[caption caption="Courtesy: http://health.liputan6.com/"][/caption]Halo kawan buruh Indonesia!
Baru-baru ini didapati postingan di sosial media dari seseorang yang bercerita tentang pemakaian Tenaga Kerja Asing (TKA) sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) di dalam rumah tangganya, berkewarganegaraan Filipina dan bersertifikat layaknya seorang professional.
Dia mengiklankan dirinya dari satu yayasan TKA dengan ciamik. Ciamik dalam arti memiliki keterampilan inti, prestasi, dan sertifikat yang dituliskan dalam sebuah kartu nama dan juga curriculum vitae. Betul-betul professional.
Wanita ini pun tercatat sedang belajar bahasa Indonesia di Negara kita, Indonesia Raya tercinta ini dan juga belajar dari sang majikan sendiri tentunya. Menakjubkan? Jelas.
Pasti kita bertanya-tanya, berapa gajinya? Ternyata tidak terlampau jauh dari tenaga kerja kita, per bulan 1.5 juta rupiah, plus bonus dari majikan karena puas akan kerjanya, dia bisa mendapat dua juta rupiah, ditambah lima ratus ribu untuk membayar agen TKAnya. Sekali lagi soal gaji, tidak jauh berbeda dengan kita.
Yang lebih menarik lagi ialah ketika dilakukan interview via Skype, sang wanita pinoy* tersebut hanya menanyakan soal “apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan ketika bekerja pada ibu”. Bukan menanyakan “malam minggu apa saya boleh pergi, bu?” ataupun “bagaimana kalau tiap enam bulan gaji saya naik, kan inflasi”. Bahkan menurut sosial media tersebut, dia baru belakangan menanyakan soal gaji. Berikut beberapa postingannya.
Mereka tidak berpikir melulu soal gaji, justru ketakutan mereka ialah jika mereka tidak bisa bekerja baik dan mendapat raport merah, dan yang paling ditakutkan lagi adalah buah bibir yang memalukan soal kinerja mereka. Alih-alih mereka bicara soal gaji atau bonus, ataupun penyesuaian akibat inflasi.
Lalu, bagaimana dengan dunia kerja yang ‘lebih professional’ dari status ART diatas?
Tidak berhenti sampai disitu, saat ini beberapa perusahaan di Indonesia mulai mempekerjakan TKA yang berasal dari negeri-negeri tetangga, entah sebagai OB, teknisi bahkan rencananya buruh pabrik. Tiga alasan simple, kinerja lebih bagus, tidak banyak bicara dan tidak menuntut macam-macam.
Hebatnya, kedatangan para TKA ini disambut suka cita oleh bangsa kita dengan makian dan hujatan kepada Pemerintah yang melegalkan banyak TKA dari beragam Negara masuk ke Indonesia, hebat betul kita ya friend.
“Emang dasar pemerintah antek asing!”. Itu yang paling sering terdengar.
Ketahuilah wahai masbro dan mbaksis dimanapun berada, jika kita punya kemampuan, kebiasaan dan kemauan yang besar. Apalah arti negeri Filipina untuk kita jajaki? Apalah besarnya negeri Thailand atau Malaysia? Dan mereka pun membuka kran seluas-luasnya kepada kita, dengan begitu apakah mereka antek asing? Toh kita kan orang asing bagi mereka, misal Thailand di klaim antek Indonesia gitu, ih mereka mana sudi!
Nah, jadi bisakah kita mencuri hati mereka?
Bisa, kita kan punya skill. Bangga dengan skill kita? iya dong. Eh tapi nanti dulu, bukan hanya skill jika kita ingin survive. Menurut entah siapa, 80% perusahaan mencari dan mempertahankan tenaga kerja dengan mental juara.
Kalau dalam pewayangan mengenal pandawa lima, maka di kompasiana ini ada lima mental juara. Kelimanya disingkat menjadi A.W.A.R.D , yang berarti Penghargaan.
A.W.A.R.D dibagi menjadi:
- Attitude, sikap. Dimanapun kita berada, tidak ada perusahaan manapun yang akan melirik kita jika kita lebih banyak “rame”, entah gosip, entah demo, entah mogok, entah makian di sosial media, entah apapun itu yang lebih banyak dari prestasi dan kerja kita.
- Willingness, kemauan. Seperti contoh si ART Filipina, kemauan untuk bekerja menafkahi keluarga mengalahkan egonya untuk sekedar protes atau menuntut. Rezeki akan datang dan akan indah pada waktunya.
- Ability, kemampuan. Ini skill fisik yang mutlak harus dimiliki oleh setiap dari kita. Dan proyeksi kedepan, sertifikasi merupakan jurang pembeda yang nyata.
- Reliability, kehandalan. Sampai sejauh mana kita bisa diandalkan oleh perusahaan. Apakah hanya sebatas job desk? Ataukah kita bisa lebih dari itu?
- Determination, daya juang. Perusahaan secara umum akan melihat mana tenaga kerja yang mampu bekerja di bawah tekanan, alih-alih mengeluh tapi justru tenaga kerja bisa mengeluarkan idenya secara spontan.
Sudahkan kita memiliki A.W.A.R.D sebagai daya saing?
Lalu dimana posisi aspirasi tenaga kerja Indonesia yang sering di demo-kan?
Okelah jika hal-hal diatas dianggap uraian sinisme terhadap masbro dan mbaksis yang menamakan diri kaum buruh, sehingga pada November 2015 terdapat berita di sebuah surat kabar online dengan isi sebagai berikut: “Awak Kabin Lufthansa di Jerman Saja Berani Mogok Kerja, Masak Buruh Indonesia Tidak Berani Melakukannya?”
Ditambah pernyataan sebagai berikut, “Hei. Dengarkan juga aspirasi buruh. Jangan hanya mengejar keuntungan besar, tetapi lupa mensejahterakan orang-orang yang rela meninggalkan keluarga dan bercucuran keringat demi perusahaanmu berproduksi,”
Entahlah mana yang benar, mungkin tidak ada yang salah, karena toh aspirasi adalah Hak. Namun sudah beredar anekdot dikalangan perusahaan Indonesia, daripada merekrut lulusan STM/SMA yang tidak memiliki skill, apalagi yang hobi demo dan mogok, lebih baik rekrut dari diploma, sarjana atau sekalian TKA saja, toh sudah diberlakukan MEA.
Sudah tak perlu berpanjang lebar apa itu MEA, pembaca bisa mencari di google untuk detail definisnya. Pertanyaannya, siapkah kita?
------------------------------------------------
“Hei masbro! Jangan nulis gitu donk, kesannya kita tuh gak ngapa2in gitu lho. Kita kan juga sibuk!” Joni tiba-tiba mengagetkan penulis yang lagi asyik mencari penutup tulisan.
“Emang sibuk ngapaaiin?”
“Sibuk menghujat laaah!” ujarnya sambil berlalu..
------------------------------------------------
Ket. pinoy*: Sebutan untuk orang Filipina
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H