Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kembalinya Arcandra dan Integritas Energi

9 September 2016   09:51 Diperbarui: 10 September 2016   00:21 2979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.sindosatu.com

Beberapa waktu lalu saya sempat mengikuti sharing session pada Sharing on Research and Invention Experience in Oil and Gas Sector di Universitas Indonesia dengan pembicara Arcandra Tahar, M.Sc. Phd. Siapa yang tak kenal sosok ini? Bahkan sampai saat ini timeline sosial media kita masih ramai bersliweran namanya.

Arcandra dalam sharing session. Sumber: Dok Pribadi (Foto oleh Winda)
Arcandra dalam sharing session. Sumber: Dok Pribadi (Foto oleh Winda)
Tentu saja saya tidak akan membahas detail sharing session itu karena tidak ingin dahi kita semua berkerut, tetapi ingin beropini tentang sosok Arcandra Tahar yang lagi-lagi membuat timeline fesbuk saya kembali ramai akibat rumor kembalinya beliau menjadi Menteri ESDM .

Ada beberapa poin yang asyik untuk dicermati, di antaranya;

Pertama, soal administrasi negara. Arcandra tentu bukan sosok sembarang, selain dari cara penyampian pada sharing session soal Migas yang lugas, beliau juga punya beberapa hak paten yang di akui di dunia hingga memiliki passport Amerika. Untuk itu sosok Archadra tentulah istimewa. Jadi kalau untuk seorang Arcandra, administrasi negara dibilang terlewat soal dwi kewarganegaraan, saya kok masih rancu.

Kenapa? Karena untuk posisi menteri ESDM yang kita tahu, sangat krusialnya hingga Presiden terus memundurkan jadwal reshuffle, tentu adalah posisi yang sangat rawan. Ada dua concern mengapa reshuffle di undur: Membawa pulang Sri Mulyani dan meminta seorang Arcandra untuk kembali ke Indonesia.

Meminta Arcandra, untuk menjabat menteri, apalagi itu sektor ESDM, tidaklah sama ketika ibu saya meminta saya pulang karena terlalu lama main kelereng. Beda, ini bukan hal sederhana, ini krusial. Untuk itu yang pertama bergerak adalah Intelijen, sebagai mata dan telinga Presiden, BIN pasti sudah bergerak kesana.

Jadi jika di katakan BIN tidak tahu soal dwi kewarganegaraan adalah sangat aneh. Sebab banyak pemilik hak paten di negara lain yang  memiliki dwi kewarganegaraan karena kapabilitas yang di akui di Negara lain tersebut. Jadi ini tidak aneh lagi dan bukan hal istimewa. 

Jadi point pertama, intelijen, dalam hal ini BIN “kemungkinan” (mungkin bisa “dipastikan”) sudah tahu bahwa Arcandra punya dwi kewarganegaraan, tetapi di by pass dengan asumsi akan di bereskan secepatnya sebelum atau setelah pelantikan.

Mungkin dialognya begini;

Presiden: “Bagaimana soal Arcandra yang punya passport Amerika? Bermasalah nggak?”

BIN: “Tenang saja pak. Bisa dibereskan”

Presiden: “Yakin kamu? Secepatnya ya”

BIN: “Siap pak”

Tapi yang terjadi kemudian, data Arcandra (yang seharusnya di jaga amat rahasia oleh BIN) malah bocor ke sosial media. Janggal? Tentu saja, kenapa data top secret itu bisa bocor?

Seyogyanya cuma intelijen di atas BIN yang mampu membocorkan data ini, dan yang pasti badan intelijen juga. Intel vs Intel terjadi ala di film-film Hollywood. Siapa itu? Ada yang bilang Amerika sendiri atau Inggris (yang mana British Gas sahamnya baru di akuisisi oleh Royal Dutch Shell). Ya bisa saja, karena operasi seperti ini tentu bukan operasi sembarangan. Tetapi saya tidak peduli, yang pasti BIN kebobolan.

