[caption caption="Sumber: www.noviaclaresta.blogspot.com"][/caption]Kopi hitam di meja itu tinggal tersisa setengahnya, di kiri kanannya sudah penuh terpapar butiran ampas hasil kecupan bibirku. Sonia masih saja telanjang di depanku dengan sebatang rokok cap 'merah' yang entah sudah batang keberapa dihisapnya.
"Akuilah, kamu sudah tidak muda lagi Jon, tidak ada rasanya"
Aku terdiam, sambil meraba kemaluanku yang sudah malu-malu kucing untuk muncul, memang benar apa katanya jadi sebaiknya aku diam.
"Huh, omongmu saja yang kuat, seakan dunia ini milikmu. Bahkan untuk mengakui kekuranganmu saja kau enggan!"
Aku berjalan ke arah jendela, kubuka lebar jendela itu, angin musim dingin segera menyeruak diantara kehangatan yang baru lima belas menit yang lalu kurasakan.
Ku hembuskan kretek ke luar jendela. Suara tokek sudah tidak ada, ah mungkin sudah tidur.
"Sepi sekali, bahkan binatang malam pun enggan bersuara karena melihat mukamu!"
"Diamlah Sonia!, tugasmu hanyalah menurutiku, entah aku menipumu atau jujur padamu itu sama sekali bukan urusanmu!"
Aku berbalik mengambil scotch dengan es, entah walapun angin berhembus sangat dingin tapi tidak untuk kami berdua, bahkan Sonia masih saja belum berpakaian.
Namun tiba-tiba wajahnya memerah.
"Dasar pecundang, dulu kau campakkan bulan langsat itu dengan kolormu yang amis. lalu dengan cacing abal-abal kau dekati aku, lalu sekarang? Mana pedulimu, dasar cacing bangsat!. Apa kau tidak pernah belajar bagaimana cara menghargai manusia, hah?" matanya berair.