Tak hanya soal cara bercocok tanam, sebagaimana yang kita pahami, gen milenial cenderung memiliki ruang ekspresi dalam hal teknologi. Petani milenial tentunya diharapkan lebih adaptif dalam pemahaman teknologi digital, sehingga tidak kaku dalam melakukan identifikasi dan verifikasi teknologiÂ
Tak melulu ditekankan pada aktivitas hulu pertanian pula, aktivitas hilir seperti distribusi hasil panen dan pemasarannya pantas digiring ke aktivitas milenial. Selama ini, distribusi dan pemasaran, menjadi fase yang tak diacuhkan. Dianggap tak penting. Bahkan pemerintah pun meremehkan. Pemerintah hanya melirik peningkatan produksi dan produktivitas. Padahal fase distribusi menjadi penentu kesejahteraan petani.Â
Kemunculan agripreneur dalam platform online, merupakan salah satu bumbu milenial dalam pertanian yang diharapkan dapat mengubah stigma negatif di sektor pertanian. Pelaku tani berkolaborasi dengan anak muda milenial. Bukan berarti anak muda menjadi petani. Tapi aktif dalam penjualan, distribusi, dan pemasaran, praktis akan menguntungkan petani.Â
Pertama, dipastikan memotong rantai tengkulak. Kedua, mengangkat strata sosial petani. Ketiga, dapat menciptakan lapangan kerja, tak hanya di sektor pertanian tapi juga di sektor bisnis lain.
Tak hanya anak muda yang jadi perhatian, petani saat ini (petani tua) pun perlu 'dimilenialkan'. Arah pengelolaan pertanian Indonesia saat ini sudah seharusnya menyesuaikan perkembangan zaman yang trennya adalah digitalisasi.Â
Maraknya usaha rintisan (start up), seperti TaniFund, Crowde, dan Tanijoy yang menyasar pelaku tani bermanfaat untuk menghubungkan pemodal dan petani. Ini tentu menggembirakan agar di satu pihak tidak terjadi 'digital-gap', di lain pihak agar petani menjadi bagian aktif dalam memanfaatkan revolusi industri 4.0.Â
Demikian pula pembuatan aplikasi berbasis online, seperti aplikasi Katam, Si Mantap, Smart Farming, Smart Green House, Autonomous Tractor, dan Smart Irrigation, dan masih banyak aplikasi di bidang pertanian lainnya yang dapat diakses dengan mudah, kapanpun, dan dimanapun.Â
Aplikasi-aplikasi ini sangat memudahkan petani dalam mengolah lahan pertanian, sehingga dapat menunjang efisiensi, serta meningkatkan produksi hasil pertanian.Â
Yang jadi masalahnya adalah mayoritas petani saat ini merupakan generasi tua. Keterbatasan pendidikan sejumlah besar petani, jangan sampai justru gagal paham terhadap digitalisasi pertanian. Maka, pemerintah diharapkan bisa memberi pelatihan dan pendampingan pada petani tua untuk dapat berkolaborasi dengan anak-anak muda dan teknologi zaman now.Â
Kabar baiknya, saat ini Kementerian Pertanian telah meluncurkan program Kelompok Tani Milenial. Prioritas utamanya adalah memanfaatkan kelompok tani yang ada saat ini ditambah dengan petani muda milenial dan santri tani, kemudian dapat membentuk usaha bersama. Gaya perpaduan seperti ini diharapkan melahirkan kekuatan baru bagi petani.
Transformasi sektor pertanian yang terencana dengan baik akan meningkatkan nilai tambah produk pertanian dan menciptakan lapangan kerja baru. Sinergi dan kolaborasi semua pihak, baik itu pelaku tani, pelaku industri, pemerintah, dan sektor swasta, baik dari kalangan milenial maupun kalangan tua memiliki peran penting dalam membangun pertanian Indonesia.Â