“Emang dasar pemerintah antek asing!”. Itu yang paling sering terdengar.
Ketahuilah wahai masbro dan mbaksis dimanapun berada, jika kita punya kemampuan, kebiasaan dan kemauan yang besar. Apalah arti negeri Filipina untuk kita jajaki? Apalah besarnya negeri Thailand atau Malaysia? Dan mereka pun membuka kran seluas-luasnya kepada kita, dengan begitu apakah mereka antek asing? Toh kita kan orang asing bagi mereka, misal Thailand di klaim antek Indonesia gitu, ih mereka mana sudi!
Nah, jadi bisakah kita mencuri hati mereka?
Bisa, kita kan punya skill. Bangga dengan skill kita? iya dong. Eh tapi nanti dulu, bukan hanya skill jika kita ingin survive. Menurut entah siapa, 80% perusahaan mencari dan mempertahankan tenaga kerja dengan mental juara.
Kalau dalam pewayangan mengenal pandawa lima, maka di kompasiana ini ada lima mental juara. Kelimanya disingkat menjadi A.W.A.R.D , yang berarti Penghargaan.
A.W.A.R.D dibagi menjadi:
- Attitude, sikap. Dimanapun kita berada, tidak ada perusahaan manapun yang akan melirik kita jika kita lebih banyak “rame”, entah gosip, entah demo, entah mogok, entah makian di sosial media, entah apapun itu yang lebih banyak dari prestasi dan kerja kita.
- Willingness, kemauan. Seperti contoh si ART Filipina, kemauan untuk bekerja menafkahi keluarga mengalahkan egonya untuk sekedar protes atau menuntut. Rezeki akan datang dan akan indah pada waktunya.
- Ability, kemampuan. Ini skill fisik yang mutlak harus dimiliki oleh setiap dari kita. Dan proyeksi kedepan, sertifikasi merupakan jurang pembeda yang nyata.
- Reliability, kehandalan. Sampai sejauh mana kita bisa diandalkan oleh perusahaan. Apakah hanya sebatas job desk? Ataukah kita bisa lebih dari itu?
- Determination, daya juang. Perusahaan secara umum akan melihat mana tenaga kerja yang mampu bekerja di bawah tekanan, alih-alih mengeluh tapi justru tenaga kerja bisa mengeluarkan idenya secara spontan.
Sudahkan kita memiliki A.W.A.R.D sebagai daya saing?
Lalu dimana posisi aspirasi tenaga kerja Indonesia yang sering di demo-kan?
Okelah jika hal-hal diatas dianggap uraian sinisme terhadap masbro dan mbaksis yang menamakan diri kaum buruh, sehingga pada November 2015 terdapat berita di sebuah surat kabar online dengan isi sebagai berikut: “Awak Kabin Lufthansa di Jerman Saja Berani Mogok Kerja, Masak Buruh Indonesia Tidak Berani Melakukannya?”
Ditambah pernyataan sebagai berikut, “Hei. Dengarkan juga aspirasi buruh. Jangan hanya mengejar keuntungan besar, tetapi lupa mensejahterakan orang-orang yang rela meninggalkan keluarga dan bercucuran keringat demi perusahaanmu berproduksi,”
Entahlah mana yang benar, mungkin tidak ada yang salah, karena toh aspirasi adalah Hak. Namun sudah beredar anekdot dikalangan perusahaan Indonesia, daripada merekrut lulusan STM/SMA yang tidak memiliki skill, apalagi yang hobi demo dan mogok, lebih baik rekrut dari diploma, sarjana atau sekalian TKA saja, toh sudah diberlakukan MEA.