Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Antara Surat, Aurat dan Noraknya Etika Pejabat

4 Juli 2016   10:07 Diperbarui: 4 Juli 2016   10:18 1508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.tribunnews.com

Itulah etika, maka dari itu, ada kode etik DPR RI pasal 6 ayat 4 yang menyebut soal larangan bagi anggota DPR menyalahgunakan jabatan untuk keuntungan pribadi dan keluarganya.Sekali lagi, tentunya diluar pekerjaan sebagai anggota dewan.

Nah, mungkin bapak ibu diplomat lupa pasal ini, ini penulis coba ingatkan.

Jadi, jika tugas KBRI/KJRI dalam memberikan pelayanan terhadap pejabat negara, pejabat tinggi beserta keluarganya adalah bentuk penghormatan dan penghargaan kepada atribut negara. Penulis mau tanya, apakah memberikan keistimewaan kepada anak pejabat yang mau suka-suka di Amerika juga sebuah penghargaan kepada atribut negara?

Jika anda jawab iya, anda WOW sekali.

Tidak perlu membombardir soal tugas dan tanggung jawab KBRI/KJRI yang memang sudah tugasnya, yang menjadi pertanyaan adalah, perlukah sebuah faksimile khusus dari negara untuk perlakuan bagi seorang anak pejabat yang notabene-nya bukan sebuah tugas negara?

Jika yang berangkat itu adalah Fadli Zon sendiri mungkin kami maklum, karena beliaulah yang menyandang predikat pejabat negara, tapi ini bukan kan?

Dan ini, sekali lagi bukan masalah remeh temeh, karena ini adalah cerminan bahwa mental pejabat kita masih belum berubah. Pertama adalah Rachel Maryam, dan kali ini adalah Fadli Zon, entah berikutnya siapa lagi.

Dan urusan belakangan bung Fadli Zon yang mengganti uang penjemputan KJRI sebesar 2 juta dengan hitung-hitungan per kilometer sama sekali tidak ada artinya. Justru sikap ini menyiratkan bahwa para pejabat negara kita amat sangat meremehkan hal-hal etika.

Cocok dengan tulisan bung diplomat di atas, ini adalah hal remeh temeh, KBRI/KJRI dianggap tak lebih seperti uber taksi. Toh, kenapa sisanya cuma tips? Kenapa tak sekalian kasih uang rokok dan nasi bungkus?

Jadi sudah jelas, yang perlu disoroti dari kasus ini adalah pendekatan etika pejabat. Masyarakat sedang haus mencari pemimpin dan pejabat yang berbeda. Secara viral, tokoh-tokoh semacam Ahmad Dahlan, Buya Hamka, Bung Hatta, Hoegeng hingga Ali Sadikin mulai dimunculkan, ya memang merekalah sosok yang cocok jadi panutan.

Apalagi muncul kasus tangkap tangan I Putu Sudiartana, anggota DPR dari partai Demokrat oleh KPK. Apalagi yang diharapkan dari mereka para pejabat publik, apalagi pejabat perwakilan rakyat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun