Kadiman ingat kapan terakhir dia sowan ke Roro Kuning, air terjun yang merupakan gabungan dari tiga air terjun yang bersumber dari Gunung Wilis. Disitu Kadiman setiap sebulan sekali laku tapa demi menjaga desa Bajulan dari hal-hal buruk, namun sudah dua bulan belakangan dia melewatkan laku tapa tersebut karena sakit. Apa jangan-jangan karena itu sehingga roh Dewi Sekartaji marah?
Kadiman pun melonjak ketika mengingatnya dan bersiap segera menuju air terjun tersebut sebelum dicegah oleh Kedah, Kedah menarik lengan Kadiman.
"Tunggu dulu, lihat itu!" kata Kedah sambil menunjuk ke timur pematang sawah.
Dari ujung timur, dua pesawat tempur B-25 Mitchell dan P-15 Mustang seketika melesat dengan cepat diangkasa, sulit diikuti kecepatannya dengan kecepatan mata, seakan berlomba mana yang paling cepat. Dengan riuh dua pesawat tempur itu bergerak ke arah barat meninggalkan asap berekor panjang yang indah di langit Bajulan. Kadiman dan Kedah dengan gerakan cepat langsung berlindung di bawah bale-bale sawah, takut jika tiba-tiba pesawat menabrak mereka.
"Apa itu tadi Dah?" tanya Kadiman dengan wajah ketakutan.
"Aku juga tidak tahu, kalau aku tahu aku tidak ketakutan begini, ayo lekas kita pulang!" seru Kedah.
Kedah dan Kadiman lantas berlari pulang kerumahnya masing-masing, masih dengan wajah penuh tanda tanya dan ketakutan mereka berlari menyusuri pematang. Kadiman sudah lupa dengan rencana mandinya namun Kedah justru teringat dengan...
Det..det..det..det...suara seperti petasan yang suka di pasang oleh anak-anak desa sepulang mengaji tiba-tiba terdengar berentet dibelakang mereka membelah langit sore yang gelap, bersamaan dengan deru gemuruh suara dua pesawat, deru tersebut agak jauh tapi suara tembakannya terdengar hingga masuk ke otak. Kedah dan Kadiman segera menambah kecepatan berlari sambil mencium bau asap terbakar, hingga akhirnya deru pesawat hilang sepenuhnya dari telinga mereka.
Sambil terengah-engah, Kedah memeriksa kondisi keadaan, kondisinya yang sudah tua membuat dirinya tak kuat lagi berlari. Setelah dipastikan aman, mereka meneruskan pulang ke rumahnya yang terletak di dataran yang lebih tinggi sambil tetap waspada.
Sampai dirumah, Kedah langsung mencari anak angkatnya, Jirah. Jirah sedang memasak ketika melihat bapaknya masuk sambil terengah-engah, buru-buru dia membuatkan teh hangat dengan daun jeruk. Belum sempat Kedah bercerita tentang apa yang terjadi, pintu rumah mereka diketuk dengan lembut.
Kedah tak sempat pula menyeruput tehnya dan langsung membuka pintu. Di balik pintu terlihat sosok pemuda kurus berpakaian coklat dengan topi sedikit miring, di lengannya tergantung satu buah bedil yang siap sedia jika ada perampok atau musuh. Namun orang tersebut tersenyum kepadanya.