Program Kerja Agus - Sylviana sudah beredar, baik di detik.com maupun di situs resmi pendukung mereka. Bahkan Agus Yudhoyono sendiri sudah diundang ke Mata Najwa, program TV yang banyak menguras air mata bagi narasumber yang gagap atau tidak menguasai ilmu yang di bicarakan.
Di sini, saya lagi-lagi tidak mau terseret iklim diskusi soal mata melototnya Nusron Wahid atau video viral ustad yang menangis lalu dibuat meme. Itu sama saja dengan membodohi nurani.
Ada enam rencana kerja Agus - Sylviana yang di paparkan, utamanya fokus pada mengatasi kemacetan. Berikut yang bisa saya kutip dari situs resmi relawan Agus - Sylviana.
- Penataan manajemen lalu lintas untuk mencegah kemacetan,
- Tersedianya fasilitas publik terutama di lembaga-lembaga pemerintahan yang ramah terhadap penyandang disabilitas,
- Meningkatkan akses dan fasilitas untuk kesejahteraan lansia,
- Meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur jalan, baik untuk kendaraan bermotor, sepeda, dan pejalan kaki,
- Menambah feeder untuk Transjakarta dan mendorong berdirinya sarana parkir vertikal di lokasi-lokasi tertentu,
- Mendirikan social centre yang mewadahi kebutuhan masyarakat khususnya kaum muda akan olah raga, budaya dan kreativitas yang terintegrasi dengan konseling untuk kaum muda.
Enam rencana kerja diatas adalah rencana kerja yang sungguh baik, sungguh sangat mengesankan, memang itulah yang dibutuhkan Jakarta.
Tetapi, Agus atau para relawan, mungkin lupa bahwa DKI Jakarta merupakan sebuah mega proyek, sebuah mega proyek prestisius di mana rencana kerja tidak bisa bergantung hanya pada tampilan.
Maksudnya? Maksudnya adalah, rencana kerja harus bisa meyakinkan jutaan masyarakat Jakarta sebagai pemilih. Meyakinkan bagaimana keenam rencana kerja tersebut bisa berjalan. Kebetulan saya bekerja pada industri konstruksi, di mana saya analogikan memilih gubernur sama dengan memilih seorang project manager.
Misalnya, ketika ada proyek pembuatan panci. Ada dua calon project manager akan presentasi di depan seorang direktur, sesuai pengalaman saya, sang direktur (yang berhak memilih) akan bertanya tentang program dan rencana kerja. Rencana kerja si A, dia akan membuat panci dengan kualitas yang baik, bahan yang awet, efisien dan tepat waktu.Â
Sedangkan si B langsung menjelaskan, akan membuat panci dengan kualitas baik dari bahan stainless steel impor dari Jerman, rencananya sebanyak 100 ton akan dikirim dahulu, lalu menggunakan mesin produksi yang ada dengan kapasitas 100 m/jam, dan untuk memenuhi jadwal pengiriman selama 3 bulan maka membutuhkan tambahan tenaga kerja sebanyak 200 orang.
Kira-kira, Sang Direktur akan memilih yang mana? Langsung saja saya jawab, zaman sudah berganti, sudah tidak laku presentasi hal general atau umum.
Dan saat ini, saya belum pernah menemukan ada presentasi senormatif si A, datar dan tanpa ambisi. itulah yang terjadi pada rencana kerja Agus-Sylviana.
Pada point 1, bagaimana kongkritnya penataan manajemen lalu lintas? Semua calon, bahkan yang dari luar Jakarta pun akan berkata demikian. Apakah rencana akan diberlakukan kembali sistem 3 in 1? Apakah dengan sistem ERP? LRT yang sedang dibangun itu bagaimana? Atau ada ide lain?
Point 2 dan 3 dan 6, fasilitas publik bagi disabilitas dan lansia di lembaga pemerintahan tidak berimbas langsung pada pengurangan kemacetan, ini kan jauh panggang dari api. Fasilitas untuk penyandang disabilitas dan lansia memang sudah perlu ada. Ini perlu dimasukkan kedalam program kepedulian pemerintah Jakarta, bukan sebagai pengurang kemacetan. Juga program olahraga dan budaya yang sudah jalan dengan sendirinya, karena tuntutan kekinian.
Point 4, meningkatkan kuantitas dan kualitas jalan. Apa kongkritnya? Berapa kilometer jalan yang harus di bangun untuk membandingkan dengan pertumbuhan kendaraan di Jakarta, apakah mayoritas underpass atau flyover? Bagaimana dengan integrasi jalan raya menuju kota satelit Bekasi dan Depok? Apakah ingin meneruskan yang sekarang atau ada ide lain yang seperti apa?
