"Perda Syariah di cabut..Ya Allaaaahh, mau jadi apa negara kita inii?"
"Sikat aja bib, biar antek-antek kafir pada kabur semua!"
"Ini berita benar, sudah seyogyanya kita mengutuk sekutuk-kutunya pemerintah ini"
"Ayoklah, jihad di jalan yang benar, Biar syahid, pertahankan syariah, jangan pernah mau diperbudak pemerintah zhalim.."
Dan seterusnya..
Miris sekali, sekali lagi, miris kawan. Beragam status-status yang kita lihat di media sosial bernada seperti di atas untuk menanggapi pernyataan Presiden soal rencana pencabutan 3143 Perda yang dianggap bermasalah, menghambat investasi, bisnis dan sebagainya. Sekali lagi, dianggap bermasalah.
Oke, sekali lagi di jelaskan, rencana pencabutan Perda bermasalah. Pertama: itu baru rencana, kedua: Perda yang bermasalah, apakah Perda yang dianggap bermasalah itu lantas berkaitan dengan Perda syariah?Â
Terbawa perasaan sekali jika kawan-kawan berpikir seperti itu. Memaksakan suatu pernyataan yang tidak ada dasarnya. Memang harus diakui, ada kesalahan dari Presiden dalam hal timing ketika mengumumkan rencana pencabutan Perda itu, karena persis setelah aksi satpol PP ketika menggeruduk warteg ibu Saeni di Serang.Â
Ya entah kebetulan atau tidak, tapi tindakan satpol PP terhadap warteg ibu Saeni telah mengetuk hati mayoritas masyarakat terhadap nuansa "wong cilik". Tetapi justru terjadi kontra pada masyarakat keagamaan, yang menilai tindakan satpol PP itu benar.Â
Secara jujur harus diakui, tindakan satpol PP itu sudah benar, Perda syariah yang berisi larangan membuka warung makan pada saat jam puasa betul harus di hormati, toh itu keputusan daerah yang melibatkan semua elemen tokoh masyarakat.Â
Yang disayangkan adalah, tindakan satpol PP-nya yang berlebihan, inilah yang mengetuk hati netizen untuk bereaksi kontra terhadap satpol PP. Jika itu merembet kepada sisi keagamaan, plis lah, ini cuma soal ke-baperan kita saja kok, tak lebih.Â