Tiba-tiba, seseorang mengelus-elus kepalaku dengan lembut, aku pun terkesiap. Begitu mendongak dengan wajah yang sudah tidak ditutupi lagi, sosok itu tersenyum lembut kepadaku. Sosok yang sudah lama tidak berjumpa, yang tidak kuharapkan kembali kehadirannya, dan yang membuatku pertama kali merasa sangat dikecewakan. "Hai, Cindy! Sudah lama kita tidak bertemu, ya. Apa kabar?"
Aku tertegun. Setelah keheningan yang berlangsung beberapa saat, aku langsung memeluk erat sosok yang ada di hadapanku. Aku mulai menangis kembali. Kali ini bukan karena sedih tapi merasa terharu. "AKU TIDAK BAIK-BAIK SAJA, PAPA!"
Air mataku kembali berderai layaknya air terjun yang jatuh dari tebing tinggi. Aku rasakan Noah membalas pelukanku tak kalah eratnya. Mengelus-elus kepalaku, layaknya anak kecil yang sedang mengadu kepada orang tuanya. Begitu kami saling melonggarkan pelukan, aku melihat Russell yang tersenyum kepadaku. Dia merentangkan kedua tangannya. Aku segera bangkit dan menyambut rentangan tangannya sebagai melepas rasa rindu yang sudah lama terpendam. Johannes tersenyum melihat pemandangan yang mengharukan di sekitarnya itu.
Setelah berbincang sejenak, ternyata mereka bertiga sudah lama saling mengenal sebagai rekan bisnis. Mereka juga menguping pembicaranku dengan Johannes, jadi mereka meluruskan beberapa hal, seperti anak perempuan yang dilihat olehku sebelumnya ternyata hanya keponakan Noah. Tapi mereka menambahkan kalau mereka berdua memang sudah berumah tangga, namun tidak melupakan sosok Cindy yang sudah mewarnai masa-masa kuliah mereka. Noah dan Russel juga sudah mendengar segala keluhan Cindy melalui perantara Johannes. "Mumpung kami ada di sini, kami akan coba bayar semua hutangmu, my bunny!" tawar Noah kepadaku yang masih sesekali sesenggukan.
"Tidak usah sungkan. Jangan pula kamu remehkan dompet Noah bisa setebal apa," gurau Russell tapi masih terdapat unsur keseriusan.
Aku sekali lagi merasa terharu dengan kebaikan mereka. "Terima kasih banyak, kalian semua. Kalau begitu, mohon bantuannya!"
Dalam beberapa hari saja, semua utangku yang menumpuk kini sudah lunas semua! Semua beban di pundakku selama ini, rasanya sudah terangkat. Aku sangat bersyukur bisa dipertemukan kembali dengan mereka. Saat hembusan angin musim gugur menerpaku bersama dengan Noah dan Russell seraya menyusuri trotoar, aku mendongak ke arah langit dan bergumam, 'Nenek yang waktu itu! Aku sudah bisa melihat pelangi yang engkau maksud.' Yah, begitulah hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H