Point 5, berapa rencana feeder yang harus ditambah? Kawasan mana saja yang akan menjadi prioritas? Lalu bagaimana dengan angkot dan bus kota yang ada sekarang? Apakah ada ide untuk memanfaatkannya sebagai feeder busway? Para supir bagaimana? Manfaatkan, dengan cara mengangkat para supir menjadi PNS misalnya?
Jadikan semua itu kedalam one page spreadsheet. Mudahkan rakyat Jakarta untuk membaca program kerja. Belum punya data detail? Wah, tim sukses ngapain aja? Jakarta seperti ini terbukanya kok belum punya data detail. Atau hanya sibuk mengurusi meme dan isu-isu yang jauh dari profesional?
Saya jadi ingat novel Digital Fortress karya Dan Brown, di situ tertulis tentang 'percobaan' Brainstorm, percobaan kecerdasan buatan sebagai simulator sebab-akibat. Awalnya Brainstorm digunakan dalam kampanye politik untuk menciptakan 'situasi politik' tiruan, ada hipotesis dari interaksi semua tokoh-tokoh berpengaruh, politikus, ilmuwan, isu-isu panas, dan peta politik dilihat dari gender dan usia,
Saya hanya membayangkan jika program ini diaplikasikan di Indonesia, artinya semua calon gubernur sudah punya 'peta politik' yang nyaris sempurna. Tidak akan ada lagi perang yang tidak penting. Semua sudah memiliki detail program apa saja yang akan dilempar, berkaitan program kerja dan situasi politik. Tidak ada lagi calon 'kecambah', politikus yang baru muncul pun akan punya kapasitas yang setara dengan incumbent.
Ini Segalanya Soal, Bagaimana Anda Meyakinkan Kami. Ini Semua Soal Kemampuan
Ketika kita bicara sebuah proyek yang bernama Jakarta, kita tidak lagi bicara soal simbol, soal visi dan misi di atas kertas. Jakarta tidak butuh orang yang masih meraba, Jakarta sudah terlalu sesak, terlalu rumit, Jakarta butuh seorang jenderal yang langsung berlari, bukan berjalan meraba-raba.
Jenderal yang sudah tahu berapa amunisi yang diperlukan untuk bertempur, bertempur melawan banjir, bertempur melawan kemacetan dan juga melawan para warga urbanisasi yang sedari dulu mengganggu akses ketertiban dan kebersihan hingga menjadi penyebab banjir. Juga tentunya bertempur melawan mafia dan preman yang selama puluhan tahun tidak pernah tersentuh.
Saya tidak mau meng-underestimate seorang Agus Yudhoyono. Tetapi ternyata penampilannya di Mata Najwa pun tidak mengesankan, mungkin para pendukungnya akan berkata, "Lho kan belum masa kampanye, jangan seenaknya suruh Agus ngomong."
Loh, iya betul. Kampanye belum dimulai, tapi apa namanya kalau sudah mulai blusukan? Apa tidak sama dengan kampanye? Lalu kenapa di Mata Najwa beliau justru banyak bertanya balik? Apa akibat kurang menguasai materi?
Kita tahu bahwa acara Mata Najwa dan juga ILC adalah dua acara di mana para persertanya diuji kepandaiannya. Di Mata Najwa adalah bukti shahih kepiawaian Jokowi memanfaatkan kampanyenya dulu, dan ILC adalah saksi bagaimana MUI berkata tegas soal Ahok baru-baru ini.
Dua acara tersebut bisa dibilang momentum bagi siapapun untuk 'tampil' ke publik. Dikenal publik dan beken. Tidak perlu menunggu gong start kampanye.
Seorang Agus, seharusnya tahu posisinya adalah underdog dibanding dua rivalnya, sehingga meskipun tidak di jadikan kandidat juara Pilkada, setidaknya bisa menyelamatkan wajah Demokrat, atapun wajahnya sendiri dulu.
Agus harus bisa lepas dari bayang-bayang SBY dan istrinya yang artis, Agus harus presentasi sendiri, berlari dan show sendiri.Â
Dari sini, yang ada di posisi kuda hitam masih jelas Anies Baswedan. Lho, bagaimana dengan rencana kerjanya yang hanya satu baris? Ketahuilah kawan, Anies tentu bukan orang bodoh yang gampang ditebak.
Kapasitas Anies ketika menjadi menteri pendidikan, menjadi pencetus Indonesia mengajar dan lainnya, cukup meyakinkan saya bahwa Anies menyimpan sesuatu.Â
Kalau soal petahana, jangan ditanya, rencana kerja yang sudah dibuat mendetail cukup sebagai referensi, tapi tentu tidak bisa di apple to apple kan jika Anies belum mengeluarkan 'pelurunya'.
Agus-Sylviana masih punya waktu lagi untuk 'panas' dan presentasi ke masyarakat, tidak perlu agenda blusukan mengetara, hanya akan membuat lucu. Sisa waktu inilah yang juga secara cerdas dimanfaatkan Anies sebelum launching rencana kerja.Â
Kita tunggu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H