Menyadari hal itu AM Hendropriono sebagai dedengkot BIN tiba-tiba langsung meluncurkan twitter yang membela Arcandra secara progresif, padahal saat itu Presiden belum mengindikasi akan mencopot Arcandra. Toh jika pada akhirnya Arcandra mengakui sudah menyerahkan passport Amerikanya sebelum pulang ke Indonesia, hal itu sudah terlambat.

Jadi, cocok sudah dengan skenario Presiden mencopot Kepala BIN Sutiyoso. Alangkah naif jika pencopotan hanya beralasan regenerasi ataupun balas budi. Presiden sudah terlanjur tersandung dengan ketidaksigapan intelijen soal Arcandra. Ini sama saja membiarkan Presiden tertembak di tempat umum.

Lalu bagaimana mengatasinya?

Seharusnya ini bukan hal rumit bagi Presiden. Secara UU, kasus ini memang terdapat kesalahan, karena seseorang yang melepas kewarganegaraan asing harus sedikitnya 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut untuk tinggal di Indonesia. Tapi, Presiden bisa memerintahkan secara khusus Menkumham untuk memberesi masalah ini.

Jika perlu Pemerintah bisa mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dengan alasan kondisi yang memaksa untuk bisa segera menyelesaiakan urusan administrasi. Sayangnya, informasi ini ter-blow up lebih dulu, netizen bergerak bagai kilat.

Mengapa berita ini sangat cepat seperti sudah di atur? Nah ini masuk ke point kedua.

Kedua, siapa yang mem-blow up berita ini? hanya dari media viral (fesbuk, wa dan line) kasus ini ter-blow-up bagai kilat. Seperti yang sudah beredar, bahwa Arcandra terkait dengan bisnis skema pengembangan Blok Masela, karena Arcandra ditengarai merupakan konsultan yang menghitung ulang skema Blok Masela setelah interupsi dari Ex-Menko Maritim Rizal Ramli. Masuk akal jika melihat core business dari Petroengineering, perusahaannya di Amerika yang memang bergerak di bidang konsultasi Migas.

Ingatkan bahwa ketika itu Presiden meminta agar Blok Masela dihitung ulang? Nah, sebagai konsultan menghitung ulang inilah tempat dimana Arcandra mulai masuk ke ring 1 istana.  Arcandra bekerja, yang ternyata dimenangkan oleh tim onshore. Banyak rumor bahwa yang membawa Arcandra adalah Darmawan Prasodjo, sesama kawan di Texas A&M University, tapi tidak  ada yang bisa memastikan.

Keputusan onshore jelas mengagetkan Shell dan Inpex, yang satu operator offshore Blok masela dan yang satu lagi adalah broker. Shell dan Inpex yang sedari awal sudah percaya diri dengan skema offshore harus menghitung ulang dari awal.

Resikonya bagi mereka banyak, biaya development yang mengembang, waktu yang molor dan resiko perhitungan yang bisa saja meleset. Satu lagi yang utama: kepentingan, baik politik ataupun finansial.

Jadi yang kedua, bisa ditarik benang merah; blow up berita Arcandra dihembusan oleh pihak yang berlawanan dengan skema onshore. Caranya? Ada adagium lama yang berkata perbesar api dan buatlah angin, maka asap akan semakin membumbung.

Yup, dengan memanfaatkan para haters Presiden Jokowi yang masih belum move on juga, hal ini menjadi sangat mudah. Tidak tanggung-tanggung, Presiden dianggap melanggar undang-undang, dan buntutnya adalah tuntutan pemakzulan/impeachement. Jika melihat alurnya, ini sebenarnya sudah basi, cara lama.      

Ketiga, soal keputusan cepat Presiden. Disini terlihat Presiden merasa galau. Di satu sisi, seperti point pertama, bahwa sangat mungkin BIN yang membisikkan data Arcandra meminta Presiden tidak perlu khawatir, karena ini bisa mereka selesaikan. Dari sini, Presiden Jokowi yang memang sudah ngebet untuk segera reshuffle tidak ambil pusing lagi, Arcandra pun di lantik.

