Mohon tunggu...
Dona Mariani
Dona Mariani Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pelajar SMA Negeri 3 Brebes yang sedang mencari jati dirinya saat ini

Seorang pelajar yang sedang berusaha menjadi sesuatu. Menulis adalah salah satu kegemarannya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Di Antara Kita : Bagian Kedelapan

30 Desember 2024   21:23 Diperbarui: 30 Desember 2024   20:19 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber gambar : pribadi)

Sontak bayangan masa lalu diputar kembali di dalam otak Kevin seperti kaset lama yang rusak. Dia hampir saja rubuh, jika tidak segera ditopang oleh Gilang. "Nggak papa, Kevin, nggak papa. Jangan biarkan dendam dan benci menguasai kamu sepenuhnya," Kalimat tersebut berhasil menguatkan Kevin dan dengan berhati-hati mereka menaruh buket bunga mawar putih di dekat TKP.

Dengan waspada, Gilang mendekat ke arah wanita duyung tersebut. "Halo, Mba! Masih hidupkah?" sapa Gilang kepada wanita tersebut.

Kevin tepuk jidat mendengar kespontanitas Gilang yang agak-agak itu. Tidak lama kemudian, wanita tersebut menggeliat dan mendongak ke arah Gilang. Dia sepertinya mengucapkan sesuatu, namun sayangnya mereka sama sekali tidak bisa mendengar apapun karena arus angin yang kuat. "Kalian kembali," ucap wanita tersebut melalui suara yang bergema menuju otak mereka. Dia menggunakan kekuatan telepati untuk berkomunikasi kepada mereka.

"Eh, siapa tadi yang ngomong?" tanya Kevin kepada Gilang, celingak-celinguk.

"Ini aku, dasar payah! Memangnya siapa lagi?" ledek wanita tersebut dengan tatapan remeh.

"Idih, songong amat!" sahut Gilang yang tidak terima. "Yuk, Kevin! Kita tinggalin aja dia di sini. Nggak usah dibantu, soalnya nggak minta juga 'kan?" Gilang menarik lengan Kevin agak menjauh dari wanita tersebut.

"Tu-tunggu dulu, tunggu! Kalian jangan pergi, aku butuh bantuan sekarang!" cegah wanita tersebut dengan nada memohon.

Kevin melirik tajam kepadanya. "Apa? Setelah kamu memangsa adikku dan langsung kabur tanpa memberi penjelasan waktu itu?" tanyanya dengan nada menahan amarah.

Wanita itu hendak berkata sesuatu, namun anak panah yang masih menancap di perutnya menghalanginya. Dia merintih kesakitan dengan tangan yang memegang perutnya. Tidak tega melihat wanita tersebut menderita, Kevin meminta Gilang untuk menemani dia sembari dia memanggil semuanya untuk datang ke kemari.

                                                                                                                                       ~~~~~

"Wah, lukanya cukup serius," kata Kaori sembari memeriksa luka si siren tersebut. "Tapi, tidak masalah! Aku bisa mengatasinya," tambahnya kemudian.

Kaori menggumamkan sesuatu yang hanya bisa dimengerti oleh Alina. Sebuah cahaya terang berwarna hijau menyelimuti sekujur tubuh siren tersebut. Ajaib, anak panah tersebut perlahan menghilang menyatu menjadi udara, yang kemudian luka di perutnya itu sembuh seketika. Kevin dan yang lainnya bertepuk tangan melihat kesaktian Kaori dalam menyembuhkan luka tersebut.

"Terima kasih, Nona Muda. Padahal kau putri duyung, tetapi mau membantu siren sepertiku," ucap wanita tersebut dengan jujur dan tulus. Tidak ada raut wajah yang penuh kebohongan atau kemunafikan.

Kaori tersenyum balik kepadanya. "Saya senang bisa membantu," katanya dengan penuh kerendahan hati.

"Aku ingin meminta penjelasan dua puluh tahun yang lalu, sekarang juga!" tuntut Kevin yang sudah tidak sabar menunggu.

Sebelum itu, wanita tersebut meminta mereka semua untuk menyingkir ke tempat yang bisa dijadikan tempat nongki. Akhirnya, mereka semua menempati gazebo dekat sebuah pohon kelapa dengan para gadis duyung yang ditopang oleh para manusia tulen. "Maaf terlambat memerkenalkan diri. Aku Viola, siren yang sudah berumur ratusan tahun. Aku datang ke sini untuk memberikan keterangan kepada Kevin, perihal Jesika," kata Viola dan mengatur napasnya agar dia lebih tenang.

"Sebenarnya sejak pertemuan itu, aku merasa ada kedekatan khusus dengan Jesika. Mungkin karena sesama perempuan, kita bisa saling memahami satu sama lain, meskipun kita berbeda umur dan makhluk. Suatu hari, aku sedang memandangi rembulan di atas bebatuan tadi. Tidak lama kemudian, Jesika datang dengan kondisi yang cukup memprihatinkan. Wajahnya pucat, napasnya tersenggal-senggal, tubuhnya kian kurus, dan dia ... menangis tersedu-sedu."

Viola berhenti sejenak. Kevin dan Gilang saling berpandangan, mereka sama sekali tidak tahu tentang hal itu. Dia melanjutkan ceritanya, "Aku bertanya kepadanya dan dia menjawab kalau umurnya sudah tidak lama lagi. Katanya dia tidak sengaja mendengar dari tabib yang merawatnya. Dia menderita penyakit ganas yang sudah terlambat untuk disembuhkan," katanya dengan wajah sendu. "Kau tahu sesuatu, Kevin?" tanyanya kemudian dengan lembut.

Baik Kevin dan Gilang membelalakkan matanya. "A-a-aku sama sekali tidak tahu ... Jangan berbohong, Viola! Dia selalu berbagi cerita dan mengobrol denganku, masa ada yang dia sembunyikan dariku?" elak Kevin dengan suara yang bergetar. "Tapi, kalau tidak salah, aku pernah melihat dia pulang ke rumah dengan kondisi yang pucat. Tangannya juga ada bekas infus ... Oh, tidak ..." Kevin mulai meracau.

"Jesika mungkin tidak bisa memberitahumu tentang penyakitnya. Lebih tepatnya, dia tidak mau kakaknya sedih mendengar kondisi kesehatannya yang kian menurun. Dengan wajah tersenyum, dia berkata begini, 'Karena umurku sudah tidak lama lagi, aku ingin meminta sesuatu dari Viola. Aku ingin kepergianku tidak dilihat oleh kakak, aku ingin menjadi bagian dari dirimu.' Aku tercengang mendengarnya, seorang anak berusia tujuh tahun bisa berkata seperti itu," Viola menatap Kevin yang sedang shock.

Sisanya masih setia mendengarkan cerita Viola tanpa mau mengusiknya. Dia melanjutkan kembali ceritanya yang tertunda. "Akhirnya setelah beberapa tawaran, kami saling menyetujui satu sama lain. Aku boleh memakan Jesika demi menambah energiku dan dia bisa pergi dengan tenang tanpa ketahuan oleh keluarganya. Pada waktu malam bulan purnama, aku menunggu di bebatuan tersebut. Jesika juga berhasil menyelinap dari kamarnya dengan susah payah. Sebelum dia menutup mata, dia berpesan begini, 'Sisakan beberapa tubuhku untuk dilihat kakak, dan sampaikan padanya kalau aku sayaaaaangg banget sama kakak. Terima kasih Viola, sudah mau menjadi sahabatku. Aku menyayangi kalian semua.' Di pangkuanku, dia menghembuskan napas terakhirnya dalam keadaan tenang. Sisa cerita seperti yang dilihat oleh Kevin dan Gilang," Viola mengakhiri cerita dengan air mata yang mengalir deras ke pipinya. Menangis pilu dalam diam.

Reuni tersebut berakhir dengan Kevin yang menjerit histeris.

Bersambung >>>

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun