[caption caption="Courtesy: www.dreamtime.com"][/caption]Tiga hari lagi kita menyambut tahun baru 2016.
Istimewakah? Tidak, biasa saja. Setiap tahun kan kita tahun baru, istimewanya dimana? Jawaban ini selalu menjadi teka-teki, apalagi kalau teka-tekinya semerdu Raisa.
Sungguh, tahun baru tidaklah se-istimewa datangnya kesempatan untuk menyuruput kopi hitam di sore hari dengan sedikit berbau knalpot kendaraan khas Jakarta, ah..itu tak ternilai. Sungguh.
Setidaknya jika penulis mencoba melihat kebelakang apa sudah terjadi pada tahun 2015. Maaf kalau cerita ini berbau narsisme, yang pasti tulisan ini tidak membawa benciisme. Walaupun KMP dan KIH terus bercinta dengan pongah, yakinlah tulisan ini tetap berbau optimisme.
2015 adalah tahun dimana penulis berkenalan dan jatuh cinta pada pandangan kesekian kalinya dengan Kompasiana. Bermula dari mencari artikel di google, ternyata bukan hanya artikel yang didapat tapi juga hidayah bahwa disinilah tempat bernaung penulis-penulis handal, produktif, aktif, kritis dan sedikit apatis hingga pada akhirnya candu itu datang. Duh Gusti.
Tapi, berkenalan dan jatuh cinta bukanlah yang terbesar ditahun 2015. Yang terbesar adalah keputusan penulis untuk berhijrah. Hijrah bekerja di luar dari impian yang pernah penulis angankan. Mungkin inilah kekuatan mimpi. Kata siapa jika kita bermimpi punya minimarket hasilnya kita hanya punya toko kelontong, maka bermimpilah punya supermarket?.
Tidak! Mimpilah menjadi apa saja, mimpilah apa yang bisa kamu mimpikan, bermimpilah dengan liar, bermimpilah dengan penuh nafsu, bercintalah dengan mimpimu, walaupun hanya bermimpi menjadi penjaga palang pintu kereta api.
Karena Allah senantiasa menggenggam mimpi mu dalam siang dan malam. Dan tahukah kawan jika Allah sudah menggenggam mimpi, apakah batasnya? Tidak ada. Hasil mimpimu itu tak berbatas.
Hingga di siang hari di pertengahan 2015 itu, surat berbahasa Inggris itu penulis terima di Jakarta. Membacanya, seakan tak pernah percaya bahwa Allah masih setia menggenggam mimpi yang telah lewat belasan tahun lamanya. Mimpi yang pernah kandas karena satu hal: Bahasa!! memalukan.
Sedikit cerita dibawah bolehlah sekedar berbagi apa yang pernah penulis rasakan di 2015, tentang hijrah. Sebagai bahan renungan, penyemangat dan bersyukur.
Jakarta, 2015