikan Pak Silay sehari-hari.

Dan bisa ditebak, kelas-kelas yang di ajar oleh pak Silay menjadi kelas dengan nilai matematika tertinggi. Ini rupanya strategi kelas wahid dari guru nyentrik nan menyebalkan tersebut.

Kami terbiasa mengerjakan soal yang rumit, soal yang membutuhkan ketelitian dan kemahiran berbagai macam rumus plus tekanan kerja yang tinggi (deg-degan!). Tentu saja, terbiasa melawan Singa, menjadi mudah untuk melawan anak macan.

So, tidak ada nilai merah dalam satu kelas, sebuah keajaiban dunia, layak masuk Guiness Book of Record kategori hal absurd dan layak mengundang Jaya Suprana untuk sekedar kongkow makan mie instant. Luar biasa.

Kami berprasangka, jangan-jangan nilai-nilai buruk kami hanya sepersekian persen bobotnya untuk masuk kedalam nilai raport. Nilai tertinggi kami itulah jangan-jangan yang menjadi bobot tertinggi untuk perhitungan. Entahlah.

Dan kemudian kami tahu, bahwa beliau menyimpan "nilai sesungguhnya", yaitu nilai proses kita mengerjakan soal, sependek apapun yang kita tulis itu ada nilainya.

It's not about number, it's all about value..it's all about how you appreciate the process..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun