Inggris di ujung dilema, mereka mau tak mau harus berbaur dengan negara Eropa lain, kecuali Eropa Timur karena pada waktu itu pengaruh Komunis masih kuat. Jalan terbaik untuk mengembalikan perekonomian adalah mengalah. Apalagi Inggris juga merasa dirugikan karena mereka tidak bisa berdagang sebebas Jerman, Italia, Spanyol dan Perancis karena ekslusivitas mereka.
Dan didorong alasan ekonomi tadi, Inggris pun berusaha untuk masuk ke Masyarakat Ekonomi Eropa (sekarang UE) pada periode 1960-an. Dan puncaknya adalah pada 21 Desember 1962, Inggris menyerahkan pertahanan nuklirnya ke Amerika, karena jika Inggris masuk kedalam MEE, maka Amerika pun punya pengaruh secara langsung pada MEE, termasuk pertahanan. Saling menguntungkan.
Tapi Inggris, tetaplah Inggris. Sikap konservatif sebagian masyarakatnya tetap menganggap Inggris tidak bisa diatur, mereka merdeka sepenuhnya. UE adalah penghalang mereka dalam berbagai hal, sehingga tak heran keputusan Inggris sering bertolak belakang dengan keputusan UE, terutama ketika Margareth Tatcher berkuasa.
“….we believe in a free Europe, not a standardized Europe," ujarnya. Sudah jelas, Inggris menolak standarisasi UE, termasuk meminta potongan untuk sumbangan MEE. Jadi tak heran, jika mental adigang-adigung Inggris selalu akan tampak.
Lalu apa efeknya pada perekonomian dunia?
Jika keputusan hasilnya Remain, maka kondisi baik-baik saja, namun jika hasilnya Leave, maka akan sangat berbeda. Kehilangan Inggris adalah kehilangan besar bagi Eropa. Leave bagi masyarakat dunia adalah sentimen negatif. Mungkin poundsterling akan jatuh, disusul euro. Jika euro jatuh maka ekonomi Amerika pun akan goyang, terutama ekspor Amerika karena naiknya mata uang dollar. Indonesia? Jelas akan ikut bergoyang.
Eropa yang masih dilanda krisis (tingkat pengangguran rata-rata masih 10%) akan goyang dombret, efeknya tentu akan global. Bahkan ada yang memprediksi seperti krisis 2008. Karena efek jangka panjang yang paling ditakutkan adalah satu per satu negara Eropa akan keluar dari UE mengikuti jejak Inggris akibat ketidakpuasan pada UE.
Jika itu terjadi, ekonomi dunia menjadi sangat tidak pasti. Sehingga opsi yang paling masuk akal diambil pada esok hari adalah Remain. Dan David Cameron, sebagai orang konservatif yang mendukung kubu Remain adalah pihak yang paling dag dig dug menunggu hasil. Yah asal nasibnya tidak seperti Jo Cox saja.
Tapi, tenang saja kawan, Piala Eropa masih bisa disaksikan dengan damai di rumah kok, bersantailah. Karena akhir dunia bukan Inggris yang menentukan.
***
Tulisan dimuat di blog pribadi DI SINI