Tetapi langkah cepat di ambil Presiden setelah bocornya informasi level intelijen, Arcandra lantas di berhentikan. Jika di permainan catur, lebih baik mengorbankan satu benteng daripada perdana menteri atau raja yang akan mati.

Arcandra memang benteng, benteng penjaga skema onshore agar tetap berjalan dengan tujuan memenuhi kebutuhan gas kita yang semakin hari semakin defisit dan tidak di ganggu oleh tikus –tikus bangsa ini, termasuk asing. Disamping menghidupkan multiplier effect bagi Maluku.

Para haters masih berteriak, katanya diberhentikan Arcandra hanya semakin menyempurnakan kesalahan administrasi Presiden. Toh, apapun yang dilakukan Presiden, haters tetap pada cita-citanya. Jika Arcandra tidak diberhentikan, mereka pun toh tetap menyudutkan bahwa Presiden melanggar UU.

Mereka tidak bisa berpikir bahwa pemakzulan bukanlah seperti mencopot pak RT lalu ganti baru. Anda harus menghadapi konstitusi dan juga rakyat yang mendukung pemerintahan, dan ini banyak! Karena pemakzulan terjadi dengan latar belakang kesalahan maha berat: Penghianatan Negara, pembunuhan rakyat (genosida), kediktatoran atau korupsi berat seperti pada 1998.

Nah di point 4, adalah Arcandra kembali menjadi Menteri. Apakah peluang ini terbuka? Ya, tentu saja. Ini sangat terbuka karena sejatinya menyelesaikan masalah administrasi kewarganegaraan bukan hal yang sulit, apalagi ada rekomendasi Negara, sekali lagi, rekomendasi Negara! Toh Arcandra lahir dari rahim orang Indonesia, beristri orang Indonesia dan besar pula di Indonesia.

Mengamankan kondisi ESDM setelah kisruh pada masa Sudirman Said adalah yang terpenting, dan tokoh non parpol seperti Arcandra patut ditunggu kontribusinya. Jika concern presiden adalah mengamankan Blok Masela pun masuk akal.

Secara umum, Blok Masela ada blok gas abadi, abadi dalam pengertian sebenarnya, yang berarti selamanya. Nah, siapa yang tidak ingin berebut? Dan Presiden yang sudah memutuskan Blok Masela dilakukan di darat (onshore) tentu butuh seseorang yang paham betul dari hulu hingga hilir skema onshore Blok Masela dari sisi teknis dan biaya, tidak boleh ada meleset sedikitpun karena ini untuk “selamanya”, forever, everlasting. Wajar saja.

Jadi, Presiden tidak perlu malu atau merasa galau lagi, toh tidak ada keputusan yang bisa menyenangkan semua pihak.

Oya, lalu soal izin Freeport bagaimana? Sudah dijelaskan oleh banyak pihak bahwa izin Freeport sudah diatur dalam nota kesepahaman di tahun 2014 yang di tandatangani oleh SBY. Dan selama Freeport memenuhi syarat-syarat dari pemerintah Indonesia, diantaranya pembangunan smelter, divestasi saham 30% hingga 2019 dan tentunya selama belum tercapainya re-negosiasi, maka izin Freeport tetap akan diperpanjang selama 6 bulan berkelanjutan hingga tercapai kesepakatan.

Jadi, jangan galau soal Freeport, siapapun Presiden dan menteri ESDM nya, izinnya tetap bakal di perpanjang karena Freeport toh terus memenuhi kewajibannya, contohnya smelter yang masih dalam pembangunan di Gresik dan yang sudah soft opening di Ketapang.

So, Arcandra bukan cuma soal Masela, atau soal Freeport, Arcandra adalah soal integritas energi dan sumber daya Indonesia yang harus di kelola professional untuk selamanya, dan Arcandra patut ditunggu gebrakannya. Gebrakan salah satu putra terbaik bangsa yang bernafas di luar negeri, harus kita bawa kembali ke bumi pertiwi.

Salam merdeka!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun